Halo gengs, sebelum lanjut baca, aku mau ngasih tahu dulu biar kalian gak bertanya-tanya kenapa otor sesat buat cerita begitu-begitu melulu..
Jadi, sebenarnya beberapa bulan ini, aku sedang sangat senang ikut lomba di Noveltoon. kenapa? Dengan ikut lomba, aku jadi dapat ilmu baru, teman-teman baru.
Jadi untuk karya Daniz ini, aku ikut di lomba "KONFLIK RUMAH TANGGA" dan temanya terbagi dua. Yaitu tema "Pelakor" dan "Suami Tak Berguna"
Untuk kali ini, aku pilih sub tema "Suami Tak Berguna"
Jadi Revan ini adalah sosok suami tak berguna. Wkwkwk
Terima kasih untuk teman-teman yang selalu mendukung aku selama ini. maafkan kalau terdapat kekurangan dari alur cerita atau penulisan.
Salam sayang selalu 🤗🤗🤗
****
Daniza belum mampu mengucapkan sepatah kata pun setelah mendapatkan hasil pemeriksaan dari laboratorium. Benar dugaan dokter sebelumnya, bahwa kini Daniza tengah mengandung dan sudah memasuki minggu ke tujuh.
Jika saja Revan tak berselingkuh dengan Alina, tentu saja kehamilan Daniza ini akan menjadi berita paling membahagiakan baginya.
"Aku harus bagaimana sekarang?" Daniza menyeka air mata yang membanjiri pipi.
Wanita itu mulai ragu dengan nasibnya di masa mendatang. Kini, ia tak memiliki apa-apa lagi. Seluruh harta peninggalan orang tuanya sudah jatuh ke tangan Revan, dan mungkin tidak lama lagi Revan akan menceraikan dirinya dan memilih menikahi Alina.
Meraih tas miliknya yang berada di atas nakas, Daniza mengeluarkan ponsel. Ia masih berharap dalam hati bahwa Revan hanya sedang khilaf dan akan segera tersadar dengan kesalahannya.
"Mungkin kalau tahu aku hamil, Mas Revan akan berubah."
Ia meletakkan tespek dengan dua garis merah di pangkuannya dan mengambil gambar dengan kamera ponsel. Lalu, ia kirim ke nomor sang suami dengan harapan besar bahwa Revan akan luluh.
Namun, apa yang diharapkan Daniza tak sesuai kenyataan. Jangankan membalas pesannya, membuka saja tidak.
.
.
.
Sementara itu di tempat lain ....
Mata Alina berkilat marah ketika membuka ponsel milik Revan dan menemukan pesan bergambar yang baru saja dikirim Daniza.
Wanita itu melirik kekasihnya yang sedang duduk di sofa dengan laptop di pangkuannya. Ia bangkit dan menatap marah laki-laki itu dengan menyodorkan ponsel.
"Apa-apaan ini?" pekik Alina tak terima.
Kening Revan berkerut tipis melihat ekspresi kesal yang tergambar jelas di wajah Alina. Pria itu lantas meraih ponsel miliknya. Apa yang ia dapati pada layar ponsel benar-benar membuatnya terkejut.
"Jadi kamu terlalu menikmati malam-malam kebersamaan kamu dengan Daniza sampai dia hamil? Iya kan?"
Revan tak tahu harus menjawab apa. Selama menikah, ia memang tak dapat menahan h@srat saat berdekatan dengan Daniza. Istrinya itu mampu membangkitkan sesuatu yang bahkan tidak dapat dilakukan oleh Alina.
"Kenapa kamu diam, ayo jawab!" bentak Alina.
Revan menarik napas dalam-dalam demi mengembalikan akal sehatnya yang sempat menghilang. Ia pun tak tahu harus berbuat apa sekarang.
"Maaf, Al. Aku benar-benar tidak tahu kalau Daniza bisa sampai hamil."
Bola mata wanita itu mulai berkaca-kaca. "Dia hamil anak kamu sekarang. Apa kamu akan meninggalkan aku dan memilih dia?"
"Ya tidak begitu juga, Al."
"Kalau begitu minta Daniza menggugurkan kandungannya!" pekik Alina dengan kemarahan berapi-api. Dada bidang Revan pun tak luput dari pukulan bertubi-tubi.
Revan menarik Alina ke pelukannya. Sesekali ia mengusap rambut demi menenangkan wanita itu.
"Tenang dulu makanya!"
Bukannya mereda, amarah Alina malah semakin meluap-luap. "Aku tidak akan bisa tenang! Aku mau kamu suruh Daniza menggugurkan kandungannya!"
Revan menganggukkan kepala.
"Baiklah, aku akan bicara dengan Daniza nanti," jawabnya pasrah.
****
Malam harinya ....
Daniza duduk bersandar di ranjang dengan tatapan kosong. Sejak pulang dari rumah sakit, ia memilih mengurung diri di kamar. Bahkan makanan yang dibawa Mbak Iyem untuknya sama sekali belum disentuh.
Tiba-tiba pintu kamar terbuka, disusul dengan kemunculan Revan dari sana. Daniza pun segera bangkit dari duduknya dan mendekati sang suami.
"Mas ... ada yang mau aku bicarakan dengan kamu." Dalam rasa kecewa yang teramat atas pengkhianatan Revan, Daniza masih berusaha untuk bersikap lembut terhadap suaminya. Tentunya, dengan harapan bahwa Revan dapat berubah.
"Apa yang mau kamu bicarakan?"
Hati Daniza mencelos menyadari dinginnya sikap dan tatapan Revan. Sangat jauh dari Revan yang selama ini dikenalnya. Biasanya, saat pulang ke rumah Revan akan memeluk dan mencium keningnya. Namun, sekarang terasa sangat berbeda.
Apakah semua itu hanya topeng?
"Aku hamil, Mas," lirih Daniza dengan mata berkaca-kaca.
Revan mendengkus kasar. Dengan gerakan cepat ia menarik lengan Daniza dan melesakkan ke tubuhnya. Lalu, menatap wanita itu dengan sorot mata tak bersahabat.
"Aku mau kamu mengugurkan kandungan kamu."
Daniza hampir tak percaya mendengar permintaan tak masuk akal suaminya itu. "Kamu sadar, Mas. Ini anak kamus sendiri. Kamu ayah macam apa yang mau membunuh anaknya sendiri?"
"Aku tidak peduli!" Revan mendorong tubuh Daniza dengan kasar, hingga terhempas ke ranjang. "Pokoknya kamu harus menggugurkan janin dalam kandungan itu. Ngerti kamu!"
Setelah mengucapkan kalimat yang teramat menyakitkan itu, Revan melangkah keluar. Disusul dengan suara debuman pintu. Tinggallah Daniza seorang diri meratapi nasib.
Niatnya untuk membujuk Revan dengan kehamilan sama sekali tak membuahkan hasil.
.
.
.
Sejak mengetahui Daniza mengandung anaknya, Revan semakin tak terkendali. Ia jarang pulang ke rumah. Jika pulang pun, ia hanya memperlakukan Daniza dengan kasar dan pergi setelahnya.
Daniza tak tahu harus berbuat apa sekarang. Terlebih, Alina berhasil menghasut Revan untuk memblokir kartu kreditnya.
Suara ketukan pintu terdengar beberapa kali. Daniza tersadar dari lamunan.
"Masuk!" ucapnya.
Pintu pun terbuka, disusul dengan kemunculan Mbak Iyem.
"Non Daniz, di bawah ada Pak Revan. Sama ...." Ucapan wanita itu terpotong. Kepalanya tertunduk. Daniza menatapnya dengan kerutan di kening.
"Sama siapa, Mbok?"
Karena tak kunjung mendapat jawaban, Daniza pun menyibak selimut dan bangkit. Meraih jubah piyama miliknya dan bergegas turun ke lantai bawah.
Seketika, kelopak mata Daniza melebar. Tangannya terkepal kuat. Tubuhnya gemetar hebat. Betapa tidak, Revan melewati ruang tengah dengan merangkul Alina. Sebuah koper berukuran besar berada di tangannya.
"Daniz, mulai sekarang Alina akan tinggal.di rumah ini," ucap Revan tanpa rasa berdosa.
Daniza belum sanggup menjawab saking terkejutnya. Ingin sekali ia hadiahkan tamparan ke wajah Revan dan Alina.
"Kamu sudah gila, Mas? Aku tidak mau serumah dengan perempuan ular seperti dia!" Daniza menunjuk Alina dengan kemarahan meluap-luap.
Alina terkekeh mendengar ucapan Daniza. Ia merangkul lengan Revan dengan mesra. Tanpa memerdulikan kecemburuan yang tergambar jelas di wajah Daniza.
"Kita memang tidak akan serumah, Daniz. Karena kamu yang akan keluar dari rumah ini," ucap Alina memandang remeh Daniza.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 175 Episodes
Comments
Sulis Tyawati
makanya jgn bego jd perempuan,,, yg smart gitu lho jgn bodoh karena cinta. akhirnya miskin kan. sekalipun cinta logika ttp d pake. ayo bangkit.. semangat. jgn nangis aja
2025-01-13
0
Dewa Rana
jangan buat daniza lemah thor
2024-07-07
1
Rusliani
dasar asik ceritanya aku suka
2023-10-29
1