🌹🌹🌹🌹🌹
" Haihh, ternyata gosip tentang mereka benar. Aku bahkan melihatnya dengan mata kepalaku sendiri! Sial ...!" asisten Franklin, terlihat memukuli keningnya sendiri dengan pulpen yang ia pegang. Ia terdengar menggerutu sembari berjalan.
"Kau, kenapa Gillette?" tanya asisten dari dokter Brandy yang berpapasan dengannya di koridor rumah sakit.
"Hei, kau pernah dengar tidak, jika bos ku dan bos mu, mereka ...," ucapan Gill tidak ia teruskan, melainkan ia mengibaratkan hubungan keduanya dengan kedua jari telunjuk yang di satukan kedua ujungnya.
"Apa, maksudmu?" tanya asisten dari dokter Brandy. "Sini." Gill mendorong tubuh Axe, hingga kini mereka berada di lorong yang agak sepi dari lalu lalang orang lain.
"Kau ini, apa-apaan membawaku kesini. Mana banyak nyamuk." Axe memprotes Gill dengan wajah masam.
"Ck. Kau ini! Dengar aku, Axe. Bos kita itu sepertinya ... itu, masa kau tak tau kode yang ku berikan!" gemas Gill.
"Memangnya kau punya fakta, beraninya kau bicara seperti itu. Apa kau sudah bosan hidup!" Axe terlihat marah, kala ia faham maksud dari Gillette. Bagaimanapun Brandy adalah Bosnya. Selama ini, pria itu baik-baik saja tidak aneh seperti yang orang katakan. Memang, terkadang sikap ekspresif nya itulah yang suka membuat orang lain salah tanggap.
"Aku melihatnya, Axe. Dengan kedua mata dan kepalaku sendiri!" geram Gill yang merasa dianggap berbohong oleh Axe._
"Kau pasti hanya sedang salah paham saja. Jangan karena fenomenal balada terong makan terong sedang trending, lalu kau menganggap hubungan dekat antara mereka menyimpang. Kau harusnya bisa membedakan, apa kau tidak mengenal majikan mu sendiri?" Axe, berusaha menepis apa yang di pikirkan oleh Gill.
" Kau bisa bicara seperti itu, karena kau tidak menyaksikannya sendiri. Masa bisa sih, visual itu salah menilai?" sarkas Gill, yang masih berpegang teguh akan penilaiannya tadi.
"Memang apa yang kau lihat? hingga membuat mu seyakin itu?" tanya Axe memastikan.
"Tadi, bos Frank membuka seluruh kancing kemejanya hingga menampilkan roti kombinasi delapan kotaknya. Itu lho, roti sobek yang pasti digilai oleh para gadis seantero galaksi," jelas Gill dengan kalimat yang melampaui hiperbola.
🐾Bisa di katakan bahwa, Gill ini tipe cowok super lebay🙄
"Ya, 'kan lagi di periksa oleh dokter Brandy. Apanya yang salah?" heran Axe, tak habis pikir akan kesimpulan yang diambil oleh Gill.
" Yang salah adalah akhlakmu! Bisakah kau tidak memotong penjelasanku!" kesal Gill. Karena, Axe telah memotong kata-katanya.
"Haiihh, salah ku ... semua memang salahku. Lanjut lah!" Axe pun mengkode dengan jari bahwa ia sedang mengunci mulutnya.
"Kau tau, pandangan dokter Brandy begitu berbeda. Kedua matanya begitu berbinar. Lalu ... aku melihat, ia seperti baru saja mencium pipi tuan Franklin. Karena, setelah itu mereka saling berpandangan. Mungkin, jika saja saat itu aku tidak muncul tiba- tiba, mereka sudah ...." Gill, terlihat nampak syok dengan raut wajah panik. Hingga, pria itu tak mampu lagi meneruskan kalimatnya. Ia hanya terlihat menyatukan kembali ujung telunjuknya.
"Apa benar begitu, kau tidak salah lihat 'kan, Gill?" Axe sepertinya mulai terbawa pengaruh berita yang di sampaikan oleh Gill.
"Kenapa dokter Brandy tidak mengunci pintunya, jika ia berniat aneh-aneh pada tuan Franklin? kenapa, ia nekat melakukan itu di rumah sakit di saat dirinya tengah dinas?" Axe, mulai ikut panik. Beragam pertanyaan mulai bermunculan di kepalanya.
"Mungkin dia khilaf, jadi tidak ingat jika ini masih di rumah sakit. Atau mereka sering melakukannya ketika pemeriksaan sebelumnya? bukankah, setiap memeriksa tuan Frank, dokter Brandy memerlukan waktu yang sangat lama?" Gill dan Axe pun saling bertatapan. Lalu, keduanya bergidik ngeri dengan mengedikkan bahu mereka.
🐾 Kerja woii! Bukannya nyebar gosip!🙄
Kalah dah, lambe curah. 🥱
Ternyata bukan hanya mulut para wanita yang bisa menyebarkan berita hoax. Ternyata oh ternyata ... mulut para lelaki pun bisa selebar tampah, dan sepanjang galah.
Terbukti, dalam kurun beberapa jam saja, berita itu sudah tersebar luas di area rumah sakit. Bahkan, sudah sampai ke pos srikiti yang berseragam biru tersebut.
"Ternyata, pria setampan itu ...,"
" Belok ...,"
" Ya ampun ...,"
" Lalu, bagaimana nasib kita para jomblowati? jika para pria tampan justru memilih jalur 𝙙𝙖𝙣𝙜𝙚𝙧 daripada jalur 𝙖𝙨𝙞𝙠-𝙖𝙨𝙞𝙠 𝙟𝙤𝙨𝙨."
Itulah, beberapa komentar dari para netizen yang asal bicara. Mereka ikut menghakimi tanpa mencari kejelasan lebih dulu. Lebih suka ikut-ikutan, ketimbang berpikir sebelum menilai.
Bukan salah mereka juga sih, salahkan saja sebagian dari terong yang menyebabkan sebagian terong lainnya terkena imbas. Sehingga, menjadikan persahabatan sesama terong memiliki citra buruk. Lalu, apakah persahabatan atau kedekatan antara terong dan kue serabi tak dapat memberi dampak buruk? Semua, tergantung dengan kaca mata apa kau menilainya. Plus atau minus?
" Apa karena istrinya sering bepergian, sehingga tuan Franklin naik kuda salah jurusan!"
"Sejak kapan kuda ada jurusannya!"
"Eh, benar juga. Kuda 'kan bukan angkutan umum ya, hoho ...."
Bukan hanya di jadikan bahan gosip, ternyata berita hoax itupun di jadikan bahan lelucon para pekerja di rumah sakit.
"Baiklah, kau janji akan mengatur waktunya. Karena, kau harus membuktikan padaku, apa yang sudah kau ceritakan barusan." Brandy memasukkan kedua tangannya kedalam saku jubah. Dengan senyum yang penuh arti ke arah Franklin.
Sementara, Franklin hanya menghela napasnya berat. Ia harus berpikir bagaimana mengatur waktu agar bisa membuktikan ceritanya pada Brandy.
"Kenapa mereka semua melihat ke arah kita." Franklin melihat beberapa ekspresi melalui ekor matanya.
"Ya, dengan pandangan aneh pula. Kalau aku sih, sudah biasa." Brandy menaikkan bahunya cuek.
"Sudah, abaikan saja mereka." Brandy merangkul tangan Franklin, padahal dirinya lebih tinggi sepuluh senti. Kelakuannya itu, sontak membuat kedua mata Franklin mendelik.
"Mereka sedang menggosipkan kita. Kau malah, membuatnya semakin terlihat benar-benar jelas." Franklin menepis tangan Brandy, dan berlalu dengan cepat dari hadapan dokter pribadinya itu. Sang asisten pun, mengikutinya dengan tergesa-gesa.
𝘓𝘢𝘪𝘯 𝘬𝘢𝘭𝘪, 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘮𝘶𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘥𝘪 𝘳𝘶𝘮𝘢𝘩 𝘴𝘢𝘬𝘪𝘵.
Franklin, membuka pintu mobilnya dengan kasar. Lalu, duduk di depan kemudi. Sementara, Gill justru duduk di kursi belakang.
Franklin pun memberi tatapan tajamnya pada Gill, melalui kaca spion yang terletak di atas kepalanya.
"Ma–maaf, Tuan." Gill, memukul lagi kepalanya, kali ini dengan kepalan tangannya.
𝘒𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘴𝘢𝘭𝘧𝘰𝘬 𝘨𝘪𝘯𝘪!
Keduanya pun segera berganti posisi.
______
📩" Raisa, kau dimana? aku merindukanmu, sweety."
💌 " Kau ini. Aku baru saja sampai di mansion. Belum juga ketemu dengan suami malang itu."
📩 " Ck. Kenapa kau masih ingin menemuinya. Apa kau masih menyukai pria itu!"
💌 " Kau pikir aku sudah tidak waras! Setelah aku tau sebuah fakta, bahwa orang tua pria sialan itu yang telah membuat papi Matt masuk rumah sakit jiwa!"
"Aku berjanji demi abu mami Moci, bahwa aku akan membunuh keturunan satu-satunya keluarga Bou. Setelah aku menguras harta mereka tentunya."
📩 "Baiklah sayang, aku akan sabar menantimu dengan segenap cinta dan juga kerinduan. See u beib ... muaacchh ...!
💌 " 💋💋💋"
Selesai berbalas email, Raisa meletakkan ponselnya dengan senyuman penuh arti serta sorot mata yang penuh dendam.
𝘈𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘪𝘢𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘭𝘪𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘣𝘢𝘩𝘢𝘨𝘪𝘢 𝘥𝘪 𝘢𝘵𝘢𝘴 𝘱𝘦𝘯𝘥𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘮𝘪. 𝘈𝘳𝘸𝘢𝘩 𝘮𝘢𝘮𝘪 𝘱𝘢𝘴𝘵𝘪 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘯𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮 𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪 𝘣𝘢𝘭𝘢𝘴𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘵𝘪𝘮𝘱𝘢𝘭 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘬𝘢𝘭𝘪𝘢𝘯. 𝘛𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶 𝘴𝘢𝘫𝘢, 𝘬𝘦𝘩𝘢𝘯𝘤𝘶𝘳𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘭𝘢𝘩𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘨𝘪 𝘬𝘦𝘭𝘶𝘢𝘳𝘨𝘢 𝘉𝘰𝘶!
Raisa terlihat mencengkeram tirai, dengan mata menerawang keluar jendela. Tanpa terasa, setitik kristal bening jatuh melewati pipi mulusnya itu.
"Cih! Aku tidak akan sudi menjatuhkan air mata ini demi kalian!" Raisa mengusap kasar air matanya. Kemudian ia, turun keluar dari kamarnya untuk turun ke bawah. Karena, ia ingin agar para pelayan menyiapkan camilan untuknya. Ia merasa mudah lapar akhir-akhir ini. Terutama, di malam hari.
"Oma ...," panggilnya manja, seraya bergelayut manja di lengan Elli. Mereka berpapasan di ruang merangkai bunga, dimana oma Elli sering menghabiskan waktunya di tempat ini.
"Kau mau kemana? apa kau ingin menemaniku merangkai bunga?" tanya Elli penuh harap. Biasanya, Vyn yang suka menemaninya. Ketika, Raisa pulang ke mansion, maka Vyn akan menjaga jarak dengannya. Membiarkan dirinya menghabiskan waktu dengan cucu menantunya itu.
"Ah, Oma ... i–itu ... lain kali saja ya. Aku ingin mempersiapkan diriku untuk menyambut Franklin," dalih Raisa, terbata-bata.
"Baiklah, kalau begitu panggil pelayan kesini. Aku ingin meminta camilan sore," pinta Elli pada Raisa.
"Baiklah, Oma. Aku pun ingin camilan sambil menunggu suami tercintaku pulang. Oh,betapa aku merindukannya," ucap Raisa dengan senyum merekah. Seolah-olah ia benar-benar merindukan Franklin.
"Wah, Oma doakan semoga kalian lebih sering bisa bersama." Elli meraih tangan Raisa menggenggamnya, lalu menepuk punggung tangan cucu menantunya itu.
"Sebentar lagi, Oma. Sebentar lagi ...." Raisa berkata dengan senyum penuh arti.
Bersambung>>>
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus semangat
2023-04-12
1
💮Aroe🌸
rada beda ama sebelumya kah?
2022-08-05
4
sella surya amanda
lanjut
2022-08-04
2