Wira menggeser duduknya untuk lebih mendekat, memangkas jarak yang ada. Kalo kata orang mah one step closer cenah. (satu langkah lebih dekat)
"Kita colek-colekan, cubit-cubitan terus lakuin hal yang indah..." jelasnya, wajah Ganis benar-benar mengernyit penuh keheranan, apakah Wira cacingan? Karena wajahnya itu sudah seperti orang sakit perut meskipun masih datar-datar saja, ia juga tak enak diam sampai memajukan badannya pada Ganis. Namun beberapa detik kemudian Ganis mulai mengerti apa yang akan dilakukan si pejantan di depannya itu. Karena sejak tadi Wira melihat intens bibirnya, tatapannya mengelam. Sepertinya memang Wira sudah sangat merindukan bibir pink Ganis.
Di tengah jiwa yang sudah ikut hanyut tiba-tiba Ganis terkekeh dan mendorong wajah Wira, "kamu mah ih! Jangan terlalu dihayati atuh jawab teh! Jadinya kan kepancing buat ngelakuin dosa!" omelnya seperti ustadzah. Mematikan gairah Wira yang sudah terpancing, ibarat kata bara api yang lagi bergelora kaya Bandung lautan api, lalu disiram begitu saja sampai ngajeos alias padam berdesis.
Wira berdecak, gagal sudah bibirnya buka puasa.
"Dosa apa Nis, kamu kalo lagi tanggung gini jangan ngelawak," balasnya kesal setengah menahan gertakan di gigi.
"Ya itu mukanya udah maju-maju kaya pengen dicium sepatu Ganis aja,"
"Ko sepatu?"
"Iya atuh, nggak liat ini dimana?! Kalo Indi atau ibu lewat gimana?" debatnya, masih menahan bagian dada Wira, karena sedari tadi posisi Wira belum bergeser sedikit pun.
"Dulu malah..." Wira menghentikkan ucapannya, dan menelan kembali bulat-bulat semua yang dipikirkannya.
"Udah lah ga jadi," pungkas Wira kembali menghadap ke arah laptopnya, kesal? Jujur saja iya! Bagaimana tidak, seakan rasa bahagia yang siap membuncah itu sudah berada di ujung tenggorokannya tapi dipatahkan begitu saja oleh makhluk manis di depannya ini, sudah sekian purnama Wira menunggu saat-saat begini, mematikan saraf normalnya jika berdekatan dengan makhluk bernama perempuan, baginya tak ada yang lebih membuatnya tergoda selain Ganis, seorang Yola ataupun Suci sekalipun, Ganis jauh lebih berharga tentunya. Ganis mengulas senyuman lebar, ia bukan tak ingat, gadis itu tau apa yang akan Wira ucapkan.
Telapak tangan lembut Ganis meraih dagu Wira dan membawanya untuk melihat wajah Ganis, "aku tau kamu mau bilang apa," Ganis memajukan wajahnya tapi bukan ke arah bibir Wira ia mendaratkan kecupannya,
Cup!
Kening Wira dihadiahi kecupan manis dari gadis manis satu ini.
"Kalau dulu kita melakukannya karena nav suu, kali ini Ganis mau kita lakuin itu karena memang cinta, bisa kan Ganis minta kamu bersabar sebentar lagi?" Semurahan itu Wira, hanya dengan kata-jata makjleb Ganis saja hati rambo-nya kembali runtuh.
"Kamu tau, ga perlu kamu minta.. aku udah ngelakuinnya. 7 bulan Nis, aku ngerasa hidupku tanpa jiwa..ga kenal perempuan, ga kenal apa yang namanya rasa sayang," akunya rapuh.
Mendadak wajahnya redup, "aku minta maaf, mungkin ini balasan Tuhan buat kita berdua. Denganmu aku melakukan dosa yang mungkin tak terampuni, lewatmu sama pir juga aku mendapatkan balasannya." Wira memegang tangan Ganis dari rahangnya lalu mengecupnya lama.
"Dosa?"
Wira mengangguk singkat. Ganis mengerutkan dahi, tatapannya lurus namun nyalang.
"Teh Ganis!! Ini piscok!" Indi datang dari arah ruang tamu dengan menenteng satu kresek hitam berisi buah-buahan beku yang dilumuri coklat, membuat Ganis dan Wira tersentak kaget.
"Indi," gumam Wira gemas setengah kesal.
"Wahhhh! Kenyang deh Ganis kalo disini, besok-besok kalo di rumah ga ada makanan Ganis kesini aja ah!" selorohnya.
"Boleh teh, kalo a Nata ngga jemput, teteh kesini aja sendiri!" Indi membuka kresek hitam itu di meja dengan Ganis yang menyambutnya.
Saking asiknya bersama Indi, tak berasa Ganis sampai malam di rumah Wira, bahkan Wira saja sempat pergi ke luar sebentar untuk mengurus pekerjaannya.
"Ga mau nginep aja teh?" tanya Indi, bibirnya melengkung cemberut melihat Ganis yang sudah dipasangi jaket milik Wira.
"Besok sekolah Ndi," jawab Ganis nyengir.
"Sering-sering Nis, main kesini. Ini titip gule buat mama sama papa juga Gem," ibu menyerahkan bungkusan pada Ganis.
"Oh, ibu ngga usah repot-repot. Ganis udah dikasih makan hari ini, ini malah dibawain pula buat di rumah?!" gadis itu merasa tak enak hati dengan perlakuan ibu.
"Ya engga apa-apa atuh, udah jadi kewajibannya Nata buat ngasih makan kamu," ibu memeluk Ganis.
"Hati-hati di jalan,"
"Makasih bu, Ganis pamit ya..assalamualaikum!"
"Dah Indi,"
"Waalaikumsalam," gumamnya pelan.
"Dah teteh, kesini lagi ya!"
"Bu, Nata anter Ganis pulang dulu," pamit Wira, diangguki ibu dan Indi. Di tengah-tengah suara jangkrik malam Wira merangkul bahu Ganis yang sudah diselimuti jaket hoddie kebesaran milik-nya, bahkan Wira memasangkan hoddie di kepala Ganis.
"Dingin," ucap Wira saat melihat wajah Ganis begitu menggemaskan dalam balutan hoddie kebesaran ini. Udara malam disini cukup membuat kulit meremang.
Ganis berdiri di dekat rumpunan mawar, menunggu Wira membalikkan motornya. Tapi sebelum benar-benar menyuruh Ganis naik, Wira memegang tangan Ganis.
"Rengganis Kamania binti Yudi Durrahman, jadi pacar aku ya!" pupil hitam itu menatap netra Ganis dibawah langit malam.
"Ya?!" mata bulatnya hampir bisa disandingkan dengan indahnya bulan malam ini.
"Kalo ngga mau?" kekeh Ganis minta dicelupin ke kolam belerang.
"Aku lagi ngga nanya kamu, tapi mau ngga mau, kamu harus mau!" seringai Wira, ia justru menunjukkan sikap kepemilikan Ganis atasnya.
"Maksa ih, nggak mau ahhhh!" goda Ganis, menggidikkan bahunya.
"Ya udah, jangan harap mulai besok bisa sekolah tenang!" ancamnya.
"Dih, ngancam?!" balasnya, dengan bibir menggerutu ia merutuki Wira dalam hati.
"Yakin? Kemarin sampe pipis di celana?!"
"Eh!" Ganis langsung membekap mulut Wira sambil melotot.
"Ngga usah bawa-bawa aib atuh," bibir pink itu mengerucut minta disedot kaya pudot. (puding sedot)
"Yu naik, keburu malem banget takut ada sandekala!" (makhluk halus)
"Sandekala teh temennya sandi cannester atau sandi sandoro?" tawa Ganis menaiki jok belakang Wira.
"Sandi Pasband," jawab Wira kecut.
"Eh, sandekala bukannya magrib ya?" kerutan di dahi Ganis menandakan jika gadis ini berfikir keras, sekeras batu karang.
"Udah ga usah dipikirin, nanti kamu pusing," kekehnya.
...----------------...
Ganis berangkat diantar Gemilang, ia menolak tawaran Wira, Ganis belum siap jika satu sekolah nantinya akan gempar melihat ia diantar jemput oleh Wira yang mereka kenal sebagai hopeless romantic, selama ini ia tersohor sebagai seorang berandal, bad ji ngan namun tak sekalipun ia dekat-dekat dengan seorang perempuan. Atau mengumumkan jika ia tengah menjalin hubungan dengan seorang gadis.
Ganis turun dari motor Gemilang, bersamaan dengan Wira cs yang masuk ke gerbang sekolah. Tatapan mereka bertemu.
"Cieee! Pipi kamu merah!" goda Gemilang menusuk-nusuk pipi adiknya yang seperti kue cubit.
Bughhh!
Bughh!
Ganis mendaratkan buku paket yang ia bawa di tangannya pada bahu Gem.
"Nis, seksi-seksi temen sekolah kamu!" Gemilang menaik turunkan alisnya, Ganis menoleh ke arah dimana Gemilang menjatuhkan penglihatan mesumnya.
"Itu temen-temen Nata, bukan temen Ganis! Kalo mau kenalan sama dia aja, tapi Ganis nggak mau punya kaka ipar per ek gitu!" gidiknya. (cewek ga bener)
"Wah, satu model sama mbak Arum ini mah. Gaskeun lah!" Gem mengusap-usap telapak tangannya, layaknya kedinhinan dan membutuhkan kehangatan.
"Bang, bang Gem tuh cari yang serius kek jangan kaya begini...kalo besok-besok kena penyakit gimana?!" pelotot Ganis, mulut Ganis seperti menggumamkan gerutuan penuh sumpah serapah.
"Pokoknya kalo sampe Ganis liat abang jalan sama yang ga bener, Ganis seret abang pulang!" ancamnya.
"Iya ah! Bawel! Nih salim dulu," Gemilang selalu gercep nyodorin punggung tangannya di depan hidung Ganis, kaya bapak-bapak yang baru balik jum'atan mesti diburu barokahnya. Kalo Gemilang sih jatohnya kemalangan yang bakal di dapat, solat bolong-bolong, bikin dosanya ga tertolong.
"Tumben wangi sabun, masih pagi loh ini, ga mungkin abis mandi kan!" decih Ganis masam, mulutnya nyinyir minta digaruk.
"Lupa gua! Barusan abis solo karir pake sabun!" tawa Gem.
"Njirrr ih!! Bang Gem, saravvv!" ia memukul-mukul Gemilang lebih keras, sementara Gemilang tergelak puas.
"Si Rengganis selerana anak kuliahan euy!" seru Titi, gadis dengan wangi parfum paling menyengat ini melihat interaksi Gemilang dan Ganis. Dari kejauhan saja wangi parfum diskonannya menguar hebat seperti bunga raflesia arnoldi, memikat kumbang untuk mendekat. Sepertinya parfum literan itu ia guyurkan dari ujung kepala sampai kaki.
"Si@*lan!" Ganis berbalik seraya mendengus kesal.
"Nis! Wangi kan?!" teriak Gem, senang betul ia melihat adiknya ngebul pagi-pagi patut disamain sama serabi panas.
Mata Ganis memicing tajam dan mengkilat, kemudian memungut beberapa batu kecil lebih tepatnya kerikil dan melempari Gemilang sang kakak.
"Nis, oy!" pekiknya menghindar.
"Nih, Ganis anggap ini lagi lempar jumroh ke arah setan !" jawabnya.
"Cimvrit nih bocil!" Gemilang turun dari motornya, Ganis segera berlari masuk sambil tertawa.
"Lari!!! setannya ngamuk!" pekiknya tertawa-tawa.
"Ciee!"
"Nis, itu cowok lu?!" tanya Raja, Ganis menoleh, matanya tidak hanya berfokus pada Raja saja, disana ada Wira, Reza, Malik, dan juga Suci, Yola cs. Mata Ganis mendelik melihat Suci duduk menempel dengan Wira, belum lagi roknya yang naik mendekati zona rawan-- bentar lagi laler dan kawan-kawan pada masuk deh tuh, dan Wira hanya diam saja bikin hati Ganis berdenyut.
"Iya, ganteng kan Ja? Calon pengacara.." jawabnya jumawa, mendelik sinis melihat Wira.
"Mayan lah," guman Yola.
"Dia abangnya Ja," tiba-tiba saja Wira berucap meralat ucapan Ganis dengan santainya, seketika mata gadis itu membulat sempurna.
Pffftt, mereka mengulum bibirnya menahan tawa karena ternyata gadis cantik di depan mereka hanya mengaku-ngaku saja.
"Idih, so tau!" sewot Ganis.
"Taulah," Wira menatap Ganis, "Ganis istri gua, Ja" ujarnya datar.
Hkkk....
Mereka semua tercekat, bagai petir di tengah lautan yang nyambar sampai ke ulu hati, bukan hanya Raja ataupun anak-anak slebor, Ganis sampai sesak nafas dibuatnya.
Ganis menggeleng cepat sambil mengibas-ngibaskan tangannya. Raja, Reza, Malik semakin tertawa.
"Yang ini lebih halu,"
"Yang bener aja atuh Ra!" Suci tertawa mencibir melihat Ganis.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Lismawati Munthe
😁😁😁
2023-04-26
1
lestari saja💕
kata pepatah yang baiik pasti dapat berjodoh yg baik aja ga selamanya bener...klo yg ga baik tdk bisa berjodoh yg baik kapan ada orang yg tobat
2023-03-06
0
fiendry🇵🇸
kalau sdh baca novel author ni yg ku takutkan tu. takut habis ceritanya., habisnya bikin nagih bacanya
2022-10-05
2