Urat kepalanya menegang, beberapa kali ia mengerjapkan bulu mata indahnya, begitupun kepala yang sedari tadi ia ketuk-ketuk tak memberikan efek apapun. Rindu berteriak namun suaranya seperti jauh.
"Oke, tapi abang minta sun dari Ganis! selalu kabari abang, jangan macem-macem disana. Jangan nakal!"
"Siap abang, Ganis sama pir pamit ya, say good bye to ayanda pir!!"
Lalu sejurus kemudian ia melihat keduanya berciuman.
"Nis, mau ke UKS atau pulang aja?"
Akhir-akhir ini Ganis selalu saja mengalami kejadian itu. Mungkin ia harus bilang pada mama dan papa, jika belakangan ini kepalanya selalu mengalami halusinasi dan nyeri. Apakah sudah jadwalnya ia kembali menemui dokter spesialis saraf, dokter Burhan yang sudah menanganinya sejak bangun untuk pertama kalinya selepas tragedi kelam itu, ia adalah kenalan suami dari sepupunya.
"Gue ngga apa-apa Ndu," jawabnya segera menyeka keringat dengan lengan jaket hitam. Ganis mengernyit, bukankah tadi ia sudah melepas jaket ini? Ngomong-ngomong kemana pemuda yang tadi bersamanya.
"Beneran? Ntar di kelas loe malah kejer?" kekeh Rindu.
"Cih, enggak lah!" Ganis memijit-mijit kepalanya yang masih berdenyut berharap bisa segera reda dan membaik.
Rindu memeluk Ganis sambil terkekeh, "abisnya gue takut loe kenapa-kenapa barusan, kaget dong gue-nya!" ia mengelusi dada sendiri saat sudah mengurai pelukan lalu mengacak rambut Ganis.
"Gue ga apa-apa asli! Cuma efek dihukum tadi kayanya," tawa palsu penuh kegetiran sengaja ia ciptakan agar Rindu tak khawatir.
"Ya udah, kuat enggak ke kelas? Mendingan ke UKS deh yuk!" ajaknya memperhatikan wajah pucat Ganis. Tapi gadis itu menggeleng, "ga usah. Cuma nanti minum suplemen aja kalo udah di rumah."
Rindu membantu Ganis dengan merangkulnya berjalan menuju kelas.
"Makasih ya Ndu," Ganis berjanji tak akan lagi memaksakan kerja otaknya jika tak mau kejadian seperti tadi terulang kembali.
"No problem, kita bestie cuyung!"
"Sayang lu deh ma, sayang papa Damar juga!" tawa Ganis renyah.
"Damar kemana Ndu?" tanya Ganis menoleh pada Rindu, sahabatnya ini malah mengulum bibir, "emh tadi dia nemuin Wira."
Alis Ganis mengerut, "buat apa? Udah deh, ga usah punya urusan apa-apa sama dia! Cukup hari ini terakhir!"
"Loe diapain sih Nis, sampe kaya gini? Loe ga dile cehin kan?!" Ganis langsung menjawabnya dengan gelengan cepat.
"Amit-amit!"
"Ya--gue cuma takut aja lu kaya yang lain, kalo diliat kan temen gue ini cantik, banyak yang suka pula! Denger kabar kata anak-anak kan Wira gitu, ga tau bener enggaknya, si Raja sih bilang diantara mereka cuma Wira yang ga doyan, tapi ga percaya lah cowok sekelas Wira ga tergiur, secara cewek nakal banyak yang nyerahin diri sama dia, orang si Raja aja pernah nyicip si Aneu. Dari tongkrongan warung slebor kan ada Suci cs, kadang suka liat juga Suci suka nempel-nempelin to*ket-nya,"
Ganis menggidik geli sekaligus jijik, "idih!"
Rindu mengangkat kedua alis dengan wajah penuh selidik, "nah ini pake jaket dia, ngapain coba? Katanya ga mau punya urusan?!"
"Suka ya?!" telunjuk Rindu mencolek hidung Ganis, menatap gadis itu dengan rasa ingin tahu.
"Enggak lah! Mana mungkin gue suka sama modelan bekasan gitu begundal pula, serem!" ia menggidikan bahu.
Rindu melengkungkan bibir dan mengangguk setuju, "agree!"
"Damar gimana?" celetuk Ganis.
Raut wajah Rindu terlihat berubah, memerah, malu, dan tentunya ia tutupi dengan sikap sewotnya, "apanya? Emang si gemblong kenapa?!" ia menatap Ganis dengan wajah kebingungan palsunya.
"Ga usah pura-pura ga tau deh Ndu, Damar udah nembak kan? Terima aja Ndu, nanti keburu di gaet orang kan kamu sendiri yang nyesel. U love him!" Ganis mengangguk singkat.
"He's chessy boy," balas Rindu seperti men'thesah, pandangan mereka lurus ke depan selasar tapi pikiran mereka berkelana.
Ganis menggeleng, "engga! He is romantic, he's special kaya martabak telor bebek!"
"Ridiculous of course!" Rindu mengangguk kini ia sangat yakin dengan pemikirannya, keduanya tertawa.
"Dia langka kaya raflesia arnoldi!" keduanya kembali tertawa puas padahal hanya membayangkan Damar saja.
"Menurut loe, gue harus terima aja nih?" keduanya menghentikan langkah saat hampir mendekati kelas.
"Yap!" Ganis menoleh dengan senyum pasti, "gue dukung seratus persen! Tapi akur-akur ya, jangan pada berantem! Gue ga mau papa mama gue cerai!"
"Ck, ini nih! Dia tuh kadang suka bikin emosi gue meletus kaya gunung berapi!" mengingat itu Rindu jadi kesal sendiri.
"Tapi dia pinter buat redain emosi loe!" jawab Ganis, keduanya melanjutkan langkah mereka. Raut wajah Ganis kembali redup saat di ujung sana sangat jelas terlihat Wira tengah menatapnya lekat, seperti sorotnya itu hanya tertuju untuknya. Matanya memang selalu begitu jika menatap orang meski kali ini terlihat melunak.
"Nis, besok-besok kalo mau kemana-mana barengan gue sama Damar ya. Ko gue jadi worry deh kalo si Wira jadiin loe bahan rujakan dia atau sesuatu yang ga beres," tatapan Rindu tak kalah getir dari siapapun.
"Iya," Ganis merasa dirinya salah tingkah dipandang tanpa pernah usai, ia tak nyaman. Ingin rasanya ia pergi dari bumi, dan menetap dimana tak ada Wira di dalamnya.
"Nah lo!! Malah pada bengong disini," Damar muncul dari dalam kelas mengejutkan keduanya.
"Heh gemblong, ga usah ngagetin! Kalo gue jantungan gimana!" sarkas Rindu mendorong keras jidat Damar.
"Elah, gitu aja kaget! Kaya mpok Ati," nyengirnya lebar menampilkan gigi gingsulnya sebagai pemanis. Ganis tersenyum dengan kelakuan konyol mereka, selalu bertengkar tapi saling sayang.
"Buru jadian lah! Ga sabar gue mau minta peje!" ucapan Ganis membuatnya seketika membatu.
"Malah pada diem gini, gue masuk lah!"
"Ganis!" suara perempuan yang ia kenali terdengar dari arah belakang Ganis.
"Mama?"
"Kamu ngga apa-apa? Kepalanya masih sakit?" mama terlihat khawatir dengan menangkup pipi Ganis, meneliti keseluruhan wajah dan badan Ganis.
"Tante?!" Rindu dan Damar salim pada mama Reni.
"Mama kenapa kesini?"
"Mama tau dari pihak sekolah! Mama mau jemput kamu," jawabnya.
"Tapi Ganis ngga apa-apa ma,"
"Sukur kalo gitu, jam pulang kamu sebentar lagi kan? Biar mama tunggu aja di kantin. Ketemu sama temen bekas alumni sini juga!" jawabnya tersenyum.
Ganis mengangguk, "ga apa-apa emangnya?"
"Ga apa-apa, mama tunggu."
Pandangan mama berpaling ke arah belakang Ganis dan mengangguk tipis.
"Ma, Ganis masuk deh!" ijinnya.
"Iya nak,"
...****************...
Ganis merebahkan badannya, tak ada obat-obatan khusus untuknya yang diberikan dokter Burhan, selain dari suplemen dan pereda rasa nyeri seperti aspirin atau acetaminophen, dengan catatan jika Ganis merasakan sakit kepala. Dokter Burhan berpesan agar Ganis tak memaksakan kerja otaknya untuk menghindari komplikasi cedera otak yang sempat dialaminya. Biarkan memori itu kembali dengan sendirinya.
Sejenak Ganis mengingat saat awal ia tersadar dari tidur panjangnya, butuh waktu berbulan-bulan ia pulih, melakukan terapi okupasi dan kognitif, yang diingatnya hanya ia berjuang untuk bisa kembali normal. Hingga tanpa sadar Ganis terlelap untuk beberapa saat dengan jaket Wira masih menempel di badan Ganis.
Ganis turun dari kamar, sepaket wajah bantal dan rambut acak-acakannya, rok abunya juga sedikit kusut.
Dengan menggeret sendal kelinci menuruni anak tangga, Ganis sampai di dapur, meraih gelas dan menuangkan air dingin dari kulkas. Tidak seperti di tv-tv yang langsung menyalakan keran wastafel dan meminum airnya. Air disini tak dapat diminum langsung mentah-mentah.
"Wah!!! Pake punya si Nat-nat tuh!" Tembak Gemilang refleks ia mengatupkan bibir, terkadang mulutnya memang tidak bisa diajak kompromi.
"Apaan deh! Dateng-dateng asal tembak aja! Ga ngerti lah!" Ganis membuka jaket dan memasukkan itu ke dalam mesin cuci, biar digiling saja disana. Besok ia akan mengembalikan jaket itu pada si pemilik meskipun nyawa taruhannya. Berasa kaya mau perang! Memang benar, besok perangnya dan Wira akan dimulai, mungkin kini tak akan terelakkan lagi. Perkataan Rindu ada benarnya, ada kemungkinan Wira mengincarnya untuk jadi sasaran bullyan.
"Katanya tadi mama jemput Ganis di sekolah?" tanya Gem mengalihkan pembicaraan.
"Iya, tadi pusing Ganis dateng lagi bang! Katanya mama tau dari sekolah, aneh deh!" cebiknya acuh, ia terlalu sibuk memencet deretan tombol di atas mesin cuci.
"Tuh, baju kamu kenapa?!" tunjuk Gem pada noda teh manis yang menguning di seragam Ganis.
"Astaga! Iyalah, kenapa yang ini sampe lupa dimasukkin juga!" tawa Ganis. Gadis itu duduk di meja makan ditemani Gem yang baru saja pulang dari kampus.
"Lapar juga lah! Ganis belum makan dari siang!" wajahnya sudah menatap sukacita pada deretan mangkuk dan piring berisi lauk.
"Udangnya tinggal 2 biji! Abang sikat ya!"
Ganis mencebik, wajahnya ketus, "paroan dong! Hiji ewang ah!" omel Ganis. (seorang satu ah!)
"Hiji mah nteu wareg atuh Nis," jawab Gemilang. (satu mah ngga kenyang dong Nis,)
"Makanya kalo punya perut jangan pake cadangan saku! Aturannya abang harus ngalah sama adek, bang!" omel Ganis.
"Bukan soal ngalah apa enggaknya. Tapi soal kebutuhan perut! Badan abang lebih gede, otomatis bakalan lebih butuh banyak asupan!" alibi Gemilang, calon sarjana hukum ini tentulah pandai bicara.
"Ya udah masukkin aja adukan semen, pasir, kerikil yang penting kenyang!" jawab Ganis ngasal seraya menyendok nasi.
"Dih, bocah ga ada akhlak nih!" dengan kerlingan mata usil ia langsung memindahkan 2 udang saus tiram itu ke piringnya, membuat Ganis membukatkan mata.
"Abang ih licik ah! Ga mau!!!" Ganis mengulurkan tangannya ingin mengambil udang dari piring Gemilang, sementara Gemilang menjauhkan piring makan miliknya dari jangkauan sang adik seraya tertawa-tawa.
"Ini apa sih ribut-ribut di depan makanan?!" lerai mama.
"Itu ma! Udang Ganis diambil bang Gem, curang!" ketusnya mengacung-acungkan garpu dan sendok.
.
.
Noted :
-bestie : sohib, sahabat.
-to*ket :pa ^you^ dara
-agree : setuju
-chessy boy : pemuda/cowok konyol, murah, norak.
-ridiculous, of course : konyol/absurd tentunya.
-aspirin, acetaminophen(paracetamol) : salah satu jenis obat pereda sakit kepala.
-terapi okupasi : terapi yang mengajarkan pasien untuk mengenalkan informasi baru dengan informasi yang masih ada.
-terapi kognitif : terapi yang bertujuan memperkuat daya ingat pasien dengan bantuan teknologi seperti telepon, agenda elektronik, atau tablet, begitupun musik dan catatan harian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Vivo Smart
lha.. wira bekasan elu Nis
2024-06-22
2
Roshalyndhaa Ajj Daahh
wah di awal cerita qt di ajak main tebak2an nih sama kak Shinta, roman-romannya Ganis lupa ingatan, jdi penasaran?
2023-12-14
1
Raflesia
bunga bangkai dooong🤣🤣🤣🤣
2023-01-03
0