2. Geger!

**Lukijo** menyandarkan tubuhnya kesal bercampur pegal di kakinya.

"Bagaimana Jo?"

Lukijo mesem.

"Cahaya, eh! ****Wati****, Bu-De,enggak ada di rumahnya," ucapnya kecewa.

Bu Marimin* yang hanya berdiri di pintu, tersenyum dengan kembali masuk ke dapur lagi.

"Enggak usah repot-repot Bu-De, biar Aku ambil sendiri!"

Lukijo merasa merepotkan.

"Siapa juga yang sudi di repotkan olehmu, Jo! Jo!"

Mata yang baru saja akan di pejamkan sejenak untuk menghilangkan rasa kesal dan pegal sehabis berjalan kaki ke Rumahnya Cahaya Alias*! Wati,langsung terbuka kaget.

"Wati!"

Mata Lukijo berbinar,mesem seneng. Melihat senyum lebar Wati dengan membawakan minuman keluar dari dapur.

Geger! Suasana dalam hati Lukijo.

Campur aduk dalam rasa yang memang jarang sekali terucap di bibirnya yang tebal dan hitam. Tidak terduga dan di nyana sama sekali Wati sengaja bersembunyi di dalam dapur.

Meski kesal mengingat tadi hanya mendapati Kakak Wati yang galak di Rumahnya.

"Tambah enggak jelas sih, Jo!" seru Wati.

Lukijo tetep,tetep! mesem pahit.

Wati pun tetep berdiri, senyum-senyum mengamati.Seperti melihat sebuah keganjilan yang belum pernah Dirinya lihat.

"Wajah ku?" tebak Lukijo.

Wati mesem mengangguk.

"Apa enggak ada sedikit saja rasa di hatimu, untuk sekali saja menyanjungku?" ucap Lukijo menyahuti anggukan kepala Wati.

"Dalam hal apa?" tanya Wati .

lukijo mengusap sisa butir keringat di dahinya.

Membenarkan apa yang di tanyakan Wati.

Ia sendiri pun bingung dalam menemukan Hal apa? di dalam Dirinya.

"Enggak ada memang." Senyum Lukijo tambah pahit.

Wati Sumringah.

Menghela nafasnyan kuat, duduk manis bertumpu dagu.

Lukijo salah tingkah.

Wati tertawa kecil.

"Jo-Jo!" di sela tawanya.

Namun wajah ke duanya berubah heran, diam bertatapan dengan tanya yang berkumandang.

Seperti sebuah tawa yang tidak kuat untuk di tahan pemiliknya.

Ternyata **Bu Marimin**** tengah tertawa di dapur.

Sepertinya sejak tadi pula mendengarkan keduanya yang tengah berbincang.

Namun lucu yang mana yang tengah ditertawakan-nya.

"Bu-De ... Kenapa?" Wati berdiri.

Lenyap seketika tawa yang baru saja terdengar.

"Aku tau! Bu-De menertawakan Ku ...?" timpal Lukijo bertanya.

Tiada sahutan.

Wati kembali duduk sumringah.

Dapur pun begitu hening ,seperti tiada seorang pun didalamnya.

Dapur mengapa harus dapur yang menjadi tempat menyimpan semua rahasia, selain bumbu-bumbu makanan?

Sepertinya memang Dapur bisa dijadikan salah satu Destinasi untuk mencurahkan semua isi hati.

"Jo, apa kabar mu Jo?"tanya Wati melihat bengong kecil di wajah Lukijo.

Bukan sembuh pias di wajah, bengong sebesar pohon Sengon tertancap dalam di bibir Lukijo.

"Maksud-Ku, hidung Mu! Tambah sakti aja, enggak kelihatan!"

Wati menarik hidungnya sendiri.

Lukijo, belum sempat Ia menelan ludah.

Kini suara tawa terdengar kembali dari arah dapur.

Namun kini Wati seperti sepaham, ikut menyahuti tawa dengan tawa yang lebih keras.

Wajah Lukijo kian pucat, menelan ludahnya cepat.

Dengan pasrah Terserah Dunia! tertawa apa? Ia ingin minum.

Lukijo meminum Air putih di atas meja, dengan melihat wajah Wati.

Wati kini terlihat gemuk, tidak seperti dahulu. Cerita Bu Marimin padanya Wati telah memiliki seorang anak, dan hanya sesekali saja pulang ke Bukit, jika ada acara keluarga atau menghabiskan waktu liburan-nya.

Lukijo mengusap bibirnya yang basah.

Wati masih lagi tertawa meski tidak se-seram tadi.

Jenjang waktu yang bergulir tiada terasa masih ada tawa untuknya, canda Wati masih berlaku atasnya.

Wati berdiri kembali.

"Jo!Jo!Jauh-jauh entah ke mana? Pulang tetep sendiri. Mending enggak usah kemana-mana!" Serunya berdiri di balik kursi.

Terdengar suara tawa Bu Marimin di sela dengan terbatuk.

"Bu-De'! bukan ucapan Wati yang membuatku sakit, Tapi tawa mu,Bu-De'!"

Lukijo menyahuti tawa batuk di dapur.

"Ternyata kedatangan Mu, memberikan kebahagian tersendiri pada Bu-De'." Wati melihat ke arah dapur.

"Sampe terbatuk-batuk tertawa!"ucapnya lagi.

"Minum obat Bu-De,"ucap Lukijo kembali menyahuti ucapan Wati.

"Jo!jo!"

Terdengar Bu Marimin menyahut, di susul dengan tawa kembali.

Lukijo melebarkan bibirnya, meski bibirnya pun memang telah lebar.

"Bu-De! kasihan Bu-De! Jangan di hujat terus!"

Wati menimpali lagi.

Lukijo makin berkeringat dingin.

"Bu-De! Lukijo marah Bu-De!"

Wati dengan melihat ke dapur.

"Enggak Bu-De! Enggak!" Lukijo menyahuti, ikut melihat ke.dapur.

Rasa tidak enak akan ucapan wati membuat wajahnya kian bermandikan keringat.

Melihat risih Wati yang memperhatikannya.

Hatinya mendehem pelan.

Ternyata oh! Ternyata ada yang berbeda di Wati, yang luput dari penglihatannya.

Rambut Wati tidak lagi panjang, sebahu sudah rebah berjuntai.

"Ada apa Jo? melihatku seperti itu?"

Wati berjalan dan duduk di samping Lukijo.

Lukijo tetep, tetep dengan mesem pahitnya.

"Baru sekarang Kau suka padaku?"tanya Wati lagi.

Lukijo melebarkan bibirnya jauh-jauh.

"Telat Jo! Sedari dulu Aku memang enggak suka padamu."

Lukijo makin goyah, seperti menyungsang di balik awan,terjun payung tanpa parasut.

"Sadari dulu pula Aku memang telah menggugurkan harapanku padamu Wati."

Lukijo menoleh Wati.

Wati tertawa kecil, menarik keras hidung mini yang kelewat masuk ke dalam.

Wati kian gencar tertawa. Mungkin Ia merasa memegang kutil yang basah, basah oleh keringat.

Lukijo yang mengaduh sakit, memegang hidungnya yang terlihat memerah bekas cubitan.

"Kenapa Jo? Apa Aku kurang cantik Jo?" Wati di sela tawanya.

Lukijo menggaruk keras rambutnya yang tidak gatal.

"Bukan Kau yang kurang cantik! Tapi Aku yang enggak tampan!" jelas Lukijo kesal. Wati seolah memancingnya untuk berkata hal tersebut.

"Nyada! Nyadar!"

Geli Wati.

"Dari dulu! Dari masih orok!"

Wati yang hendak tertawa lebih keras, langsung bungkam mendadak. Begitu pun Lukijo.

Keduanya berpandangan dengan rasa saling tidak menyangka.

Tawa Bu Marimin tiba-tiba pecah di dalam dapur.

"Aku turut bahagia Bu-De!" Seru Lukijo ke arah dapur.

Wati kembali menarik hidung Lukijo, tapi kini seolah Ia ingin membenamkannya. Biar hilang! tanpa jejak.

Lukijo mengaduh-aduh, memegangi tangan Wati di wajahnya.

"Aduuuuhhhh!"

Lukijo meringis sakit, Wati melepaskan tarikannya namun dengan amat keras dari yang tadi di lakukanya.

"Aku heran mengapa banyak orang yang enggak suka melihat hidung seperti yang Aku miliki? Tapi kenapa banyak yang suka memegangnya?" ungkap Lukijo dengan masih memegangi ujung hidungnya.

Kembali Bu Marimin tertawa.

"Mangkanya Jo! Sekali-sekali di gunakan untuk mencium cewek!"

Bu Marimin dengan muncul dari dalam dapur.

Wati terbahak meng-iya-kan.

"Sama aja Bu-De, enggak akan mancung!"

Lukijo melihat Bu Marimin yang langsung bergabung Nimbrung!

"Setidaknya, enggak ada lagi yang penasaran dengan rasa hidung mu Jo," kilah Bu Marimin menatap lucu wajah Wati.

Lukijo mesem-mesem.

Wati dan Bu Marimin yang tengah bertatap geli, langsung membuat kerut di dahi masing-masing.

"Malah mesem seneng Jo, apa ucapan Bu-de barusan ... Membangkitkan semangat di hatimu?" Wati merasa janggal.

"Enggak" sahut Lukijo. Kembali mesem.

"Aku hanya baru tau, jika benar apa yang di katakan Bu-de barusan,berarti Wati minta di cium Bu-De!"

"Soalnya Ia masih penasaran dengan hidungku yang terpendem, masih suka megang-megang!"

Bukan kepalang rasa dongkol dan gemesnya rasa di hati Wati mendengar lancarnya kata yang terucap di bibir Lukijo.

Dengan senyum manis Ia pun melihat lekat wajah di sampingnya.

"Bu-de, Aku pinjam arit Bu-De..,"ucap begitu manis.

Bu Marimin yang mengerti akan maksud perkataan Wati, segera berhambur kembali ke dapur menutupi mulutnya dengan tangan.

Lukijo makin mesem-mesem, beringsut pelan dengan berdiri.

"Aku mau ke dapur sebentar, mau ngambil minum lagi," kilahnya dengan melangkah pelan.

"Lebih mudah bagiku dengan cangkul yang ada di dapur."

Lukijo menghentikan langkahnya, mesem berputar arah ke arah pintu depan.

"Jo!"

Wati sigap berdiri.

Lukijo mesem-mesem.

"Saat Kau masuk kembali, jangan lupa bawa kembali setengah dari hidungmu yang Kau tinggalkan!" kesal Wati.

Geger! Sudah tawa Bu Marimin kembali di dapur. Membungkam langkah Lukijo untuk menghindari Wati yang tengah kerasukan rasa gemas ngedongkolnya.

Berputar kembali ke arah dapur dengan tatap awas yang tengah mengamati. Berdiri mesem di tengah pintu melihat tawa di dalam dapur.

"Bu-De, jika di ijikan, Aku di dapur aja?Perasaan Wati tengah terganggu, sebaiknya Bu-De mendampinginya," ucap Lukijo mesem tak manis.

"Aku sulit berbincang Bu-de, mungkin Bu-de dan Wati bisa saling tertawa dari hati ke hati."

Lukijo segera masuk ke dapur setelah berkata dan melihat sandal yang di pakai Wati telah berpindah pakai di tangan, siap untuk melangkah di angin Alias di lemparkan!

"Kau pikir kami orang gila!" Seru Wati dengan mengejar Lukijo.

Hanya terdengar tawa Bu Marimin yang belum lagi habis-habis menemani perjumpaan kembali keduanya, seperti sebuah sambutan yang cukup menguras rasa geli di hatinya.

...****************...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!