Suara mengobrol dua orang lelaki terdengar sayup-sayup dari balik pagar tembok se-dada memasuki rumah.
Mendapati punggung Ganis sedang menjemur pakaian seragam, membuat Gemilang tak menyia-nyiakan moment untuk menggodanya. Waktu 7 bulan bukan waktu sebentar untuk Nata, menunggu Ganis. Setelah kepulihan Ganis, 2 bulan di sekolah keduanya seperti orang asing, Ganis justru membenci Nata, cukup membuat hati Gem dan kedua orangtua Ganis mencelos kasihan. Bagaimanapun Nata Prawira adalah suami sah Ganis, meski dulu sempat ada penolakan dari mereka, sebab mengetahui Nata adalah seorang pemuda berandal dan badji ngan yang menjerumuskan Ganis dalam pergaulan sesat. Dibalik itu semua rasa sayang Nata pada Ganis melebihi apapun, lelaki ini bahkan rela bolak-balik Jakarta-Bandung demi melihat pengobatan Ganis dari kejauhan, karena Ganis tak mengenalinya, jangan lupakan juga semua biaya selama ini. Disitulah hati Gemilang luluh, melihat perjuangan Nata. Sebenarnya baik Nata ataupun Ganis tak memberitahukan masalah kemarin pada keluarga Ganis, jika Wira ternyata sudah mengatakan status mereka pada Ganis.
"Gua cuma mau Ganis cinta gua seperti dulu, Gem. Bukan memaksanya untuk bersama kembali,"
Pada dasarnya manusia itu sama tak ada yang mau dipaksa begitupun Ganis.
Puk--puk!
"Gua sama mama-papa bantu, tenang aja!" sudah seperti kaka ipar betulan gayanya.
"Lu juga mesti lulus tahun ini Nat, bareng sama Ganis, di Indonesia ini selembar ijazah sangat diperlukan ketimbang skill, ya gua tau lu ada usaha dan sudah berkembang, tapi jangan lupakan pendidikan!"
"Tuh, bini ga ada akhlak lu lagi jemur baju. Udah diajarin mama biar ngga manja lagi, karena sekarang keadaannya udah beda. Apa-apa 'ga bisa langsung beli tanpa pemikiran, dibanding buat bayar ART mendingan buat beli beras, lu terlalu manjain dia dulu, keenakan dia-nya!" tawa miring Gemilang.
Wira duduk di lantai keramik sementara lututnya ditekuk menjejak rumput jepang sekitaran halaman samping, pemandangan indah dimana gadis cantik sedang mengibaskan seragam hingga mencipratkan air rendaman pelembut.
Jebrettt!
"Ga kurang kenceng tuh ngibasinnya?" Ganis melirikkan mata mendeliknya, wajah yang diolesi masker membuat Gemilang tertawa seperti menyaksikan pelawak beraksi, karena wajah adiknya ini lebih mirip nenek lampir versi ko lor ijo.
"Si bocah--bocah, ampun da!" begitupun Wira yang terkekeh sekilas.
"Coba bang Gem jongkok disitu, terus Ganis kibasin pake seragam, siapa tau ketabok langsung ganteng!" jawabnya kalem tapi sarat akan cibiran.
"Cimol--cimol," kepalanya menggeleng sambil menghampiri Ganis dengan tangan berkacak pinggang.
"Cireng--cireng," balas Ganis kembali. Jika satu geng dengan Galexia, sudah dipastikan termasuk ke dalam barisan gadis-gadis bermulut nyablak, tak ingin kalah walau sepatah katapun.
"Adik kaka sama-sama terbuat dari aci, sejelek itu ya bibit papa," sahut papa, entah sejak kapan melihat perdebatan cimol dan cireng.
"Ganis, itu muka kamu diolesin apa? ta*i munding? Meni hejo kitu?!" Ganis berujar sewot dan ngegas.
(ee' k3_bo? Hijau gitu?!)
"Ha-ha-ha," Gemilang menahan perutnya yang pegal, begitupun Wira melihat wajah cemberut Ganis sangat lucu.
"Ih papa, masa ta*i munding! Ini masker teh hijau lah! Biar muka Ganis ga item kaya bang Gem! Sampe bingung, itu muka apa jalabria," jawabnya. Papa tertawa, selalu dan selalu perdebatan Gem dan Ganis menjadi hiburannya.
"Apa papa mesti punya anak lagi gitu ya, biar lebih rame?!" pria beruban itu menghayal yang jelas-jelas itu imposibble sambil menggenggam koran paginya, percuma saja ia bawa-bawa koran toh! Saat ini malah asik melihat lenong bocah kedua anaknya.
"Enggak!" sentak keduanya. Gilak saja di umur mereka yang harusnya sudah memiliki anak malah punya adik bayi.
"Kompaknya anak-anak papa," papa cekikikan membuat kerutan di sekitar matanya berlipat-lipat.
"Nat, ko duduk disitu? Sini, duduk sini! Kaya siapa aja duduk jauh-jauh gitu!" pinta papa, sontak saja raut wajah Ganis sedikit keruh dan bertanya-tanya, apakah harus ia bertanya pada rumput yang ia injak kenapa bisa keluarganya menerima dengan tangan terbuka si antipati ini. Dia tuh berandal loh!!!! Senyum aja mahal, Ganis semakin yakin untuk mengintip buku nikah yang diberikan Wira kemarin.
"Ada tamu, dikasih minum!" ujar papa menyambung ucapannya. Gadis dengan surai panjang berbandana ini manyun, menumpahkan sisa-sisa air rendaman pelembut ke arah pohon belimbing yang masih kecil hingga air wangi itu mengucur ke tanah tempat akarnya berada.
"Kan itu udah," jawab Ganis tunjuknya dengan dagu.
"Udah apa, itu mah minum dia sendiri, ga nyopan!" balas Gemilang sewot, emang minta disleding adiknya ini.
"Dianggurin!" tawa Ganis masuk ke dalam.
"Minta dicekek si cimol! Nis, abang juga ya!" pekiknya di akhir.
Ganis masuk ke dalam menenteng ember, melihat anak gadisnya ini masuk mama tersenyum simpul, "Gem sama Nata udah pulang ya?"
"Udah ma,"
Mama mengambil ember di tangan Ganis yang belum sempat ia taruh di kamar mandi, "sini embernya! Nih ambil, anterin ke Nata," senampan berisi satu teko sirup sirsak dan dua gelas bening disodorkan ke tangan Ganis setengah memaksa.
Percayalah, alis Ganis saat ini mengangkat sebelah karena bingung dengan keadaan keluarganya. Mendadak semua jadi nempel dengan Wira. Mau tak mau ia menurut, membawa nampan itu ke halaman, "tapi Ganis cuci muka dulu,"
...----------------...
"Hatur nuhun neng," ujar Gem menerima.
"Dih, jijik!" gidik Ganis.
"Nis, temenin dulu Nata sebentar, abang mau mandi!"
"Kenapa bukan papa aja yang..."
"Pa!!!" potong mama berteriak dari dalam. Sungguh insting mama bagai insting burung hantu, memiliki infrasound dapat mendeteksi adanya badai dan tsunami yang akan mengganggu rencana mereka.
"Papa dipanggil mama dulu ya, anteng-anteng kalian!" Papa buru-buru melipat koran dan beranjak masuk ke dalam, menyisakan Ganis dan Wira.
Lama mereka terdiam dengan Ganis yang duduk berjarak di kursi bekas papa "Nis, mau ikut main ke rumah ngga?"
Ganis pun menatap wajah datar Wira yang menyisakan wajah aga berminyak mungkin karena tadi lari pagi, "jauh engga?"
"Pake motor," jawabnya kilat.
Antara ragu dan penasaran, "aku minta ijin dulu mama--papa." Wira mengangguk memberikan senyuman singkat dan tipis. Senang pun tak ada ekspresi berlebihan darinya, sangat minim. Fix Wira emang si pangeran kegelapan.
Jika di depan orang lain, sudah dipastikan Ganis akan langsung menolak Wira, tapi tak tau kenapa semua yang sudah terjadi padanya dan Wira akhir-akhir ini, membuat Ganis penasaran. Harapan Ganis adalah ia akan mengingat semua yang sudah pernah terjadi di hidupnya, termasuk masa lalunya dengan Wira.
"Aku tunggu." Ganis mengangguk singkat dan masuk ke dalam rumah.
Jangankan ijin, Ganis baru saja mangap ijin mereka langsung turun, seakan bisa menebak apa yang akan Ganis bicarakan seperti cenayang.
"Ma--pa," suara Ganis sontak mengejutkan mama dan papanya yang sedang duduk di meja makan sambil nyemil cracker, keduanya setengah tergesa dengan so sibuk memperhatikan wastafel dapur padahal tak terlihat ada masalah disana, patut di pertanyakan sebenarnya yang rusak itu wastafel atau otak mama dan papanya, karena jelas-jelas si wastafel yang baik-baik saja dikambing hitamkan.
"Ga usah pura-pura lah, Ganis bukan anak paud." Decaknya menggerutu, mereka menampilkan senyuman khas kalau orang ke gap lagi boong alias nyengir kuda.
"Ma--pa, Ganis..."
"Mau main ke rumah Nata kan? Sok, sok...sana maen aja! Hati-hati aja di jalannya ya," ujar mama diangguki papa, "yang anteng mainnya!"
"Aneh deh!" Ganis ssmakin yakin jika mama, papa dan Gemilang memang dalang di balik kejadian hari ini.
.
.
.
Noted :
Sok : silahkan (bahasa sunda)
Imposibble : mustahil.
jalabria : penganan sunda seperti gemblong hanya saja terbuat dari tepung ketan hitam di balut caramel gula putih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Yus Ys
/Grin//Proud//Grin//Grin//Grin//Grin//Grin/
2024-05-03
2
Ramadhan Malik Al - Kahfi
fix turunan wirosableng
2022-11-27
0
yanti sasongko
fix... anaknya lord Voldemort
2022-10-29
0