Senandung Cinta
Dhita Pratiwi seorang gadis cantik berkulit putih bersih, berhidung mancung pemilik bola mata indah berwarna ke abu-abuan dan di tambah lagi dengan postur tubuhnya yang mungil namun padat berisi, membuat tampilannya selalu menawan di pandang mata.
Pak Setyo dan ibu Safitri adalah orang tua Dhita, ia terlahir sebagai putri tunggal mereka. Kedua orang tuanya mendidik Dhita dengan norma-norma agama sedari kecil.
Selain cantik parasnya, Dhita juga memiliki kelebihan lain, ia yang di besarkan di dalam keluarga sederhana yang sangat agamis membuat ia tumbuh menjadi pribadi yang mengagumkan, tak hanya cantik ia juga gadis Sholeha, impian kaum Adam.
Tutur katanya sopan dan rendah hati membuat semua orang yang mengenalnya sangat menyayanginya.
Dhita memiliki seorang sahabat bernama Fika Renata, mereka bersahabat dari kecil hingga terasa seperti saudara kandung. Susah senang mereka jalani bersama saling berkeluh kesah satu sama lain.
Fika orangnya baik, cantik namun suka jahil. Ia selalu tau bagaimana caranya membuat sahabatnya yang sedang berduka menjadi bahagia kembali.
Siang itu Dhita berada di dalam kamarnya, memandangi gaun pengantin berwarna putih yang baru saja ia lepaskan dari tubuhnya. Setelah ia mengganti pakaiannya dengan pakaian yang biasa ia pakai sehari-hari. Berpakaian tertutup di sertai jilbab yang menutupi auratnya. Dengan menahan rasa sesak di dadanya, ia melipat gaun tersebut dan meletakkannya ke dalam sebuah paper bag.
Dhita merenung meratapi nasibnya, nasib yang sama sekali tak pernah ia inginkan di dalam hidupnya.
Dikhianati tepat di hari pernikahannya.
Tok.
Tok.
Tok.
Terdengar suara pintu di ketuk dari luar.
" Masuk !" seru Dhita dengan suara parau, tanpa menoleh ke arah pintu. Saat itu ia sedang membelakangi pintu dan menghadap ke ranjang tempat tidurnya.
Kreeek....
Suara pintu terbuka.
" Hai, Dhi.. !" sapa Fika dari belakang.
" Fika, ada apa ?" tanya Dhita kepada sahabatnya sambil duduk di tepi ranjang.
" Gak ada kok, aku cuma mau lihat BESTie aku," jawab Fika sembari tersenyum, ikut duduk di tepi ranjang tersebut.
" Memang kenapa dengan BESTie mu ?" Dhita bertanya balik sambil mengernyitkan dahinya.
" Ya, aku takut aja dia khilaf, mau bunuh diri biasanya kan gitu orang yang patah hati bisa gantung dirinya sendiri loh ." ucap Fika menyindir sahabatnya sambil cengar-cengir sendiri.
" Jadi aku disini mau jaga-jaga !" lanjut Fika.
" Emangnya aku sekonyol itu mau bunuh diri, nyawaku terlalu berharga kali Fi kalo harus melayang hanya karna patah hati, emang kamu mau punya sahabat mati Karna bunuh diri ?" ucap Dhita sambil menoyor dahi sahabatnya yang becandanya gak ketulungan.
"Aww.. sakit tau ." Fika mengaduh kesakitan. Ia berdiri sambil berkacak pinggang dan memonyongkan mulutnya membuat mimik lucu di wajahnya
Melihat ekspresi sahabatnya tanpa sadar Dhita tersenyum, sebuah senyuman yang hampir setengah hari ini hilang dari wajah cantiknya.
Kemudian keduanya sama-sama tertawa.
" Dhi ," panggil Fika lebih serius.
" Ya, apa ?" Dhita menatap wajah sahabatnya, dari cara bicaranya sepertinya Fika sedang serius.
" Sebenarnya aku kesini ingin ngajak kamu ke kota ." ucap Fika sungguh-sungguh.
" Ke kota ?" tanya Dhita hampir tak percaya.
Fika mengangguk menatap sahabatnya penuh harap.
" Kota mana ?" tanya Dhita lagi.
" Jogja, aku mau cari kerja di sana ." jelas Fika .
" Tapi... apa orang tua ku akan mengijinkan aku pergi fi ?" Dhita mulai merasa gelisah, walau bagaimana pun ia adalah anak tunggal di keluarganya, jadi sangat mustahil baginya pergi meninggalkan kedua orang tuanya.
" Boleh, " terdengar suara dari arah pintu, rupanya ayah dan ibu Dhita mendengarkan percakapan putri mereka dengan sahabatnya itu.
" Ayah sama ibu yakin ? Dhita boleh pergi ?" Dhita masih tak percaya dengan keputusan orang tuanya.
" Iya nak, kami ingin kamu pergi ke kota itu, siapa tau disana kamu bisa melupakan semua yang terjadi di sini ." ucap ayah Dhita sambil mengelus kepala putrinya dengan penuh kasih sayang.
" Terima kasih ayah, ibu ." ucap Dhita dengan suara lirih, ia sangat terharu Karna kedua orang tuanya begitu memperdulikan perasaannya.
" Jaga diri baik-baik ya nak !" seru ibu Dhita dengan lembut, ia menahan sesak di dadanya, walau terasa berat ia harus lakukan semua itu demi kebahagiaan putrinya. Jika Dhita masih tetap berada di desa itu mereka khawatir putrinya akan semakin berlarut-larut dalam kesedihannya.
" Pasti ibu, akan selalu ku ingat semua petuah mu ." ucap Dhita sambil memeluk sang ibu tercinta, setelah itu ia memeluk ayahnya.
Sesuai kesepakatan Dhita dan Fika akan berangkat ke kota Jogja, Daerah istimewa Yogyakarta ke esokan harinya. Kota yang akan menjadi tujuan mereka menjalani hari-hari penuh makna. Kota yang akan mengubah sendi kehidupan mereka.
*
*
*
Sedangkan di sebuah desa yang berbeda.
Matahari seakan akan memanggang bumi, panasnya yang terik membuat orang-orang di kampung itu kegerahan berada di dalam rumah. oleh karena itu mereka lebih senang duduk-duduk di bawah pohon sambil berbincang-bincang dengan keluarganya.
" Hari ini panas sekali ya pak " ujar ibu ningsih pada suaminya.
" Iya bu, mungkin mau hujan" jawab pak kasim sambil mengibas-ngibaskan bajunya, maklumlah di kampung itu masih belum ada yang memiliki kipas angin karna letaknya yang jauh dari kota dan sangat terpencil.
" Syukurlah pak kalau memang mau hujan, kasihan para petani tanaman padinya kekurangan air " ujar ibu ningsih, memikirkan nasib tetangganya, walau dirinya bukan seorang petani karna tidak memiliki lahan untuk bertani, tapi biasanya kalau musim panen tiba keluarganya selalu mendapatkan cipratan dari tetangganya entah itu bekerja sebagai buruh atau ada juga yang memberikan sebagian hasil panennya dengan cuma-cuma.
" Iya bu, ngomong-ngomong bagaimana pendapat ibu mengenai lamaran nak Anton? " tanya pak kasim.
" Ya.... kita harus omongin dulu sama puri pak, kita tidak boleh mengambil keputusan sendiri!"
Pak kasim hanya mengangguk, membenarkan ucapan istrinya walau bagaimana pun puri, putri sulungnya berhak memilih kehidupannya sendiri termasuk calon pendamping hidupnya.
"Assalamualaikum.."
Terdengar ucapan salam dari depan rumah, tak lama kemudian muncullah Mamat menghampiri ibu dan bapak nya.
" Bapak.... ibu....! " teriak Mamat kegirangan.
" Ada apa toh mat, kok sepertinya kamu senang sekali? " tanya ibu ningsih
" Hari ini Mamat ulangan nya dapat nilai seratus bu! " ujar mamat seraya memperlihatkan kertas yang di pegangnya.
melihat angka seratus di kertas ulangan itu membuat pak kasim dan ibu ningsih merasa senang.
" Wah, anak kita pinter ya pak"
" Ya bu, itu juga berkat puri yang telaten melatih adiknya tiap hari"
" Mat, mbak purinya mana? " tanya pak kasim
" Di rumah pak, lagi ganti baju" jawab mamat.
" Cepat suruh kesini ya... "
Mamat mengangguk.
" Iya pak.. " ucap mamat beranjak pergi
Puri adalah putri pertama pak Kasim dan ibu Ningsih.
Puri gadis yang baik, cantik, kulitnya putih. Ia memiliki senyuman yang manis namun agak sedikit tomboi.
Mendengar bahwa dirinya dipanggil, Puri segera menghampiri orang tuanya.
" Ada perlu apa bapak manggil puri? " tanya puri dengan sopan.
" Ada sesuatu yang sangat penting yang ingin bapak dan ibu bicarakan ke kamu" jawab pak Kasim.
" Hal penting, tentang apa? " puri mengernyitkan dahi.
" Begini puri, kemarin nak Anton datang ke sini, dia mau melamar kamu, apa kamu mau dilamar sama nak anton? " pak kasim memulai topik pembicaraan tanpa basa-basi.
" Pak.... puri kan udah bilang mau kerja dulu, puri ingin hidup mandiri pak.. bu... " mata puri mulai berkaca-kaca.
"Tapi puri, tolong pikirkan baik-baik, nak anton adalah orang yang baik dan juga orang berada, kamu akan hidup senang bersama dia! " bujuk pak kasim.
" Untuk apa pak hidup senang tapi gak bahagia..." puri menitikkan air mata, bagaimana pun kata menikah belum pernah terfikirkan olehnya.
" Tapi nak.... " ucapan pak Kasim terpotong.
" Pokoknya puri gak mau, bapak kenapa sih gak bisa ngertiin puri" ucap puri seraya masuk ke dalam rumahnya.
" Sudah lah pak, kalo purinya gak mau jangan di paksa" ujar ibu ningsih yang dari tadi hanya diam saja.
" Tapi ini kan demi kebaikannya juga bu, dia sudah gadis gak baik kalo dia terlalu lama seperti itu"
" Kalau kita terus memaksa yang ada dia itu akan nekat, bapak tau kan bagaimana sikapnya puri"
" Terserah yang penting bapak sudah menyampaikan berita ini sama dia," kata pak kasim jengkel, namun benar juga apa yang di katakan istrinya, pikir pak kasim.
...****************...
Kegelapan mulai menyelubungi bumi, jarum jam menunjukkan pukul setengah delapan malam. Udara terasa dingin, diluar angin malam bertiup lebih kencang dari pada biasanya.
Puri berdiri di depan pintu rumahnya, menatap jauh ke ujung jalan, harap-harap cemas melanda hatinya, ia takut bapaknya akan memaksa dirinya untuk menikah dengan Anton, orang yang sama sekali tidak di cintainya, memang ia sangat dekat dengannya, tapi perasaanya hanya sebatas teman biasa tidak lebih.
Tiba-tiba terlintas di benaknya angan-angan pergi ke kota, mungkin dengan begitu sang bapak tidak akan memaksanya lagi.
" Kamu kenapa puri? " tanya bu ningsih, heran melihat anak nya melamun sendiri.
" Gak apa-apa bu, " jawab puri pelan.
" Apa kamu masih memikirkan ucapan bapak mu tadi? "
" Bu, kalo aku seandainya ingin bekerja, ibu setuju gak? " puri mengalih kan pembicaraan.
" Kalo ibu setuju aja, tapi apa bapak mu mau mengijinkan kamu pergi"
" Memangnya mau kerja apa? " tanya pak kasim tiba-tiba, rupanya beliau mendengar percakapan antara puri dan ibunya.
" Apa aja pak, yang penting halal, tapi... bapak setuju kan? " puri harap-harap cemas.
" Kalau itu mau mu, bapak izinkan, tapi ingat kamu harus jaga diri baik-baik" pesan pak kasim.
" Insya Allah pak, bapak tenang aja"
" Tapi puri, kamu itu perginya dengan siapa? kota itu kan jauh nak" ucap ibu nya khawatir setelah tau anaknya akan pergi ke kota.
" Bu, aku sudah besar, jadi ibu gak usah khawatir, aku bisa jaga diri baik-baik kok" puri meyakinkan ibunya.
...****************...
Malam semakin larut, angin malam semakin dingin menusuk tulang. Suara jangkrik memecah kesunyian, desir angin malam membawa mereka ke alam mimpi masing-masing.
...****************...
Ayam jantan berkokok, fajar mulai menyingsing, diarah timur tampak cahaya merah menyala.
selesai sholat subuh puri segera berkemas, kini tiba saatnya ia untuk mengadu nasib di kota.
" Pak, bu, doakan puri ya... " ucap puri sambil mencium tangan ke dua orang tuanya, meminta restu.
" Restu dan doa kami selalu mengiringi di setiap langkah mu nak" ucap bapaknya.
" Hati-hati nak, slalu waspadalah dalam setiap keadaan. " ibunya memperingatkan walau air matanya telah jatuh berbulir-bulir membasahi pipinya.
" Baik pak, bu, pesan kalian akan selalu aku ingat" jawab puri mantap.
" Mbak puri mau kemana? tanya mamat dari dalam rumah, anak kecil itu baru bangun rupanya.
" Mbak mau kerja, mamat jangan nakal ya.... " ujar puri seraya memeluk adik nya, berat rasanya ia untuk pergi.
" Nanti kalo pulang bawa oleh-oleh ya mbak"
" Iya tapi kamu harus janji ya gak akan nakal"
mamat mengangguk sekali lagi mereka berpelukan.
pak kasim dan ibu ningsih, serta beberapa orang-orang kampung mengantar kan kepergian puri hingga batas desa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 188 Episodes
Comments
@Risa Virgo Always Beautiful
Kasihan banget Dhita di khianati di hari pernikahan dirinya
2023-01-30
0
Sky darkness
mampir
2023-01-30
0
Ao_Ni
emang, kata orang, kalo cuaca panas bgt, malemnya bakal hujan wkwk
2023-01-30
0