Wira tersentak dengan suara tawa Ganis dan Indi, menghentikkan lamunan masa lalunya dengan Ganis.
"Makan bareng yuk!" suara ibu nyaris tak terdengar karena Indi lebih mendominasi pendengaran disana.
Ganis yang sudah bisa melupakan kata cium ketek itu kembali mencomot bolu caramel di piring, entah doyan atau memang lapar, tapi memang gadis ini senang nyemil padahal ukuran badannya terbilang kecil. Terhitung sudah 4 potong bolu caramel dan beberapa stick balado yang masuk ke dalam perutnya selama Indi mendongeng. Aji mumpung dapet makanan gratisan, sikat ajalah!
"Udah dipanggil bundahara teh, disuruh makan!" Ganis melirik Wira, seakan meminta persetujuan untuk melanjutkan obrolan ini di meja makan dengan makanan yang lebih berat lagi, kemudian Wira mengangguk.
"Aduhh, Ganis masih kenyang loh! Ini aja masih pegang bolu, tapi kalo dipaksa sih ga akan nolak!" jawabnya basa basi bokir. Basa-basi jadul yang bikin Indi nyengir lebar dan terkekeh.
"Mau dibekal juga boleh Nis," balas ibu lembut.
"Sama panci-pancinya bu?! Ibu nih suka mancing-mancing kebahagiaan Ganis aja," seru Ganis melotot, Indi tak lepas menggandeng lengan Ganis meskipun cuma mau ke ruang makan. Wira hanya bisa pasrah berada di belakang kedua gadis yang tingginya hampir sama itu, membiarkan Indi memiliki Ganis saat ini. Indi adalah orang yang paling kencang menangis saat mengetahui Ganis hilang ingatan, dan tak mengenalnya.
"Boleh! Bawa aja, mau dicuciin kan pancinya?!" kelakar ibu membalas selorohan Ganis. Ganis tertawa renyah.
"Ha-ha, buat nimpuk Nata di sekolah bu! Biar ngga berulah lagi," desis Ganis.
"Aaahhh, ini nih yang bikin Indi kangen sama teteh!" rengeknya tiba-tiba Indi malah melelehkan air matanya.
"Eh, kok malah nangis?" raut wajah Ganis berubah jadi panik menangkup wajah imut Indi.
Ibu tersenyum getir, ia mengerti Indi memang tak dapat mengontrol emosinya.
"Indi inget sama pir,"
"Ndi," Wira menegur sang adik seraya menggeleng pelan, Wira rasa Ganis belum saatnya tau tentang pir.
"Pir?" tanya Ganis menggumam.
"Nanti aja pelan-pelan, sekarang mendingan makan dulu!" tukas Wira setengah memaksa dengan membawa kedua pundak Ganis menuju kursi.
"Maaf ya teh, kebawa emosi!" Indi menghapus air matanya dan ikut duduk di samping Ganis.
"Maaf seadanya ya Nis," ucap ibu menggeser-geser mangkuk dan piring di meja makan.
"Wahh! Ini mah bukan seadanya buk, kelewat berada!" balasnya antusias, lihatlah mata berbinar Ganis melihat apa yang ada diatas meja.
Karena diatas meja kini ada gule sapi, perkedel jagung, sambal, acar dan kerupuk udang.
"Aduh! Ganis jadi ngga enak, dateng-dateng minta makan. Tapi dienakin aja lah, karena makanannya pasti enak!" berucap sendiri menjawab pun sendiri. Inilah ciri khas Ganis.
"Bang Nat-nat, Ganis mau maen sama Indi ya ke Gasibu!" tanya Ganis seperti sedang melakukan panggilan telfon.
Lalu Ganis berdehem dan memberatkan suaranya seolah jadi Wira, "Oh iya baby, hati-hati! Jangan pulang kalo uang belum abis!"
Ibu tertawa sendiri jika mengingat kelakuan Ganis itu. Membuat Ganis, Indi dan Wira menoleh bingung padanya.
"Ibu kenapa?" ibu langsung membekap mulutnya sendiri.
"Ah, enggak! Cuma keinget sesuatu, sok atuh dilanjut!" ibu menepis udara.
"Nih, Ganis dulu suka kalo ada kerupuk udang," ibu menggeser toples kerupuk ke dekat Ganis.
"Iya bu, makasih!" angguk Ganis, tatapannya nyalang pada sepiring nasi yang sudah berkuah merah di depannya, kenapa ia sampai melupakan keluarga yang begitu baik ini.
"Teh Ganis, mau nginep engga?" tanya Indi, Ganis yang sedang mengambil kerupuk udang terkejut dengan pertanyaan Indi, ia hanya bisa mengulas senyum meringis.
"Ndi, Ganis masih canggung," tangan yang mulai keriput itu memegang tangan Indi memohon untuk bersabar.
Menginap? Semalaman bersama Wira?! Waduhh! Meskipun ia bisa menerima ucapan Wira tapi ia masih belum mengingat tentang pernikahan keduanya, jadi jangan harap Ganis mau untuk se-intens itu dengan begundal satu ini.
Setelah selesai makan, mereka kembali ke ruang tengah, samar-samar Ganis melihat selembar desain pakaian yang mungkin akan Wira berikan pada editing untuk selanjutnya melewati percetakan.
Vulcan Project, merk dagang milik Wira. Ia merintis usaha itu benar-benar dari nol. Berawal dari ia yang hanya menjual barang orang lain, karena respon positif dari teman-teman satu komunitas bahkan di luaran, apapun yang ia tawarkan selalu ludes terjual meski bukan hal yang mudah untuk itu, ia pernah jatuh bangun dan merasakan tak laku sebelumnya. Otak bisnisnya memang mengalir dari sang ayah. Apapun Wira lakoni demi membantu uang dapur ibu dan uang sekolahnya juga Indi.
Wira juga membuat desain sendiri, kemampuannya memang bakat alami. Tak jarang ia mengirimkan itu untuk project distro partner bisnis, mengandalkan reputasinya yang mengenal banyak komunitas aliran band cadas ia juga sering diajak bergabung dalam event organizer suatu acara maupun konser band dengan aliran keras itu.
Dari kerja kerasnya itu sedikit demi sedikit ia kumpulkan uang modal untuk membuat satu brand merk sendiri, karena usahanya ini pula sekolah Wira terabaikan, baginya pendidikan tidak lebih penting dari uang. Hidup ini keras, yang dibutuhkan dirinya, ibu, dan Indi adalah uang, mengharapkan belas kasihan orang tak akan membuat perut ketiganya kenyang. Terkadang uang pula penyebab perbedaan cara manusia memandang manusia lainnya. Perbedaan itu bagaikan jurang untuk sebagian orang. Wira ingin ia sekeluarga dihargai.
"Vulcan project, apa artinya?" tanya Ganis, dengan alis berkerut, tangannya menggoyang-goyangkan selembar desain milik Wira.
"Vulcan, kamu tau Vulcan siapa?" tanya Wira.
Gadis itu menggidikkan bahunya tak tau, "ga tau. Tukang sostel bukan?" kekeh Ganis.
"Berarti si mang sostel orang Yunani," balas Wira menghentikan ketikan di laptopnya.
"Walah, jauh amat dari Yunani cuma mau dagang sostel di Bandung," ujar Ganis penuh candaan.
"Vulcan itu kalo dalam mitologi Yunani adalah pandai besi, orang yang bikin senjata para dewa-dewi Yunani, pencipta petirnya Zeus, helm bersayapnya dewi Athena. Kalo di Romawi kuno Vulcan adalah dewa api."
"Hebat atuh, bisa bikinin Ganis baju zirah engga si vulcan teh? Kali aja bisa, biar bisa masuk ke warung slebor tanpa tatapan mesum anak-anak sana?" tanya nya mulai melawak. Wira terkekeh tanpa suara, tangannya terulur mengusap rambut lembut Ganis.
"Mau? nanti aku bikinin. Bacaannya istrinya Wira, yakin mereka ngga akan berani liat kamu pake tatapan mesum?!" penawaran Wira membuat gadis ini mencebik.
"Idih, yang ada aku diketawain rame-rame, katanya halu!" mata Ganis kini beralih menatap lembaran lainnya. Ngomongin warung slebor, kenapa bawaannya inget terus si Markonah cekikikan sama Wira yang betulin gesper, mendadak hati Ganis mendidih, bisa kali buat rebus mie pake telor.
"Nata,"
"Hm," ia menoleh dan menatap Ganis.
"Kata anak-anak, umur kamu 20 tahun, tahun ini. Katanya pernah ga naik kelas 2 kali, beneran?" tanya nya hati-hati.
"Iya, dan kamu orang yang paling tau itu termasuk alasannya, semua tentangku cuma kamu yang paling tau," jawab Wira.
"Hm," ada senyum tipis yang tergambar jelas di hati Ganis, meskipun tidak ingat setidaknya ia adalah orang paling penting di hidup Wira dulu, eh apa nih?! Ko gitu mikirnya.
"Kalo kamu bilang aku istri kamu---"
Wira segera memotong ucapan Ganis, "bukan aku bilang, tapi kenyataannya kamu emang istriku Ganis."
Tak!
Jemari Ganis menyentil mulut Wira, "kebiasaan banget kalo aku lagi ngomong dipotong terus," omelnya menggerutu, Wira diam ingin sekali ia mencium bibir Ganis sampai gadis itu sesak.
"Iya, kamu bilang aku..." Wira memicingkan mata menatap Ganis yang kembali salah berucap menurutnya, hingga Ganis menghentikkan ucapannya dan meralat.
"Iya pokoknya gitu aja, aku istri kamu, puas?! Tapi kenapa kamu bilang aku freak, waktu itu?! Nyebelin banget sih, kamu kasar! Tau ngga, aku pengen banget nakol kepala kamu pake palu sampai kepala kamu amblas!" kesalnya.
"Kenapa ngga ditakol atuh? Padahal aku ngarepin kamu bereaksi, pukul aku gitu, timpuk aku pake sepatu kaya biasa kamu lakuin,"
"Dih," Ganis mengerutkan dahinya bingung, dimana-mana orang tak mau di pukul.
"Kamu natap orang kelewat tajem, kaya mau bunuh orang saat itu juga, siapa yang ngga takut hayo?!" ia mengangkat dagu sambil mendengus.
"Kamu, dulu kamu ngga takut sama aku." Tatapan Wira meredup bila ingat dulu, Ganis benar-benar lupa caranya memperlakukan Wira.
"Masa? Cari mati aku kalo gitu," gumam Ganis.
"Emang," setuju Wira.
"Tadinya sempet berfikir mau bunuh kamu pake cara apa, mau cekek kamu sampe sesek nafas terus buang mayat kamu ke jurang, atau cukup tusuk aja terus buang mayat kamu di koper," lanjutnya kelewat santai menjabarkan cara membunuh.
"Ih," Ganis menggidikkan bahunya ngeri, lalu meraih bantal sofa dan memukul-mukul Wira secara brutal.
"Nih! Aku bunuh kamu sebelum kamu bunuh aku!!"
"Nih!"
"Nih!"
Wira malah cengengesan dibuatnya karena pukulan Ganis tak berpengaruh apapun untuknya jangankan sakit, ia malah merasa seperti dipijat.
"Akhirnya aku nemu cara, jadiin kamu istri kayanya lebih bikin nyiksa kamu," kekeh Wira, baru kali ini Ganis melihat senyum tawa di wajah seram Wira, sejak pertama mereka bertemu kembali.
"Nata, kalo aku ga pernah bisa inget lagi gimana? Apa yang bakal kamu lakuin? Karena kayanya kesukaan kita beda, circle temenan kita juga beda, selera apalagi," tanya Ganis mendengus. Wira membalikkan badannya dan badan Ganis, hingga mereka jadi berhadapan.
Tangannya menyentuh dari pangkal rambut hingga garis wajah Ganis, "maka aku akan ulang lagi semua yang udah terjadi sama kita dari awal,"
"Hay Rengganis Kamania, namaku Nata Prawira Adiwangsa, orang yang kamu pukul pake sepatu pas tengah malem di awal kita jumpa," Ganis tertawa renyah.
"Iya gituh?!" alisnya bertaut, Wira mengangguk.
"Kita dulu pacaran?" tanya Ganis.
"Iya,"
"Terus dulu kita pacaran apa-apaan aja? Ngga mungkin kan aku ikut kamu nontonin konser orang yang ga waras?" tanya Ganis, membuat senyuman itu melebar di wajah Wira.
"Kita dulu colek-colekan, terus cubit-cubitan...lanjut ke..."
Ganis mengerutkan dahinya, "ke apa?" wajah polosnya.
.
.
Noted :
Nakol : mukul
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Land19
hayoo lanjut ke apa hayooo
2024-10-17
0
Suzieqaisara Nazarudin
Pir itu siapa?apa anak mereka ya??haduuhh lagi nambah penasaran nih...🤔🤔
2022-09-12
3
rista_su
anaknya ganis m bang nat nat 😢
2022-08-18
0