Nyali Daniza menciut seketika. Ia memeluk tubuhnya ketakutan. Rasa trauma masih memenuhi seonggok hati saat ia melihat pria itu.
"Apa yang sudah kamu lakukan kepadaku?" Daniza hampir menangis. Tubuhnya mulai gemetar.
Alvin meneguk salivanya gugup. Ia yakin Daniza pasti telah salah paham karena terbangun dalam keadaan tak berbusana. Apa lagi, sekarang Alvin masih dalam keadaan hanya memakai jubah mandi.
Kenapa juga tadi aku membiarkan Mila pergi? Setidaknya kalau ada Mila, dia bisa membantu menjelaskan supaya Daniza tidak salah paham.
"Tenang Daniza. Aku tidak berniat jahat. Aku hanya mau membantu. Tadi kamu pingsan."
"Tapi kenapa kamu buka semua baju aku? Kamu pasti punya niat buruk lagi, kan?"
Alvin tertegun untuk kesekian kali. Jelas ia bingung karena tuduhan itu. Terlebih, tubuh Daniza makin terlihat gemetar dan wajahnya berubah panik seketika.
"Bukan aku yang buka. Tadi aku panggil dokter wanita. Dia yang buka semua baju kamu. Soalnya kamu bisa sakit kalau terus pakai baju basah."
Daniza masih menatap Alvin curiga. Tentunya, ia tak boleh percaya begitu saja. Apa lagi, ia memiliki ingatan buruk tentang Alvin.
"Oke, aku minta maaf soal kesalahanku dulu. Aku tahu aku jahat. Tapi sekarang aku benar-benar tidak ada niat untuk berbuat jahat. Kebetulan kamu pingsan di dekat apartemenku, jadi sekalian kubawa kemari."
Sepasang mata Daniza berkaca-kaca saat menatap Alvin, ia tak sanggup jika harus disakiti laki-laki sebanyak dua kali dalam satu hari. Revan saja sudah membuatnya hancur, apalagi jika ditambah Alvin, pikir Daniza saat ini.
"Kalau tidak percaya, aku bisa menghubungi dokter yang tadi memeriksamu. Biar dia yang jelaskan. Atau kamu boleh melaporkanku ke polisi kalau aku sampai melakukan hal-hal buruk kepadamu," tandas Alvin cukup jelas. Pelan tapi pasti Daniza sedikit percaya meski rasa takut yang menguasai diri masih sangat besar.
.
.
.
Alvin memberikan minuman hangat. Sekarang keadaan wanita itu sudah membaik. Daniza sudah berganti pakaian. Terpaksa, ia memakai piyama milik Alvin, karena seluruh pakaiannya di dalam koper dalam keadaan basah. Semalam, Alvin sudah meminta orang laundry datang untuk mengambil pakaian Daniza yang basah.
"Terima kasih sudah membantuku. Maaf, kalau aku sempat berpikiran buruk. Aku akan pergi setelah ini."
"Tapi kamu mau ke mana?" Alvin masih penasaran, mau ke manakah Daniza di malam seperti ini, hingga pingsan di jalan. Mungkinkah Daniza kabur dari rumahnya?
"Tidak tahu. Aku mungkin mau cari rumah sewa," ucap wanita itu tanpa berani menatap Alvin secara benar-benar.
"Cari rumah sewa?" Alvin semakin penasaran. Setahunya, meskipun culun dan norak, Daniza adalah seorang wanita yang terlahir dari keluarga kaya raya. Dulu, ia diantar-jemput sekolah dengan mobil mewah.
Daniza hanya mengangguk.
"Kamu kabur dari rumah?" Akhirnya yang sempat tertahan di bibir Alvin lolos juga. Namun, Daniza tak segera menjawab. Sepasang bola matanya kembali berkaca-kaca.
"Maaf, aku tidak bermaksud mau ikut campur masalahmu. Kalau kamu mau, kamu boleh nginap di sini dulu."
Daniza kembali menatap Alvin gugup. Mana mungkin ia mau serumah dengan laki-laki itu?
"Tapi ...."
"Kamu tenang saja. Aku akan tinggal di tempat lain. Apartemen ini sudah lama kosong. Jadi kamu bisa menginap di sini sampai kamu menemukan tempat tinggal baru."
Daniza tidak tahu harus menerima tawaran Alvin atau tidak. Apa lagi di luar hujan masih mengguyur dengan deras. Jika pergi sekarang, sama saja mengulang kebodohan yang tadi.
"Baiklah, terima kasih. Aku minta izin menginap untuk malam ini saja."
****
Daniza terbangun pukul enam pagi saat mendengar ketukan dari arah luar. Sambil mengusap kelopak matanya, wanita itu berjalan menuju pintu untuk melihat seseorang di balik sana.
"Pagi!" Sapaan Alvin menggema saat Daniza membukakan pintu.
Dua bola mata wanita itu membulat sempurna saat Alvin berdiri di depan kamar sambil membawa nampan berisi makanan untuknya.
"Pa ... pagi juga," ucap Daniza sedikit terbata. Ia pun menajamkan atensinya pada nampan yang dibawa Alvin.
"Ini sarapan untukmu. Tapi aku tidak tahu kamu suka atau tidak," ucap Alvin. Ia pun ikut memandang nasi putih, sup ayam hangat, dan ayam goreng di atas nampan itu.
"Aku tidak pemilah makanan, tapi terus terang aku tidak enak dengan semua ini! Baru saja semalam tinggal di rumah Kakak sudah merepotkan sekali," ucap Daniza sambil memandang Alvin sungkan.
"Santai saja, Daniza! Lagi pula makanan ini aku beli dari online food, jadi aku tidak merasa kerepotan sama sekali." Alvin terkekeh jenaka. Ia langsung memberikan nampan berisi makanan itu, dan terima oleh Daniza dengan wajah tak enak.
"Terima kasih." Hanya kata itu yang mampu Daniza ucapkan. Ia tak terlalu nyaman dengan posisinya sekarang.
Selesai makan dan mandi, pintu kamar Daniza kembali diketuk. Kepala Alvin menyembul dari balik cela lantaran pintu sengaja tidak ditutup rapat oleh Daniza.
"Daniza, apa aku mengganggumu?" tanya pria itu.
"Tidak!" Daniza yang baru selesai menyisir rambut segera keluar kamar. Alvin sudah rapi dengan stelan jas hitam yang dipadupadankan dengan dasi berwarna biru muda. Pria itu terlihat tampan dan memukai, membuat Daniza tersipu dan langsung menundukkan pandangannya.
"Aku harus berangkat bekerja. Kalau kamu mau, sebaiknya kamu tinggal di apartemen ini saja."
Daniza terdiam sejenak, berusaha mencerna omongan pria itu barusan.
"Ah, tenang saja! Kamu tidak perlu membayar sewa! Kamu hanya perlu merawat tempat ini. Kebetulan juga aku butuh seseorang yang bisa menjaga tempat ini tetap bersih," ucap Alvin. Ia berkata seperti itu karena tidak ingin Daniza merasa sungkan dengan bantuannya.
Daniza yang memang merasa sungkan langsung menolak tawaran lelaki itu. "Tapi aku sudah terlalu banyak merepotkan, aku tidak bisa kalau harus merepotkan orang terus menerus," tolak Daniza dengan suara lirih tapi mengandung intonasi cukup tegas.
"Ayolah Daniza! Ini sama dengan simbiosis mutualisme. Aku tidak perlu repot-repot menyuruh orang membersihkan apartemen itu kalau kamu tinggal di sini. Aku yakin kamu pasti akan merawat apartemen ini dengan baik."
Tiba-tiba suara ponsel Alvin berdering. Ia segera menjauh sebelum Daniza menjawab ucapan Alvin barusan.
"Kenapa jadi begini?" Daniza berdecak. Sungguh ia merasa tidak nyaman berada di tempat Alvin si mantan kakak kelasnya yang jahat itu.
Tak berselang dari itu, Alvin keluar kamar dengan sedikit terburu-buru.
"Maaf Daniza. Seseorang di kantor sudah menungguku, jadi aku harus berangkat kerja sekarang juga," kata Alvin sembari melihat arloji di tangannya.
Daniza tersenyum tipis. Menatap punggung kokoh Alvin yang kemudian menghilang di balik pintu.
.
.
.
.
Daniza menyeret kopernya meninggalkan apartemen Alvin pagi itu. Meskipun Alvin meminta untuk tetap tinggal di sana, tetap saja Daniza merasa tidak enak hati. Dalam pandangannya, Alvin tetaplah pria jahat yang pernah mengurungnya di gudang semasa sekolah dulu.
"Sekarang aku harus mencari tempat tinggal yang baru."
Daniza masih memiliki cincin pernikahan yang diberikan Revan saat menikah dulu. Ia pikir akan menjual benda itu kebutuhan sehari-harinya. Lagi pula cincin itu tak berarti lagi baginya.
Melewati sebuah kafe, langkah Daniza terhenti seketika.
Alina dan Revan terlihat sedang menikmati sarapan bersama di sebuah kafe. Keduanya terlihat romantis dengan tangan saling menggenggam.
Ia menyorot penuh kebencian.
"Aku akan membalas perbuatan kalian berdua suatu hari nanti."
.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 175 Episodes
Comments
Dedi Yana
balas sekejam mungkin
2023-09-16
4
Hana Restia Ningsih
huh aku suka kata kata seperti ini
2023-08-18
0
ai entin
bagus,,aku dukung Danisa
2023-07-13
0