"Keluar kalian!!" teriakan seram pak Dirga memekik dari dalam ruangan kelas IPS 2, saking jelas dan lantangnya suara si bapak sampai terdengar ke kelas Ganis.
"Pasti lagi marahin anak-anak bandel da!" ujar Rindu. Sejurus kemudian beberapa kepala terlihat bergerak melintas dari kelas IPS 2 di depan kelas IPS 1, tempat dimana Ganis berada. Tanpa menoleh sedikit pun pemuda itu berjalan bersama beberapa siswa bermasalah lainnya, begitu lurus, tajam, dan datar. Membuat siapapun akan merasakan aura dinginnya, tak seperti aura Damar yang acak-acakan, bagi anak-anak remaja laki-laki, sosok Wira begitu di segani. Mungkin karena parasnya, atau mungkin karena tindak-tanduknya selama ini yang menurut mereka terbilang keren. Bagi anak muda tanggung yang tengah mencari sosok jati diri Wira adalah role model.
Hukuman fisik seperti lari mengelilingi lapangan, push up, sit up, ataupun skot jam merupakan hukuman biasa dan terbilang cocok untuk mereka, ditambah dengan membersihkan toilet atau sekedar menyapu halaman dan membantu para penjaga sekolah membersihkan lingkungan sekolah.
***
Percayakah jika Tuhan memang menyayangi hambanya? Maka inilah jawabannya, sudah tak terhitung berapa banyak dosa yang dibuat seorang Nata Prawira, tapi Allah tak meninggalkannya. Seakan memberikan jalan untuk memuluskan ikhtiarnya.
Jadwal olahraga IPS 1 dan 2 secara kebetulan memang dalam satu hari yang sama dan guru olahraga yang sama.
"Renangnya disatuin sama kelas sebelah ya?"
"Iya!" jawab pemuda dengan potongan rambut 2 cm yang kini berkeliling menagih uang renang.
"Ikut engga?!"
"80 ribu,"
Ganis menghela nafas lesu dan memperhatikan 2 lembar uang pecahan 10 ribuan yang nampak seperti sedang menertawakan nasib Ganis, ingin rasanya ia mengurungkan niatan untuk ikut pelajaran berenang, tapi namanya sudah dicantumkan Salman si ketua kelas bersama uang yang baru saja diberikan Ganis padanya.
Bibirnya maju ke depan, mengetahui Wira ikut juga.
"Tuh liat, orang gagal kaya ya begitu, uang 20 ribu aja diliatin mulu takut ada yang rampok!" ledek Damar duduk mengangkat kedua kaki di kursi serasa lagi liburan, wajah Ganis memang selecek uang di saku Damar.
Rindu menertawakan sikap Ganis dimana ia selalu gagal menghindari Wira. Ia sangat tau jika temannya ini sedang berusaha menghindari si apatis sekolah itu, bahkan saat ini orang yang sedang dihindarinya itu sedang berdiri di lapangan karena hukuman.
Rupanya semesta lebih berpihak pada Wira, "kasian banget anak gue!"
"Nanti gue traktir popi mie deh!" tawar Rindu, mencoba menghibur Ganis. Kali aja makanan favorit para remaja kalo lagi gabut itu bisa membuat semangat Ganis kembali 45.
Satu persatu anak-anak di kelasnya sudah meninggalkan sekolah menuju hotel Oasis di daerah siliwangi, lokasi tempat pak Ahmad mengadakan pelajaran berenang.
"Gambreng deh! Yang duluan nebeng gue siapa?!" pinta Damar, karena diantara ketiganya hanya Damar yang memakai motor. Ganis dan Rindu saling menatap, seolah memberikan jawaban, "ga tau!"
"Mau ngga? Biarin lah gue mah bolak-balik! Ikhlas!" jawabnya so superman. Ketiga trio macan ini masih berdiri di depan gerbang, menghalangi jalanan orang. Gender Damar mah bisa dikondisikan lah!
Titt!
"Minggir Mar, mau gue tabrak loe?!" sarkas Raja membonceng Yola. Ganis mengikuti pergerakan motor Raja seraya menyingkir. Mesra-mesraan bersama Aneu tapi boncengin Yola, ga beres nih anak! Ganis menggeleng.
"Nis, ada tebengan ngga?" tanya Uki, teman sekelasnya.
"Mau naik umum aja lah!"
"Mar, Ndu...duluan aja kalian berdua biar gue naik angkot, tuh ada Sava sama Maira juga naik angkot!" tunjuk Ganis ke arah sebrang sekolah, dimana angkot sedang ngetem menunggu angkutan agar penuh, biar tak rugi solar (kok solar thor, suka-suka lah si mimin lagi ngidam solar) si sopir menyiasatinya...sekali angkut tak boleh sampai ompong.
"Beneran Nis?" tanya Rindu merasa bersalah sekaligus tak enak.
"Bener!" Udah sana, gampang lah gue abis ini nyebrang!" jawab Ganis menepuk Rindu.
"Kalo kita duluan nyampe, nanti gue jemput deh Nis," pesan Damar.
"Gampang itu mah!" Ganis mengumbar senyumnya seraya berdadah ria pada kedua temannya yang semakin menjauh.
"Sama aku aja Nis," tiba-tiba saja tangan Ganis dipegang Uki tanpa permisi.
"Eh apaan nih, ga usah!" Ganis ingin menarik tangannya tapi Uki malah mengelus tangan halus Ganis.
"Nis, aku mau ngomong sesuatu!" ucapan itu menghentikkan gerakan berontak dari Ganis.
"Bisa lepas dulu engga, ga usah dipegang-pegang juga bisa kan?!" sengak Ganis galak.
"Ya elah Nis, masa cuma dipegang doang ngambek. Pegangan mah udah biasa kali," senyumnya mendengus, membuat rasa hormat Ganis pada si wakil ketkel manis ini merosot tajam.
"Sorry bray! Bisa lepas ngga tangannya?!" Uki dan Ganis menoleh.
"Eh, Ra! Mau ke kolam juga? Duluan deh," jawabnya so kenal so akrab pada Wira.
"Ganis buru naik!" pinta Wira tanpa ingin menjawab pertanyaan Uki, bahkan tatapan membunuhnya tak melepas sosok Uki. Tak tau sihir apa yang dimilikinya, untuk saat ini Ganis hanya berfikir jika Uki lebih berbahaya dibanding Wira.
"Tapi gue mau naik..."
"Naik atau gue p3r ko_s@ loe sekarang!" ancam Wira lebih menohok, tak usah repot-repot berbisik di tempat sepi untuknya mengancam Ganis. Maju kena mundur kena ini namanya Nis!
"Kamu lebih takut aku atau dia?!" ujar Wira tegas.
Ganis akhirnya menurut, karena bukan tidak mungkin pemuda di depannya itu akan melakukan apa yang ia ucapkan.
Nafasnya serasa memburu, gugup dan badannya mendadak panas tapi pun dingin. Entah kenapa dari sekian puluh anak yang dikenalnya di kelas tak ada satu pun yang mau ngajakin Ganis bareng gitu, biar ada alesan buat nolak ajakan kedua lelaki kurang sajen ini, sampai kakinya berpijak di step motor Wira pun tak ada yang memanggil Ganis, wassalam deh Ganis!
"Pegangan," suaranya teredam helm. Ganis berpegangan pada tas Wira, jangan kira gadis ini akan nempel memeluk Wira kaya kembar siam, sorry dory mory strawberry nih! Karena jelas ia tak akan sudi melakukannya.
"Udah," jawabnya. Motor melaju keluar dari sekolah, tak pernah naik motor Wira tapi benaknya berkata lain, ia merasa seperti sering pergi kemanapun diantar kendaraan roda dua ini.
"Besok-besok siapin bangku lah kalo Ganis mau naik! " terdengar tawa renyah seorang lelaki, dan sentuhan tangan mengacak rambut Ganis.
Ganis sempat terhenyak sebentar mengingat sepotong memori lalu ia menggeleng, ini salah Ganis ini salah!
"Stop! Stop!" tangan mungil itu menepuk pundak Wira seperti penumpang ojek.
"Gue turun disini, mau naik angkot aja!" merasa tak di dengar Ganis mengetuk-ngetuk helm Wira.
Tuk--tuk--tuk, "hello! ada orang nggak?!" pekiknya.
"Bisa diem ngga?! Atau mau beneran lakuin itu disini?! Dan pasti kita bakalan absen renang?"
Ck, si@*lan! Ganis mencebik.
"Lakuin aja! Gue ga takut, gue tau lu cuma gertak doang!" tantang Ganis.
"OO, oke! Dengan senang hati!" Wira menghentikkan laju motornya di depan sebuah bangunan bekas rumah, yang tinggal berbentuk rangka dengan rumput liar tumbuh subur setinggi-tinggi dada Ganis. Belum lagi kondisinya yang seram, mirip rumah hantu.
Ia melepas helmnya dan menarik Ganis untuk turun secara kasar.
"Eh!" Ganis berontak, dengan memukul dan menendang, tapi untuk urusan satu itu Wira sudah hafal. Ia sudah tau akan bagaimana jadinya, Wira memegang kedua pergelangan Ganis dengan cengkraman kuat, usaha Ganis untuk melepaskan diri hanya sebuah gerakan kecil bagi Wira mengingat pemuda ini terbiasa berkelahi.
Meski tak sedikit kendaraan yang melintas tapi daerah ini adalah area satu jalur dan terbilang sepi membuat kendaraan yang melintas melaju begitu cepat, tak akan sempat melihat keduanya.
Ganis semakin dilanda panik, saat dengan santainya Wira melangkah masuk memaksa membuka pagar besi berkarat dengan sekali tendangan kakinya saja, "brakk!" dan menariknya masuk. Apakah ia penghuni sini? Sejenis jin atau setan?
"Wira!!" pekik Ganis menarik-narik kedua tangannya, masih berusaha melepaskan diri.
"Wira kalo lu nekat, gue lapor polisi ya!"
"Ga takut!"
"Gue bakalan jadi orang pertama yang cincang lu! Gue kasih anu lu ke buaya !"
"Keluarga gue bakalan uber lu kemanapun! Sampe lubang semut sekalipun! Gue bakalan acak-acak warung slebor!" bukannya takut Wira malah menyipitkan matanya demi tertawa tanpa suara, melihat wajah panik Ganis sangat menggemaskan, ia sudah sangat rindu dengan ini. Tak bisa menahan lagi, semua ukuran terbesar di jagat raya ini tak sebanding dengan besaran rasa rindunya terhadap Ganis.
"Ga mau!!!" Ganis menggeleng cepat sambil melelehkan air mata.
"Mama!!" meweknya seperti bocah tk kebelet pipis. Benar saja, saking takutnya ia merasakan sesuatu yang hangat dari bawah sana.
"Huwaaa, kan gue pipis!!" kaki Ganis sedikit terbuka lebar, ia menundukkan kepala melihat ke arah rok abu, meskipun tak begitu terlihat basah, namun bisa ia rasakan jika dal4 mannya sudah becek.
Wira meledakkan tawa sampai memegang perut alot-nya.
"Wira, gue pipis! Lu breng sek! Ini gimana?!" tanpa disadari Ganis, kini malah Ganis yang menarik-narik jaket Wira sambil menangis. Wira menghentikkan tawanya, lalu menatap Ganis serius, dimana gadis itu masih sesenggukan dan memaki dirinya dengan umpatan-umpatan kasar.
"Aku kangen kamu Nis, kamu ngga kangen sama Bang Nat-nat?" Wira menangkup wajah Ganis dan menghapus air mata di pipi Ganis dengan sentuhan kedua jempol, ia menangis lebih kepada malu sebenarnya. Di tengah sesenggukannya Ganis mengernyitkan dahi, "bang Nat-nat?!"
"Nama kesayangan yang kamu kasih buat aku, NATA PRAWIRA ADIWANGSA,"
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Winar hasan
mudah2an ada flasback ya gimana wira ma ganis dr pacaran ampe nikah trus kecelakaan
2023-01-03
2
𝕾𝖆𝖒𝖟𝖆𝖍𝖎𝖗
Wkwkwkwk lucunya Ganis ampe pipis di cd
2022-11-03
1
fiendry🇵🇸
baru kali ini baca novel authornya otak pun ikutan bekerja,, ini kenapa ya? apa yg terjadi?
bagus thor novelnya
2022-10-05
1