Ganis menatap bangunan di depannya, tak ada yang istimewa disana. Dibandingkan dengan rumahnya, jelas lebih besar rumah Ganis. Terlampau sederhana untuk seorang Nata Prawira, jika kebanyakan berandal sekolah yang banyak digandrungi lawan jenis biasanya kaya raya, tapi tidak dengan si begundal satu ini.
Tak ada mansion atau bangunan bertingkat, hanya rumah berlantai satu dengan model kuno. Lebih bisa disebut peninggalan sejarah Belanda tepatnya.
"Yuk masuk!" tangan Wira menggenggam dan menuntun gadis itu memasuki pagar besi dengan tinggi se-perut.
Ngikk !
Bahkan suara decitan besi tua, mungkin kurang pelumas terdengar menjerit di telinga Ganis saat Wira mendorongnya.
Hal pertama yang menyambutnya adalah 2 pohon pinus di halaman depan berdiri tegap dan kokoh, beberapa buah pinus-nya terhampar di tanah.
"Rumahnya mirip..."
"Rumah oma Lia? Yang sering ditempatin bi Yeni?" potong Wira, gadis ini mengangguk separuh heran, sedetail itu Wira tau dirinya. Mungkin ini hal sepele untuk sebagian orang bahkan orang-orang akan menganggap ini hal paling tak penting di muka bumi, tapi bagi Wira semua celotehan Ganis adalah hal penting baginya.
Rumah Wira memang mirip dengan rumah keluarga tante Sha, letaknya di daerah yang sama pula.
Rerumpunan bunga mawar merah berkoloni di samping kanan rumah, memberikan aksen indah saat pertama memasuki pagar rumah dengan kursi taman panjang di sudut sampingnya. Kebetulan bunganya sedang bermekaran indah. Semua terasa tak asing lagi bagi Ganis.
"Dulu kamu yang minta semua pohon mawar ini jangan sampai di potong, katanya biar rumahnya lebih berwarna 'ga serem kaya yang punya, kamu juga sering duduk disitu!" Wira tersenyum getir menunjuk kursi, mengingatkan semua kebiasaan Ganis dulu, sementara Ganis sejak tadi memperhatikan beberapa kuntum mawar berguguran kelopaknya.
"Bunga yang tumbuh dari campuran air mata Aphrodite dan darah Adonis yang jatuh ke tanah. Kisah sejarah tragis si dewi cinta menurut mitologi Yunani. Adonis pergi berburu b4 bi hutan jelmaan Ares, yang ternyata ga suka sama hubungan Adonis sama Aphrodite, Adonis mati karena diserang b4 bi hutan itu sampai kehabisan darah, Aphrodite nangis sambil mangku kepala Adonis, dan dari tangisan serta darah itulah tumbuh bunga mawar merah, sebagai lambang cintanya mereka," terang Ganis menatap mata Wira lekat-lekat.
Wira diam terpaku membalas tatapan Ganis tak percaya, "kamu..."
"Itu yang kamu ceritain dulu sama aku kalo ngga salah?" Ganis tersenyum tapi menangis, membuat Wira membawa gadis itu ke pelukannya.
"Kenapa aku sampai ngga inget sama kamu, segitu parahnya aku kecelakaan?" berkali-kali Ganis menelan salivanya kecewa, kenapa tak ada apapun di dalam otaknya saat melihat wajah Wira.
"Pelan-pelan, kita berjuang sama-sama buat balikin ingetan kamu, karena banyak banget hal indah yang terjadi," jawabnya menghapus lelehan bening di pipi Ganis, menggandengnya masuk menjejaki halaman menuju undakan tangga teras depan.
Ceklek
Pintu bergaya jadul, dengan kaca di hampir separuh pintu, terbuka setengah.
"Teh Ganis!" badannya hampir terhuyung demi mendapatkan tubrukan Indi, gadis smp ini memeluk Ganis hangat penuh kerinduan, meskipun Ganis masih terdiam membisu, dan yang jelas ia sangat terkejut.
"Ndi," tegur Wira, gadis itu terlalu excited bertemu Ganis sampai ia melupakan jika Ganis yang ia peluk tak ingat dirinya.
Ia mengurai pelukannya di badan Ganis, usia mereka memang terpaut 3 tahun tapi ukuran badan mereka hampir sama. Entah Ganis yang berperawakan kecil atau memang Indi yang bongsor.
"Ibu udah nungguin teteh di dalem!" ajak Indi, tanpa ijin ataupun aba-aba ia menarik pergelangan tangan Ganis untuk masuk ke dalam. Gadis ini menoleh ke arah Wira seraya mengerutkan dahi dan nyengir tak lebar.
"Bu! Ibu! Coba tebak ada siapa?!" mereka semakin masuk ke dalam melewati ruang tengah hingga sampai ke dapur.
Seorang wanita paruh baya memakai bergo instan berwarna coklat dan daster motif mega mendung senada itu berbalik tersenyum hangat, tatapannya sama dengan Indi saat melihat Ganis barusan.
"Ganis, ya Allah!" ia meninggalkan wajan berisi kuah merah yang sedang mendidih demi menyambut Ganis, aroma rempah khas orang memasak pun memenuhi seluruh sudut ruangan hingga penciuman Ganis, apakah ini opor, gule, atau rendang?
Yang ia ingat pada ibu dan Indi adalah saat keduanya datang ke Jakarta untuk menjenguknya, dan mengira keduanya adalah tetangga mama.
"Ndi, Ganis masih belum bisa mengingat semuanya." Wira masuk dengan menyingkabkan tirai dari biji buah hanjeli di gawang dapur mengikuti para gadis ini menemui ibu, lalu menarik kursi meja makan yang langsung menyatu dengan dapur. Ia hanya sedikit mengingatkan adiknya yang sering terbawa emosi, agar tak terlalu memaksakan ingatan Ganis.
"Nggak apa-apa, pelan-pelan aja ya neng!" jawab ibu, tangan tua nan lembut itu menyusuri lengan sampai ujung jari Ganis, memberikan sentuhan lembut seorang ibu.
"Teh Ganis beneran ngga inget kalo punya adek ipar kece badai kaya Indi?!" serunya manyun, ada raut kecewa tapi ia mengerti, saat Ganis menggelengkan kepalanya.
"Ganis sudah makan?" tanya ibu, Ganis mengangguk, "udah bu."
"Tapi disini belum kan, yuk ikut makan!" ajak ibu kembali memeriksa masakannya.
"Kalo gitu ku tinggal mandi dulu ya sebentar," ijin Wira beranjak sepertinya Ganis oke-oke saja ia tinggal bersama Indi dan ibu.
"Iya hush! A Nata pergi aja lah, Indi mau cerita banyak sama teh Ganis tentang dulu, biar teh Ganis inget punya adek ipar yang pemes kaya Indi!" Indi masih tak mau melepaskan sebelah lengan Ganis.
"Iya," jawab Ganis mengangguk, siapa tau cerita Indi bisa membuat ingatannya pulih, ada banyak hal yang ingin Ganis ketahui tentang masa lalunya dengan Wira alias Nata. Ibu menggelengkan kepala, "Ndi, pelan-pelan aja. Jangan sampai bikin Ganis-nya kenapa-napa."
"Ashiap! Jangan kuatir bu, Indi mah kalem orangnya, kan calon psikolog!" jawabnya membawa Ganis ke ruang tengah, Ganis hanya bisa pasrah saja mengikuti Indi, ditarik kesana kemari seperti domba kecil marry.
"Ndi, kasih istirahat sama minum dulu atuh!" teriak ibu.
"Iya bu,"
Indi membawa Ganis duduk, seolah ia tamu kehormatan. Ternyata ada yang lebih posesif memperhatikan Ganis melebihi Wira.
"Teh, mau minum apa? Sirup, teh manis, es teh manis lemon, kopi, susu?" tawarnya nyeroscos seperti karyawan sebuah cafe.
Ganis terkekeh, "kaya cafe ya, ga apa-apa air putih aja, biar ga ilang fokus!" jawabnya, Indi cekikikan.
"Teh Ganis-nya Indi! Kangen pisan Indi sama teteh, kangen becanda bareng sambil kutex'an," ia malah memeluk Ganis. Bisa dilihat jika sepertinya hubungan keduanya dulu cukup dekat.
Indi melepas pelukannya dan beranjak menuju dapur, "Tunggu Indi ambilin ya, yang dingin atau yang biasa?" teriaknya kembali mrnyembulkan kepala di ambang pintu penyekat.
"Yang biasa aja deh,"
"Oke, ditunggu ya pesanannya! Air putih langsung dari galon!" pekik gadis smp berambut pendek itu.
"Bukan langsung dari gunung?" tanya Ganis.
"Waduhhh, kalo langsung dari gunung Indi capek, keburu pulang teh Ganisnya atuh," pekiknya samar.
Ganis tertawa kecil, selanjutnya yang ia lakukan adalah memperhatikan satu persatu sudut ruangan tengah rumah ini. Ia melepas sling bagnya, tangannya terulur menyentuh setiap benda disana.
Kilas balik semua yang terjadi di ruangan ini seakan memenuhi ruang otak Ganis, seperti ia yang tertawa terbahak bersama Indi, pernah juga ia berdebat dengan Wira bahkan bercum bu disaat kondisi rumah sepi pun kini terputar jelas. Ia merasa seperti seorang penjelajah waktu saat melihat ke sekeliling.
"I love you Nata,"
"Love you too Ganis,"
Sentuhan Wira membuatnya tergelonjak kaget, "astagfirullah, kaget ih!" omelnya. Dan pemandangan ini membuatnya seperti salah tingkah sekaligus merona, ketika Wira kembali sudah dalam keadaan rambut acaknya yang basah, dan t shirt skull hitam, juga celana pendek selutut. Jangan lupakan aroma vanilla citrus yang menguar.
Ganis menyentuh gambar di baju Wira, pemuda itu mengikuti pergerakan tangan Ganis, "kenapa?"
"Baju bang Nat-nat..." ujar Ganis.
.
.
.
Noted:
*excited : heboh, antusias.
*pemes/ famous : terkenal
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
aas
huuuu dri awal udh bkin mewek aja nih ceritanya 😭
2025-03-29
0
Tak Bo Gem
terharu uuuuu 😭😭😭
2024-06-05
1
Ismi Azizah
kayak gk asing seperti suara apa ya 🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2023-05-27
0