Wajah Daniza menjadi merah setelah mendapat perlakuan dari Alvin. Pria itu baru saja menjilat jarinya yang sisa saus yang tadi menempel di ujung bibir Daniza. Jika tidak melihat sendiri, Daniza pasti tidak akan percaya bahwa pria di hadapannya adalah Alvin, kakak kelas jahat yang dulu mengurungnya di gudang sekolah.
Anehnya, Alvin malah sangat santai. Seolah tidak melakukan sesuatu yang membuat jantung jedag-jedug. Sekarang dengan santainya melanjutkan makan tanpa memerdulikan ekspresi terkejut Daniza.
"Sorry, aku refleks." Pria itu menyembunyikan seringainya setelah menyadari betapa meronanya wajah Daniza.
Daniza menundukkan pandangan demi menyamarkan rasa malu. Belum pernah dirinya mendapatkan perlakuan seperti itu dari pria manapun sebelumnya, termasuk Revan.
Sementara di meja sudut, tatapan tajam sedang mengarah kepada Daniza dan Alvin.
Siapa pria itu?
Revan bermonolog di hati. Hanya dalam sepersekian detik dadanya bergemuruh.
Ia refleks hendak bangkit untuk mendatangi meja Daniza, tetapi Alina tiba-tiba menarik lengan pria itu cukup erat dan agak kasar.
"Mau ke mana kamu? Lihat, kan? Dia tidak sepolos yang kamu pikirkan!" bisik Alina.
Kesempatan dalam kesempitan terbuka lebar. Ia harus memanfaatkan situasi ini agar Revan makin membenci Daniza.
"Lepaskan aku, Al. Aku mau ke sana sebentar!"
Alina tersentak melihat reaksi Revan. Bukannya membenci, Revan malah terlihat jelas sedang cemburu. Seolah tidak terima melihat kedekatan Daniza dengan pria asing yang dinilainya berlebihan. Mungkinkah tanpa sadar Revan sudah jatuh cinta kepada Daniza? Alina mulai merasa khawatir.
"Untung saja aku sudah mengusirnya, Sayang! Kalau tidak kamu yang akan malu sendiri punya istri jelek yang tidak menjaga diri seperti itu," ucap Alina lagi.
Revan tak menghiraukan perkataan Alina sama sekali. Mata dan pikirannya terlalu fokus pada rasa cemburu besar yang sedang ia rasakan saat ini.
Tanpa sadar, Revan bangkit dari kursinya. Ia terus berjalan ke meja Daniza dan Alvin.
"Daniza!" Dengan gerakan cepat, Revan menarik Daniza hingga gadis itu terperanjat. Alvin juga tak kalah terkejut, tapi ia memberi ruang kepada Revan selama pria itu tidak melukai Daniza.
"Sedang apa kamu di sini?" Revan mencengkram kuat lengan Daniza. "Siapa laki-laki ini?"
Sekuat tenaga Daniza mencoba melepas cengkraman Revan.
"Jangan main kasar kamu sama perempuan!" Alvin berdiri dari kursi dan mencoba memberi peringatan kepada Revan.
"Bukan urusan kamu! Dia istri saya?" bentak Revan dengan mimik wajah murka.
Alvin terkekeh mendengar jawaban Revan. Ekor matanya melirik ke belakang, di mana Alina berdiri dalam jarak kurang dari tiga meter dari mereka. "Lalu kamu sendiri sedang apa di sini dengan wanita lain?"
Daniza tergugu. Alvin seperti sedang menantang Revan. Ia menatap Alvin, namun lelaki itu hanya menanggapi semua itu dengan wajah datar tanpa ekspresi.
Tak ingin berdebat panjang, Revan menarik tangan Daniza hingga langkah wanita itu sedikit menyeret. Berulang kali Daniza mencoba melawan dan memberontak, namun tenaganya kalah jauh dari Revan.
"Lepaskan aku!" Daniza menghempas tangan Revan. Ia mundur beberapa langkah. Hampir saja Daniza terjungkal ke belakang, namun Alvin tiba-tiba menangkap tubuhnya.
"Kamu tidak apa-apa?" tanyanya.
Daniza hanya menundukkan pandangan, lalu menggeleng setelahnya. Menyadari kemarahan yang terpancar dari wajah Revan membuat Alvin menarik Daniza ke belakang punggungnya sebagai bentuk perlindungan. Daniza bahkan dapat merasakan eratnya genggaman tangan Alvin.
"Lepaskan istri saya!"
Revan bergerak maju untuk merebut Daniza dari tangan lelaki yang baginya kurang ajar itu.
Bugh! Kepalan tinju Alvin yang keras mendarat sempurna di wajah Revan. Membuat suami Daniza itu mundur beberapa langkah. Revan hanya dapat mengusap cairan merah yang mengalir di sudut bibirnya, dengan tatapan tajam yang mengarah kepada Alvin.
Sementara Alina terpaku dan hanya menjadi penonton dari kejadian itu. Untuk melangkah menghampiri Revanpun tak dilakukannya. Ia masih penasaran siapakah lelaki berpenampilan rapi yang berusaha melindungi Daniza.
"Ada apa ini?" Seorang petugas kemanan mendekat ketika melihat keributan terjadi di sana.
"Maaf Pak, laki-laki ini berusaha mengganggu istri saya." Revan masih menatap Alvin dengan cara yang sama.
Sang petugas keamanan memindai dua pria di hadapannya secara bergantian. "Apa benar yang dikatakan bapak ini, Pak?"
Alvin tidak segera menjawab. Membuat Revan segera menarik Daniza dari tangan Alvin.
"Tolong jangan membuat keributan di sini, Pak. Kalau ada masalah, apa lagi masalah rumah tangga, bisa dibicarakan baik-baik di rumah."
"Baik, saya mengerti," jawab Revan, lalu menarik Daniza menuju mobil.
Alvin dapat melihat betapa Daniza berusaha untuk memberontak. Tetapi, ia sadar posisinya sekarang. Apalagi, Revan masih berstatus sebagai suami Daniza.
Beberapa orang dan petugas keamanan yang tadi berkerumun mulai menjauh, meninggalkan Alvin yang masih membeku memandangi mobil Revan yang mulai menjauh.
Alina memandangi Alvin dari ujung kaki ke ujung kepala. Tubuhnya yang tinggi, wajah tampan dan penampilan rapi itu seolah menjelaskan bahwa Alvin bukan orang sembarangan. Mungkin lebih kaya dibanding Revan. Perlahan ia mendekati pria itu.
"Hai, aku Alina."
Wanita itu mengulurkan tangan dengan penuh percaya diri. Jika Alvin saja mau mendekati Daniza yang kampungan dan jelek, apalagi dirinya yang jauh lebih cantik dari pada Daniza. Begitu pikir Alina. Namun, apa yang diharapkan justru berbanding terbalik dengan kenyataan. Alih-alih menyambut uluran tangannya, Alvin malah mengabaikan.
Tangan Alina yang menggantung di udara perlahan ia tarik dan terkepal di belakang punggung. "Kamu siapanya Daniza?" tanyanya, masih berusaha ramah.
"Bukan urusan kamu." Jawaban Alvin terdengar begitu santai, namun terasa menusuk bagi Alina. Wanita itu hanya menarik napas dalam. Ia yakin Alvin juga baru mengenal Daniza, karena selama ini, Daniza tidak punya teman sama sekali.
"Kamu belum tahu wanita seperti apa Daniza itu."
Sudut mata Alvin berkerut mendengar ucapan Alina. "Memang Daniza wanita seperti apa?"
"Aku tahu persis seperti apa Daniza karena aku sepupunya."
Alvin hanya terkekeh mendengar perkataan wanita di sebelahnya.
"Kamu sepupunya, tapi kamu tega merebut suaminya." Alvin mendecakkan lidah. "Aku heran dengan suaminya Daniza. Bisa-bisanya dia membuang permata hanya demi batu kerikil." Alvin memandang Alina seperti meremehkan.
Seketika bola mata Alina membulat penuh mendengar sindiran Alvin. Baru saja mulutnya akan terbuka untuk mengeluarkan kalimat pembelaan diri, Alvin sudah berjalan menuju mobil dan meninggalkannya begitu saja.
Alina memandangi dirinya sendiri.
"Dia melirik aku sedikitpun tidak. Padahal aku lebih dari segalanya dibanding Daniza."
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 175 Episodes
Comments
Nenk Nonk
kerikil tuh enaknya kita tendang tendang sampe menggelinding jauh krn ga berguna....
2025-03-18
0
Nur Faris
kerikil mau bersaing dengan permata🤣🤣🤣
2023-11-07
3
Neneng Hodijah
heh Alina kamu itu Ulet Bulu hitam lekam makanya org lain ga kan mau deket krn kamu bawa penyakit 🤬👊pantasnya di mampusin ....
2023-10-21
0