"Apa lagi yang kamu tunggu? Cepat bereskan pakaianmu dan keluar dari rumah ini. Karena tidak lama lagi, Revan akan menikahi aku."
Daniza seakan belum mampu mempercayai pendengarannya sendiri. Tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa Alina, sepupu sekaligus sahabatnya itu tega merebut semua miliknya. Tak hanya merebut Revan, sekarang rumah dan seluruh hartanya pun akan dirampas perempuan licik itu.
"Perempuan tidak tahu diri!" Sebuah tamparan keras ia hadiahkan ke pipi mulus Alina, hingga meninggalkan tanda kemerahan di sana.
Alina menatap murka. Baru saja akan membalas, tetapi Revan dengan cepat menghalangi.
"Kenapa kamu halangi aku, Reva? Dia pikir dia siapa seenaknya menampar aku?" Alina menjerit tak terima menerima perlakuan Daniza.
"Sudahlah, Al," potong Revan cepat, dengan tangan merangkul pinggang wanita itu. "Tidak usah membuat keributan sepagi ini."
Hati Daniza benar-benar seperti tersayat belati tajam. Teringat beberapa hari lalu saat Revan meminta Mbok Iyem membersihkan kamar tamu. Sekarang, ia baru sadar bahwa kamar itu diperuntukkan bagi Alina.
"Kamu dengar kan, Daniz? Sekarang juga kemasi barang-barangmu dan pergi dari sini!" Alina menerbitkan smirk. Merasa telah menang sepenuhnya dari Daniza.
Sepasang mata Daniza terpejam, bersamaan dengan cairan bening yang mengalir di pipi. Dalam hati memikirkan dosa apakah yang pernah ia lakukan sehingga menerima hukuman seperti ini. Dinikahi seorang pria tak berguna dan dibuang begitu saja.
Malam itu Bumi diguyur hujan deras. Dingin dan gelapnya malam menjadi saksi bisu kisah hidup Daniza yang menyedihkan. Ia berjalan dengan gontai menerobos hujan dengan menyeret sebuah koper berukuran sedang.
"Aku harus ke mana sekarang?"
Hujan tak juga reda, sementara Daniza sudah menggigil. Ia tak tahu harus ke mana. Tak ada teman atau saudara untuk tempatnya mengadu. Tiba-tiba, sekeliling terasa berputar baginya. Seiring dengan penglihatan yang mulai memburam.
Daniza tak sadarkan diri lagi.
Sebuah mobil sedan hitam terhenti, disusul dengan kemunculan pria berjas hitam yang membawa payung. Hampir saja mobil yang dikemudikannya menggilas sosok tubuh yang tergeletak di tengah jalan. Beruntung ia masih sempat melihat dan menginjak pedal rem secara mendadak.
"Hey, bangun!" Ia mengguncang bahu sosok yang diyakininya adalah seorang wanita itu, setelah melihat piyama dan rambutnya yang panjang. Sementara sebagian wajahnya tertutup oleh rambut. "Jangan-jangan mati ini orang."
Dalam keadaan bimbang, pria itu masih sempat menengok ke kanan dan kiri. Namun, tidak ada siapapun di sana untuk sekedar dimintai tolong. Ia lantas meraba pergelangan tangan dan masih merasakan denyutan lemah di sana. Membuatnya bernapas lega.
"Syukurlah, bukan mayat, dia masih hidup."
Memberanikan diri merapikan rambut yang menutupi sekitar wajah, pria tersebut dibuat terkejut. Kedua alisnya saling bertaut. Ia meneliti wajah yang baginya tak asing itu.
"Daniza?"
Alvin Alexander, seorang pria berusia 27 tahun itu tak pernah menyangka bahwa wanita yang ditemukannya dalam keadaan pingsan di jalan ternyata adalah Daniza, adik kelasnya semasa SMA dulu. Ia masih ingat betul sosok Daniza, gadis berpenampilan culun dan norak yang dulu kerap menjadi bulan-bulanan siswa lain.
Sebagai sesama manusia, Alvin tidak mungkin membiarkan Daniza tergeletak di jalan dan diguyur hujan deras. Selain itu kendaraan lain mungkin akan melintas dan bisa saja menabrak Daniza jika Alvin tak memindahkannya. Akhirnya, Alvin membopong Daniza ke mobil dan merebahkannya di kursi belakang.
"Daniza ... Daniza ... bangun!" Berkali-kali Alvin berusaha membangunkan dengan menepuk pipi. Namun, tak ada respon apapun dari Daniza. "Aku harus bagaimana sekarang?" Alvin tampak berpikir beberapa saat.
Pandangan Alvin tertuju pada bangunan tinggi tak jauh dari sana. Apartemen lama miliknya yang berlokasi kurang dari 200 meter dari tempat pingsannya Daniza, menjadi pilihan Alvin untuk membawa wanita itu.
****
"Dia tidak apa-apa, mungkin hanya kelelahan." Ucapan seorang dokter wanita membuat Alvin bernapas lega.
Sesampainya di apartemen tadi, Alvin langsung menghubungi sahabatnya, Dokter Milla. Alvin juga meminta tolong agar Dokter Mila melepas seluruh pakaian Daniza yang basah. Ia bisa sakit jika terus mengenakan pakaian basah. Kini, wanita itu terlelap di ranjang dengan hanya terbalut selimut tebal.
"Memangnya dia siapamu?" tanya sang dokter sesaat setelah memeriksa kondisi Daniza.
"Seorang teman lama. Aku temukan tergeletak di pinggir jalan." Alvin memilih duduk di sofa, masih dengan menggunakan jubah mandi.
"Kenapa tidak dibawa ke rumah sakit saja?" Sebelah alis dokter itu terangkat ketika mengajukan pertanyaan itu.
Cukup aneh kan, Alvin yang setahunya tidak begitu peduli urusan orang lain tiba-tiba menolong seseorang dan membawa ke apartemen pribadinya. Apakah teman lamanya itu begitu istimewa?
Pertanyaan curiga dari Mila benar-benar membuat Alvin jengkel setengah mati. "Aku tidak kepikiran lagi ke sana, Mil. Dia pingsan dan kedinginan. Pakaianku juga basah. Lagi pula tempatnya pingsan di ujung jalan sana." Ia menunjuk ke sudut jalan tempatnya menemukan Daniza, yang terlihat dari jendela apartemennya sekarang.
"Ya sudah, kalau begitu." Mila melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. "Oh ya, ini sudah malam. Aku harus pulang."
"Baik, terima kasih. Nanti aku transfer ke rekeningmu, ya." Alvin pikir, meskipun ia dan Mila sudah bersahabat lama, tetap harus membayar jasa dokter itu.
"100 juta!" ketus Mila, membuat Alvin mendengkus.
"Kamu ini dokter atau rentenir?"
Dokter Mila hanya menjawab dengan kekehan kecil, sebelum akhirnya menghilang di balik pintu. Tinggallah Alvin dan Daniza berdua di apartemen itu.
Alvin kembali duduk di sofa. Meraih secangkir kopi panas yang baru saja ia buat. Baru akan menyeruput, sudah terdengar suara jeritan dari dalam kamar. Secepat kilat, Alvin berlari.
"Kenapa?" tanyanya, seraya menatap Daniza yang sudah terduduk di ranjang sambil memeluk selimut di dadanya.
***
Daniza menjadi sangat panik setelah terbangun dan mendapati dirinya terbaring di sebuah tempat asing. Apa lagi, dengan kehadiran sosok pria asing yang hanya menggunakan jubah mandi di ruangan itu.
"Kamu siapa? Kenapa saya di sini? Dan apa yang sudah kamu lakukan kepada saya?"
Deretan pertanyaan itu tak langsung dijawab oleh Alvin. Ia meneguk saliva. Bagaimana jika Daniza menduga Alvin ingin berbuat macam-macam terhadapnya? Terlebih, hubungan mereka semasa SMA tidak begitu baik.
"Tenang dulu, Daniza! Aku tidak akan macam-macam dengan kamu. Tadi aku menemukanmu pingsan di jalan," terang Alvin, berusaha menenangkan. "By the way ... aku Alvin, kakak kelas kamu di SMA."
Spontan saja kelopak mata Daniza membulat saat mendengar nama itu. Ia mencoba menajamkan penglihatannya. Benar saja, pria di hadapannya memang Alvin, kakak kelas jahat yang pernah menjahili dirinya dengan mengurung di gudang sampai sore.
Berbagai prasangka buruk sudah memenuhi pikiran Daniza. Terlebih, tubuhnya kini dalam keadaan polos dan hanya terbalut selimut tebal. Lalu, apa yang baru saja dilakukan Alvin kepadanya?
"Aaa!"
Daniza menjerit, membuat Alvin menutup telinga.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 175 Episodes
Comments
Rusliani
untung ketmu org baik
2023-10-29
4
flowers city
🤣😂😂🤣😂😂😂😂😂
2023-09-21
0
Dedi Yana
penasaran selanjutnya sama siapa
2023-09-16
0