Kini giliran mata Ganis memandang kedua pasang netra papa mama.
"Gimana ma, pa? Kalo bimbel Ganis dibantu bang Arbi, ya kali aja kalo memet'an sama bang Gem kan bisa dapet diskon?!" gadis ini mengehkeh berharap.
Papa-nya justru menjilati bibir seolah tengah berpikir, jawaban apa yang harus ia berikan untuk putri bungsunya.
"Ya, kalo papa sih terserah mama aja. Kan manager keuangannya mama, atur-atur aja mah!" kerlingan nakalnya justru berakhir dengan cebikan mama.
"Ha-ha-ha. Tuh mama kalian mah gitu, dikedipin malah kaya liat iler di lalerin, jijik. Padahal kan kalo kata anak muda sekarang mah apa namanya---" papa balik bertanya.
"Kelilipan?" tembak Ganis.
"Matanya kedutan?" tunjuk Gemilang.
"Tua-tua keladi!" tukas mama, membunuh senyuman papa dan menciptakan gelak tawa kedua anaknya.
"Sweet ma, sweet...kan kata mama, papa tuh forever crush-nya mama?!"
"Aigo!!" seru Gem menggeleng prihatin separuh meledek, dan Ganis kembali tertawa.
Mama tergerak merapikan piring di meja makan. Tanpa adanya asisten rumah tangga membuat mama bergerak ekstra sebagai super momy, sesekali Ganis membantu sekedar sapu, pel lantai atau cuci piring. Lain hal papa yang bisa bercanda, berulang kali mama memutar tata letak cincin nikahnya, seolah sikap itu dapat membantu kinerja otaknya yang berputar seperti bumi pada porosnya, menghitung-hitung kemungkinan biaya yang akan dikeluarkan lagi dari dompet belanja bulanan. Ia menggumam, "apa harus bilang sama..."
"Berarti mama ambil dari jatah rokok papa, sama jatah uang jajan Ganis," finnaly, keputusan cepat, singkat itu dibuat. Reaksi cepat tanggap yang diperlihatkan dari ketiganya berbeda.
"Ha-ha-ha!" tawa Gem menggema di ruangan makan.
"Kok, jadi papa yang kena?!"
"Besok-besok banyakin nyetok permen aja pa, ganti rokok!" ledek Gem puas.
"Udah ah! Ganis berangkat dulu!" gadis itu beranjak dan menyampirkan tas di pundak menyambar kedua tangan kanan mama--papa.
Melihat adiknya melangkah jauh, Gemilang menyambar tas gendongnya di kursi, segera menyusul, "abang anterin ngga?" Gemilang menyamakan langkah dengan sang adik.
"Boleh banget! Tapi ga disuruh buat dorong motor kan, pas di tengah jalan?!" Tanyanya sengak penuh selidik dengan mata menyipit.
Gemilang melengkungkan bibir, "ck! Bensin full, meski pertalite!" tepuknya keras di jok motor miliknya diiringi nada jumawa bahwa ia bukan cowok yang suka berbuat seenaknya dengan meninggalkan seorang gadis terlebih adiknya sendiri di pinggiran jalan raya.
Motor matic sejuta umat ini bergerak sedikit lambat akibat jalanan macet. Beberapa pengendara sampai berdecak, karena dipastikan akan terlambat sampai tempat tujuan, entah itu sekolah, kantor, rumah ataupun rahmatullah.
Matahari belum membumbung tinggi, tapi padatnya volume kendaraan sudah seperti masa masa arus mudik lebaran, membuat Ganis merasa kegerahan. Tatapannya jatuh pada sepasang muda-mudi yang berangkat bersama dengan tangan si perempuan bertumpuk melingkar di perut si pria.
"Nempel banget!" desisnya sembari mencebik gemas.
"Apa?" tanya Gem menoleh ke arah serong belakang kanannya.
"Itu duduknya!" tunjuk Ganis memanyunkan bibir.
Gem menggelengkan kepala sebagai jawaban, setengah mendengus, "itu mereka dari rumahnya dipakein lem super biar bisa dempetan gitu, itu namanya kembar si*@l. Sirik aja, kaya yang ga pernah!"
Gadis itu berdecih sambil menggidikkan bahu layaknya bersin, "cih, Ganis ga gitu! Lagian abang tau sendiri, kapan Ganis pacaran. Mungkin cowok yang mau deket juga mikir 2 kali liat abang Ganis kaya buto ijonya Timun mas, suka nindes orang!"
Tuk!
"Aduh!"
Gemilang mengetuk helm Ganis keras, "tumben ngomongnya bener!" tawanya, padahal jauh di dalam lubuk hatinya ia tersenyum getir.
...******...
"Heh! Main slonong girl aja!" tangan pemuda dengan perawakan jangkung tegap yang bisa dikatakan mirip si Bima di Pandawa itu menyerahkan punggung tangannya tepat di depan wajah sang adik, hingga sepasang mata Ganis juling memperhatikan tangan besar Gemilang.
Alisnya mengkerut, dan wajahnya terpundur, "apaan nih?!"
"Salim lah, ga sopan banget ga salim sama abang?! Mau abang kutuk?!"
"Pffttt, ha-ha-ha!" Ganis tertawa renyah cracker lalu menutup bibirnya.
"Ups!"
Tak!
"Aduhh," kali ini Ganis memanyunkan bibirnya seraya mengelusi kening yang berdenyut akibat sentilan Gem.
"Ngetawain lagi! Buru!" ia semakin memajukan punggung tangannya sampai menyentuh pucuk hidung Ganis.
"Baru kali ini Ganis liat orang minta disalimin maksa! Tangan abang bau terasi !" Ganis menjepit hidungnya
"Enak aja! Ini abis megangin pan tat mbak Arum," tawa Gemilang.
"Dih, bilangin mama papa ya, kalo bang Gem sering open order mbak Arum!"
"Dih engga Nis! Canda kali," tukas Gemilang cepat-cepat, takutnya si adik gemeshnya ini melaporkan ocehan absurdnya pada sang mama.
"Masuk dulu ya!" teriaknya berdadah ria pada Gem.
"Jangan bilang mama!" teriak Gemilang.
"Ga janji!!!! Wani piro?!!" Ganis memeletkan lidah pada abang semata wayang-wayangannya.
Interaksi Ganis dan Gemilang tak lepas dari sorotan mata sayu dan alis tajam seorang pemuda. Asap mengepul dari rokok yang dipegangnya tak menghalangi pemandangan itu.
Sosok Wira adalah salah satu dari sekian siswa yang dianggap begundalnya sekolah. Rambut hitam menyentuh alisnya seringkali terkena razia para guru.
Tak jarang, seragam seadanya jadi alasan ia mendapat hukuman. Semua itu tak membuat pemilik nama Nata Prawira Adiwangsa keluar dari lingkaran siswa paling antipati/apatis di sekolah.
"Wira, liatin apa sih?" gadis ber-rok sepaha mendudukkan dirinya begitu saja di pangkuan Wira. Baju seragam nge-press di badan sampai-sampai bagian dadanya membuat celah untuk lalat masuk, tak membuat Wira tertarik sedikitpun.
Blugh!
Pan tatnya menyentuh lantai berdebu saat Wira bangkit dari duduknya. Bukan hanya satu tapi ada sekitar 7 orang yang tertawa menggoda dan mencibir Suci, si sosok gadis tangguh pengagum Wira. Ia tak pernah sekalipun menyerah menggoda iman Wira, tapi si pemilik mata sayu namun tegas ini seakan sudah tak berminat dengan gadis sexy lagi, melihat gadis semon thok Suci tak membuatnya mendadak jadi baj ingan.
"Wira ih, jahat!" ujarnya so so'an mendengus sebal seraya menyerahkan kedua tangannya meminta di bangunkan.
"Ci, mendingan jatohnya di ranjang sama gue aja?! Wira udah mati rasa sama serabi, kayanya mau beralih ke pisang!" tawa Reza menyesap batangan tembakau tak berfilter, bibir belahan bawah dan atasnya sedikit menggelap mungkin karena terlalu seringnya ia menyerap nikotin.
Wira bahkan tak sedetik pun memandang Suci, ia bergegas membuang dan menggerus sisa rokoknya dengan sepatu NB yang dikenakan begitu saja.
"Gue cabut!" Wira mencangklok tas hitam miliknya dan melangkah memotong alur lalu lintas untuk masuk ke gerbang sekolah.
......................
Ganis bergerak gelisah, sejak hari pertama ia memulai lagi aktivitas belajarnya disini, ia selalu tak tenang. Gerak-geriknya selalu diperhatikan Wira sepaket tatapan yang tak ia mengerti.
Siapapun tau siapa itu Nata Prawira Adiwangsa. Namanya ada di deretan 5 teratas, kelompok siswa antipati (begitu mereka menyebutnya) di sekolah ini.
Sorot mata itu seakan menel anjangi dan melucuti nyali Ganis, ia tak betah berlama-lama satu pasokan oksigen dengan pemuda begundal itu. Si@*lnya mereka berada dalam satu angkatan berikut kelas yang bersebelahan membuat Ganis semakin sesak nafas dibuatnya.
.
.
.
Noted:
Forever crush : gebetan selamanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Vivo Smart
miris banget sama perilaku anak sekolah jaman sekarang
2024-06-22
1
Lia Bagus
bisa aja KK outhor😂😂😂
2024-03-22
0
𓆉︎ᵐᵈˡ🍾⃝ᴀͩiᷞsͧyᷠaͣh⒋ⷨ͢⚤👙
lah 🤣..papa Wira dlunya anu😄.
ggp.deh pawang ma bunda Rengganis 🤣..
2023-12-10
1