Sate matang pesanan mereka sudah datang. Asap mengepul dari piring kuah yang tersaji di atas meja. Haris nampak sangat antusias melihat makanan yang menggugah seleranya itu. Aroma gurih manis menyeruak melalui hidungnya. Membuat perutnya langsung berteriak minta di isi.
“Ini namanya sate Matang.” Jelas Fuan kepada para tamunya. “Makanan khas daerah sini. Ayo, silahkan dimakan.”
Mia tidak menunggu, ia sudah mengunyah lebih dulu tanpa menawari Ranu. Dia masih kesal dengan sikap arogansi pria itu. Pria yang sok narsistik itu membuatnya kesal.
“Mia masih sekolah apa udah kuliah?” Tanya Arnav ramah.
“Udah kuliah, Mas.” Mia menjawab Arnav juga ramah. Sikapnya sangat berbeda terhadap Ranu.
Kesan pertama Mia dan Ranu sudah kurang baik. Jadi wajar kalau Mia tidak menyukai pria itu.
“Dia ini lagi nempuh s2 di Jogja.” Fuan ikut menimpali.
“Oooh. Udah pernah ke Semarang?”
Mia menggeleng. “Belum pernah, Mas.”
“Nanti kapan-kapan main kesana. Biar kami temenin kamu keliling kota Semarang.” Ajak Arnav kemudian.
“Boleh...”
“Sumpah, enak banget ini makanan. Baru pertama udah langsung suka.” Seloroh Haris yang sejak tadi asyik menikmati sate matangnya.
“Kalau mau nambah bilang aja.” Jawab Fuan.
“Bentar lagi, Mas. Masih ada ini dikit lagi.”
Ranu memakan makanannya dengan diam. Ia tidak lagi berani bertanya atau mengajak Mia mengobrol setelah mendapatkan hardikan dari gadis itu tadi. Ia hanya sesekali ikut tersenyum saat teman-temannya mengbrol dengan Fuan dan Mia.
“Jilbabmu basah itu, Dek.” Ujar Fuan yang memperhatikan untaian hijab Mia yang menjuntai menutupi dadanya.
“Gak apa-apa, bang. Cuma dikit. Males mau ambil jilbab di tas. Soalnya ku taruh di bawah tadi.” Jawab Mia sambil menyeruput es tehnya.
“Ranu mau tambah?” Tawar Fuan kepada Ranu saat melihat piring nya yang sudah bersih.
Ranu menggeleng. “Enggak usah, Mas. Udah kenyang.” Tolak Ranu.
“Nu, tumben banget kamu jadi diem begitu.” Seloroh Arnav.
“Iya. Biasanya nyerocos aja.” Haris ikut menimpali.
“Takut nanti kena marah lagi. Soalnya baru sekali mau ngomong udah di marah.” Sindir Ranu kepada Mia.
Mia yang merasa tersindir hanya melirik kepada Ranu saja sambil menghela nafas kesal.
“Dek, jangan begitu sama tamu Abang ah. Gak baik lho. Kita sebagai tuan rumah harus menyambut dan melayani mereka dengan baik.” Bisik Fuan.
Mia kembali mendesah. Ia menurunkan tingkat kekesalannya karna merasa tidak enak kepada Fuan.
Satu jam kemudian, mereka sudah menyelesaikan makanannya. Dan Fuan juga sudah merasa segar kembali untuk melanjutkan perjalanan mereka.
“Bentar, Bang. Aku mau beli keripik dulu buat ibu sama ayah.” Pamit Mia.
“Mau beli dimana?” Tanya Ranu tiba-tiba.
Awalnya Mia hendak menghardik pria itu. Namun setelah melihat kepada Fuan yang sedang memperingatkannya, ia tidak jadi marah.
“Disana.” Tunjuk Mia ke arah pedagang di pinggir jalan.
“Ikut.” Ujar Ranu yang langsung mengikuti Mia tanpa permisi.
Ranu tetap mengikuti langkah kaki Mia di belakang gadis itu. Bukan tanpa maksud dia mengikutinya. Ia merasa bersalah dan ingin meminta maaf kepada Mia atas sikap arogansinya.
“Maaf aku udah buat kamu kesel kemarin.” Ujar Ranu tiba-tiba. Membuat Mia menghentikan langkahnya dan berbalik. Jadi Ranu ikut berhenti juga.
Mia menatap tajam kepada Ranu yang berdiri di hadapannya.
“Kenapa tiba-tiba minta maaf? Jadi kelihatan aneh.”
“Ya aku cuma gak mau aja punya masalah. Lagian kan aku bakalan kerja sama mas Fuan. Masa iya kita gak baikan. Bukannya itu lebih aneh?”
“Terserah kamu aja.” Ujar Mia yang melanjutkan langkahnya.
“Ehmm,, kayaknya kamu lebih muda dari aku. Kenapa gak manggil aku Mas?”
“Jangan ngarep.”
Mia berhenti di salah satu kedai yang menjual berbagai macam olahan keripik dan makanan ringan lainnya. Ada keripik singkong, ubi ungu, sampai keripik sukun pun ada.
Ia memilih-milih keripik sukun kesukaan ibunya, dan keripik ubi ungu kesukaan ayahnya. Mia membeli beberapa bungkus untuk dibagikan kepada para tetangganya. Seperti yang kerap ia lakukan jika pulang ke rumah.
Ranu memperhatikan saja dari belakang gadis itu. Ingin membeli tapi merasa ragu.
“Gak beli?” Tanya Mia setelah ia selesai.
Ranu menggelengkan kepala. “Enggak. Aku gak suka keripik.” Alasannya.
Lantas keduanya kembali berjalan menuju ke mobil mereka.
“Kemaren, kenapa kamu marahin aku? Karna aku gak peduli sama kamu? Gitu?” Tanya Mia penasaran. Ia ingin memastikan alasan sebenarnya kenapa Ranu begitu marah padanya padahal mereka tidak pernah bertemu.
“Ya. Aku ngerasa gak terima karna kamu gak peduli sama aku. Aku gak biasa di abaikan soalnya.”
“Waahhh,, hidupmu pasti penuh perhatian. Udah begitupun, tapi masih haus perhatian.” Lirih Mia.
“Apa?”
“Enggak. Gak ada apa-apa.”
“Banyak amat belanjanya?” Tanya Fuan saat Mia mendekat.
“Daripada rebutan.”
“Pisang salenya udah?”
Mia mengangguk. Ia tau kalau itu kesukaan dari Fuan. Mia lantas memasukkan barang belanjaannya ke bagasi belakang mobil. Bercampur dengan barang-barang milik rombongan Ranu.
Setelah semua masuk ke dalam mobil, Fuan segera melajukan mobilnya kembali.
Semakin pagi, udara dingin perlahan semakin terasa menguliti. Di tambah dengan kontur jalan yang berkelok-kelok membuat seisi mobil tidak ada yang bisa tidur.
Terlebih Mia. Padahal dia sudah sering melewati jalan ini, tapi perutnya tetap tidak terbiasa dengan hal itu.
“Mau muntah?” Tanya Fuan khawatir melihat adiknya yang terus menutup mulutnya dengan tangan.
Mia mengangguk perlahan.
Fuan segera menepikan mobil di pinggir jalan raya yang sepi. Hanya ada pepohonan yang menjulang tinggi di sekitar mereka. Tidak ada rumah ataupun orang disana. Hanya ada satu dua kendaraan yang melintasi mereka.
Mia berlari menjauhi mobil untuk menuntaskan rasa mualnya. Setelah hampir lima menit berlalu, barulah ia kembali ke dalam mobil.
“Bang, dimana minyak angin?” Tanya Mia mengobrak abrik laci dashboard.
“Disitu gak ada?” Ujar Fuan yang bersiap untuk kembali melajukan mobilnya.
“Oh, ini. Ada.” Mia langsung mengoleskan minyak itu ke perut dan lehernya. Lantas ia menaruh bagian tutup botol itu di depan hidungnya. Aroma eucalyptus langsung menyeruak ke dalam hidungnya. Membuat rasa mualnya sedikit berkurang.
“Jalannya lumayan ngeri juga ya, Mas.” Seloroh Arnav.
“Ini sih belum seberapa. Masih ada yang lebih ngeri di depan. Jalan berkelok sempit leter V.”
“Leter V? Emang ada ya Mas?” Ranu ikut bertanya.
“Hehehehehe. Ada.”
Ranu sangat penasaran dengan daerah yang akan ia kunjungi. Sepertinya daerah itu sangat jauh dri pusat kota melihat jalanan yang mereka lalui lebih banyak hutannya ketimbang perkampungan warga.
Tapi justru daerah yang seperti inilah yang masih jarang tereksplore keindahan alamnya. Dan Ranu punya firasat bagus tentang hal ini.
“Makin kesini udaranya semakin dingin ya.” Imbuh Ranu. Ia mengeratkan jaket tebal yang ia pakai.
“Apalagi nanti kalau udah sampai. Beuuuh, lebih dingin dari ini.”
Ranu sudah tidak sabar menantikannya. Hal apa yang akan menyambut mereka disana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Pia
kok sama ama aku, gitu naik mobil, terus Jalannya berkelok kelok, auto keluar tuh isi perut 😥😥😥
2022-10-23
0
Pia
hadeuh🤦 , sabar ya Bang Ranu
2022-10-23
0
Pia
ikuuuuut....
2022-10-23
0