Hari ini menjadi hari penting di hidup Mirna. Setelah lolos tes kesehatan, Mirna mulai bekerja di PT NarudaFood Jaya. Perusahaan snack terbesar yang memiliki banyak cabang di Indonesia.
Mirna melewati hari pertamanya dengan perkenalan di perusahaan manufaktur itu. Pengenalan divisi atau departemen yang ada di perusahaan. Satu persatu diperkenalkan staf HRD. Itu merupakan SOP perusahaan ini bagi karyawan baru.
Kini dia sudah duduk di sebuah ruangan. Dept. Finance & Accounting, tertulis di pintu masuk ruangan itu.
Dia akan mengurusi bagian tagihan atau invoice dari Pemasok atau suplier perusahaan. Semua invoice atau tagihan dari suplier akan ditujukan ke dia.
Mengecek kelengkapan invoice dan memastikan invoice tersebut siap di bayar. Mirna kini sibuk dengan telepon dari suplier yang menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan kelengkapan invoice.
Hari ini, Mirna dan atasannya dijadwalkan bertemu dengan rombongan suplier bahan baku tepung. Untuk menanda tangan kontrak kerja dengan perusahaan tersebut.
Alex Notobroto. Adalah kepala perusahaan suplier bahan baku tepung tersebut. PT Heranusa Mentarindo. Usia sekitar 25 tahun. Tinggi badan sangat atletis. Menjadi idola bagi bawahan dia di perusahaannya.
Wajah tampan tapi sangat baik hati. Sangat berkecukupan, namun sangat rendah hati. Berpakaian polos dan tidak terlihat sebagai bos besar di perusahaan.
Setelah selesai menanda tangan kontrak besar dengan perusahaan tempat Mirna bekerja, kini mereka bertemu dengan bagian finance. Untuk meminta penjelasan mengenai sistem pembayaran.
"Perkenalkan Pak, Staf kami di bagian AR, bagian invoice." Atasan Mirna memperkenalkan nya ke rombongan suplier tersebut.
"Mirna, Pak," sambil menyodorkan tangan ke arah Alex Notobroto.
"Alex, senang berkenalan dengan ibu," jawab Alex sambil berdiri menyalami Mirna.
"Jadi untuk urusan invoice, kelengkapan invoice, tagihan-tagihan yang bermasalah, bisa ke Mirna ya Pak."
Ini menjadi pertama kali Mirna bertemu langsung dengan pihak suplier. Biasanya, Mirna hanya via telepon. Kini bisa langsung tatap muka. Mirna dengan senang hati melayani para suplier. Termasuk pertanyaan dari Alex dan staf finance dari PT Heranusa Mentarindo.
Mereka juga saling bertukar kartu nama dan nomor handphone, untuk mempermudah komunikasi mengenai tagihan-tagihan.
Hari berlalu. Mirna menikmati setiap pekerjaannya. Ada hal-hal yang menghibur, membuat jengkel dan kesal. Namun, itu harus dilaluinya. Mirna dapat banyak nasehat dari atasannya, dari teman-temannya yang lebih senior.
Bahkan dari kenalan-kenalan supliernya, mereka sering saling menasehati. Untuk tetap kuat menghadapi setiap kerumitan kerja.
Termasuk dari Alex, bos besar suplier mereka, yang terkenal sangat suka menolong, mudah bergaul dan tidak pilih-pilih teman serta motivator ulung.
Entah kenapa, Alex sudah beberapa kali bertemu dengan Mirna. Ketika mereka makan di kantin. Saat jam istirahat. Membahas tentang tagihan dan syarat-syaratnya.
Sebulan sudah Mirna bekerja. Kabar tidak menyenangkan datang lagi dari kampung. Dan telepon itu langsung Mirna yang terima. Ibunya kini sedang di opname, di rumah sakit di ibukota kabupaten.
Pesan dokter, ibunya harus di operasi. Karena ada tumor ganas yang harus di angkat. Biaya berobat semakin banyak. Bahkan harus menyediakan uang 35 juta untuk biaya operasi.
Cobaan berat kini dihadapi Mirna. Dia yang jadi tumpuan keluarga untuk menyediakan biaya itu. Meminta ke Paman serasa tidak mungkin, selama ini paman sudah membayar biaya-biaya berobat.
Gaji pertama Mirna juga tidak cukup. Gaji karyawan baru hanya 4 juta rupiah. Setiap jam Istirahat, Mirna selalu makan siang di kantin kantor.
Selalu termenung memikirkan kondisi ibunya. Apalagi tinggal 2 hari lagi, keputusan untuk operasi atau tidak. Jika belum ada jaminan, ibunya tidak akan di operasi.
Seperti biasa, Alex, direktur perusahaan suplier bahan baku itu menghampiri Mirna. Ini menjadi pertemuan mereka yang ke sepuluh. Rupanya Alex, tertarik dengan kepolosan dan kebaikan Mirna.
Kepolosan gadis desa dengan kecantikan alami. Membuat Mirna menjadi special di mata Alex. Mirna tidak menangkap sinyal itu. Dia tak sedikitpun memikirkan itu. Hanya sebatas hubungan kerja.
Selain itu, status sosial mereka juga tidak memungkinkan. Walau dari segi umur, mereka hanya terpaut 5 tahun. Perjumpaan mereka selama ini hanya untuk urusan-urusan penting saja, seperti masalah kontrak dan tagihan.
Namun, setelah pertemuan saat launching produk baru minggu kemaren, membuat Alex ketagihan berkunjung ke tempat kerja Mirna. Kebetulan juga jarak nya tidaklah jauh.
Tidak seperti pertemuan sebelumnya, Alex sudah membawa makanan dan minuman yang akan ditawarkan ke Mirna. Dengan hati berbunga-bunga, mendekat ke meja Mirna. Meja makan kantin bertaplak pink.
Namun, kali ini Mirna diam membisu. Air matanya mengalir dari bola mata yang indah. Alex yang berdiri di depannya bingung. Salah tingkah. Bertanya-tanya. Ada apa dengan Mirna?
Mirna mempersilahkan Alex untuk duduk. Dan meminta maaf.
"Silahkan duduk Pak Alex, maaf Mirna tadi tidak memperhatikan Bapak, Silahkan duduk pak," ucap Mirna sambil mengambil tissu melap air matanya.
"Terimakasih, tidak apa-apa Mirna, eh, Bu Mirna," Alex sedikit grogi.
"Oh iya, ini saya bawakan makanan untuk Mirna, kebetulan tadi ada meeting sama bagian produksi. Saya sempatkan tadi membelikannya," sambil memberikan ke Mirna.
"Wah, Terimakasih Pak Alex, sudah repot-repot membawakan makanan dan minuman ini,"
"Sama-sama, Bu. eh, kalau boleh tau, tadi kenapa ibu Mirna menangis? Apa ada persoalan dikerjaan?" Alex mau tau persoalan Mirna.
Hampir satu jam Mirna dan Alex bertemu. Mirna bercerita tentang kondisi ibunya yang sedang di opname. Menunggu uang jaminan sekitar 35 juta agar bisa operasi. Dan Mirna tidak tahu darimana dia mencari biaya sebesar itu.
Meminjam dari koperasi perusahaan tempat kerja belumlah bisa. Masih karyawan kontrak. Gajinya juga tidaklah cukup untuk itu. Sementara tinggal 2 hari lagi keputusan harus di ambil.
Alex menjadi pendengar yang setia. Dia mengikuti semua cerita Mirna. Empatinya terlihat jelas dari raut wajahnya. Terkadang, Alex ingin melap air mata Mirna. Namun, ditahannya.
Alex juga larut dalam kesedihan. Kebetulan, Alex sangat teriris hatinya jika membahas perempuan bernama Ibu. Alex juga sama dengan Mirna, sangat menyayangi ibu. Bahkan mau mempertaruhkan segalanya demi Ibu. Ibu adalah di atas cinta suci.
Masih teringat saat, Ayah Alex di panggil Tuhan. Kala itu dia barulah lulus kuliah. Ibunya begitu terpukul dan sempat hilang arah. Tidak mau makan dan minum. Alex yang menjadi anak tunggal, berjuang keras menghibur ibunya.
Ibunya sempat sakit beberapa bulan di opname. Sampai saat ini, sakit ibu Alex belumlah sembuh total. Makanya Alex begitu iba mendengar cerita Mirna.
Alex bahkan menitikkan air mata, ketika Mirna menceritakan perjuangan ibunya untuk menghidupi keluarga. Yang hidup dari pinjaman tetangga.
Mirna kini melangkah menuju ruang kerja. Alex masih terpaku menatap Mirna. Ikut sedih. Memikirkan kondisi Ibu Mirna. Terlebih Mirna yang jadi tumpuan keluarga.
Namun, Alex yakin. Mirna bisa melaluinya. Melalui jalan terjal. Riak-riak kehidupan. Yang pasti semua melaluinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments