Seminggu setelah jamuan makan malam di rumah Ratna, sekarang giliran Kuswan dan Inggit yang mengundang mereka malam malam di rumah sekaligus memperkenalkan Arya. Dia sedang ada urusan ke luar kota minggu lalu, jadi tidak sempat untuk bertemu.
Dan disinilah Dinda sekarang. Dia harus mengambil cuti setengah hari karena Arya akan ke luar kota lagi weekend ini. Entah karena kebetulan, Arya seringkali ke luar kota karena urusan pekerjaan setelah pembicaraan seriusnya dengan papanya.
Dinda, Ratna, dan Arga sudah duduk rapi di meja makan kediaman Kuswan dan Inggit yang sudah pasti lebih besar dari rumah mereka. Kuswan, dulunya meniti karir di perusahaan multinasional. Ia sangat pandai berinvestasi sehingga ketika sudah pensiun pun, dia masih punya penghasilan dan hidup mapan.
Inggit juga menerima beberapa warisan dari keluarganya yang dia putar lagi menjadi pemasukan - pemasukan aktif. Meski bukan konglomerat, tetapi mereka keluarga yang berkecukupan.
“Sebentar ya, Arya tadi ada meeting mendadak, jadi masih di jalan pulang. Mungkin kita makan dulu? Kasian makanannya sudah disiapkan, nanti keburu dingin.”, kata Inggit dengan nada ramah.
Tapi Ratna, Dinda, dan Arga masih tidak enak kalau makan duluan. Raut wajah mereka mengatakan semuanya.
“Gapapa, dia juga sampai rumah jarang makan, karna sudah makan di luar bersama kliennya. Jadi gapapa, kalau kita langsung makan sekarang.”, kata Inggit lagi sambil memberi kode pada Bi Rumi untuk segera menyajikan makanan.
Mereka menikmati makan malam sambil sesekali mengobrol ringan. Arga paling banyak ditanya - tanya karena baru saja selesai ujian akhir. Kuswan penasaran dengan rencana anak laki - laki yang 4 tahun lebih muda dari putera ketiganya.
Baskara, anak ketiga Kuswan sebentar lagi akan lulus kuliah. Dia mengambil jurusan DKV di universitas swasta di Malang. Lebih kurang 40 menit mereka makan sambil mengobrol, deru laju mobil yang memasuki pagar rumah mulai terdengar. Tak salah lagi, itu pasti Arya yang datang. Begitu pikiran semua orang di dalam rumah.
Arya memarkirkan mobilnya dan berjalan masuk menuju rumah. Bi Rumi sudah sigap membukakan pintu. Tak lama berselang, perawakan pria dengan tinggi 182 cm itu segera terlihat oleh penghuni rumah.
Kuswan dan Inggit sumringah karena anak ini tidak mengingkari janjinya. Jujur, mereka sebenarnya sudah sangat khawatir jika Arya tiba - tiba mangkir dari acara malam ini. Mereka bisa malu besar.
Ratna tersenyum lega saat melihat Arya sudah masuk. Ratna belum pernah melihat Arya lagi sejak Inggit pindah. Anak - anak Inggit memang jarang bergaul dengan tetangga sekitar saat kecil. Jadi, Ratna juga tidak ingat bagaimana wajah Arya.
Meskipun setuju dengan ide Inggit, sebenarnya Ratna memiliki sedikit kekhawatiran. Bagaimana jika Arya itu sudah terlalu tua untuk Dinda. Mengingat Arya sudah pernah menikah selama 5 tahun dan menduda selama 3 tahun.
Dia langsung bernafas lega bahkan merasa senang karena Arya ternyata adalah sosok yang tampan dan memiliki badan yang atletis. Meskipun terpaut sekitar 11 tahun dengan Dinda, tetapi sepertinya masih serasi.
Bahkan Ratna senang, dari kesan pertama, terlihat Arya akan bisa melindungi anak gadisnya ini.
Dari jauh Arya nampak biasa saja. Dia sudah bisa menebak suasana malam ini di rumah. Dia berjalan ke arah meja makan tanpa beban.
Tetapi, saat semakin dekat dengan meja makan, wajahnya sedikit terkejut. Dia mengenal gadis yang duduk disana. Otaknya yang cerdas sudah bisa menyimpulkan jika gadis itu adalah yang akan dijodohkan dengannya. Tidak ada lagi orang asing selain tiga orang yang ada di meja makan selain papa dan mama nya.
Hanya ada Ibu - ibu yang ia yakini adalah Tante Ratna, seorang remaja laki - laki, dan satu orang gadis. Jadi, sudah pasti itu orangnya.
Seketika ia kembali teringat pada nama yang diucapkan papanya saat masih di rumah sakit.
‘D-I-N-D-A. Shit, gue kira yang namanya Dinda itu ada ribuan di dunia ini.’, seketika dunia jadi sangat sempit baginya.
Meski dalam hati dia sangat terkejut, tetapi Arya terlihat bersikap biasa saja. Dia sangat ahli untuk ‘stay cool’ karena terbiasa juga menghadapi klien - klien kantornya.
Dia berdiri di meja makan sambil menunggu aba - aba dari Kuswan yang akan memperkenalkan Ratna, Dinda, dan Arga padanya.
Disisi lain, Dinda serasa mati kutu. Tubuhnya membeku. Makanan yang saat ini ada di mulutnya tak kuasa ia telan. Dia mematung sambil mengarahkan wajahnya ke hidangan di piring yang sedang ia santap.
Dinda seketika panik. Apalagi saat Arya sudah duduk di sampingnya karena Kuswan meminta Arya untuk mengisi kursi yang kosong.
Tidak ada yang menyadari raut wajah Dinda yang seketika bingung itu. Karena semua perhatian kini tertuju pada Arya. Hanya Arya yang mengerti raut wajah Dinda.
Tapi, Arya tidak mempedulikannya. Sejak awal dia sudah menganggap semua ini lelucon, jadi dia hanya mengikuti alurnya saja.
“Dinda, ini Arya, anak om yang mau om jodohkan sama kamu. Arya..”, Kuswan memberikan kode pada Arya agar dia memperkenalkan diri pada Dinda.
“Udah kenal kok, Pa. Dinda ini bawahan Arya di kantor.”, Dinda langsung menoleh cepat ke Arya. Dia tidak menyangka lelaki itu dengan santai mengatakannya.
Dia tidak heran. Di kantor pun, dia juga bersikap sangat dingin. Awalnya Dinda kira Arya bersikap seperti ini hanya di kantor saja.
Kuswan, Inggit, dan Ratna masih kaget.
Hahahahahaha. Tak lama gelak tawa Kuswan pecah. Dia maupun Inggit tidak pernah menanyakan dimana tepatnya Dinda bekerja. Gadis itu juga hanya menjawab sebatas perusahaan multinasional saat ditanya. Dia tidak menyangka ternyata Arya adalah atasan Dinda.
“Papa gak nyangka kalian satu kantor. Haha… ini baru namanya jodoh. Gak heran kita seperti punya keterikatan ya ma, waktu lihat Dinda.”, Kuswan kembali berujar sesudah melepas tawa selebar - lebarnya.
“Berarti sudah akrab dong ya.”, kata Inggit.
“Emmm engga tante, saya juga cuma sesekali ke ruangan pak Arya. Pak Arya bukan atasan langsung saya, tante, om, hehe”, jawab Dinda cepat mengoreksi kesimpulan Inggit sambil cengengesan.
Dia tidak tahu lagi harus bersikap seperti apa. Akhirnya dia hanya bisa tersenyum simpul atau tertawa bodoh saja. Tangan dan kakinya berkeringat dan gemetaran.
“Gapapa, mulai sekarang tinggal saling kenal aja. Jadi, kapan Ratna, Inggit, kita gelar lamaran dan pernikahannya.”, Dinda terkaget - kaget mendengarnya. Jantungnya baru saja berdetak kencang saat melihat bos besar divisinya itu ada disini. Sekarang om Kuswan sudah ngomong tanggal lamaran dan pernikahan.
Seketika Dinda lupa semua itu dan baru saja teringat, dia ke rumah ini karena pembahasan hubungan lebih lanjut.
‘Bagaimana ini? Pak Arya juga aneh banget. Dia kenapa bisa sesantai itu. Mustahil diaa??. Walaupun misalnya aku secantik artis papan atas, dia tidak akan mungkin bisa menerima orang sembarangan.
Dia bukan anak kuliahan yang sedang disuruh menikah. Dia sudah dewasa.’, berbagai pikiran muncul di kepala Dinda. Dia masih tidak mengerti dengan Arya. Laki - laki itu hanya diam mendengarkan papa dan mamanya bercakap dengan ibu Dinda.
‘Pasrah bukan. Menerima juga bukan. Tertarik? Atau sebenarnya dia tidak tertarik. Dia sama saja membingungkan seperti di kantor’, begitu pikir Dinda.
Tak lama, entah sejak kapan dan entah dari mana. Para orang tua ini sudah menentukan tanggal pastinya. Dinda bahkan tidak sadar, dia melamun masuk ke dimensi lain dimana hanya desiran pasir pantai yang terdengar.
“Arya, kamu bisa kan ambil cuti sekitar bulan Agustus? Dua minggu untuk persiapan pernikahan dan bulan madu sekalian.”, kata Kuswan. Dia tahu level Head seperti Arya memiliki jatah cuti yang banyak melebihi karyawan di bawahnya.
“Dinda, gimana? Bisa cuti dua minggu, kan? Kamu kan pasti minimal dapat cuti 12 hari.”, Kuswan bertanya tetapi menjawabnya sendiri.
“A… itu om, tante… ehmm…”, jawab Dinda terbata - bata.
“Cuti 3 hari harusnya cukup, Pa. Dinda masih karyawan magang. Meskipun dia punya jatah cuti 12 hari, tapi dia ga bisa ambil lebih dari 5 hari berturut - turut. Lagian lamaran bisa di weekend, pernikahan satu hari, dan gak perlu bulan madu.”, kata Arya tanpa merasa bersalah. Dia dengan santai mengatakannya meski ada Ratna disana. Wajah Ratna seketika murung.
“Arya, buat kamu ini memang yang kedua. Tapi buat Dinda, ini pernikahan yang pertama. Setidaknya harus ada bulan madu, prewedding, dan persiapan - persiapan lain yang lengkap.”, kata Inggit. Ratna melirik Inggit dan menunjukkan perasaan lega bahwa Inggit sudah memikirkan hal itu.
“Pa, ma, tante Ratna. Arya minta maaf, tapi Dinda adalah karyawan magang di kantor. Dia gak bisa ambil cuti banyak. Selain itu, Arya juga akan sibuk dengan berbagai proyek besar mulai bulan depan. Papa dan mama udah lihat sendiri belakangan Arya weekend pun ketemu klien. Kalau masih mau ikut timeline papa, Dinda bisa kehilangan pekerjaannya.”
Kuswan menghela nafas. Dia tidak bisa menemukan celah kalau Arya sedang cari - cari alasan. Semua yang Arya katakan benar. Kuswan sudah khatam tentang hal itu sudah lama. Sampai pensiun, Kuswan mendedikasikan dirinya di dunia perkantoran.
“Satu lagi, di kantor Arya, tidak boleh ada hubungan di luar rekan kerja antara satu divisi atau cross divisi yang saling berkaitan. Karena nanti akan ada kemungkinan isu impartiality. Jadi, kalau papa dan mama tetap dengan rencana ini, kita harus merahasiakan ini sementara dari kantor. Setidaknya sampai lowongan Head di divisi Dinda terisi.”, Arya kembali melemparkan bom atom pada Kuswan, Inggit, dan Ratna.
Lagi - lagi Kuswan tahu betul aturannya. Semua yang dikatakan benar. Kecuali Dinda mengundurkan diri, mereka tidak bisa terlalu menggembar gemborkan pernikahan ini.
Kuswan juga kasihan jika Dinda harus mengundurkan diri. Dia tahu betapa antusiasnya gadis itu pada pekerjaannya saat mengobrol di rumah Ratna. Dia juga sudah merasa berterima kasih karena Dinda sudah mau menjadi bagian dari keluarga mereka.
“Oke, kamu benar. Papa gak bisa mundurin timeline karna papa pengen secepatnya Dinda resmi jadi anak papa. Masalah bulan madu nanti kita bisa atur beberapa waktu setelah menikah. Gimana ma? Ratna?”, kata Kuswan bertanya.
‘Seharusnya yang ditanya itu aku gak sih?’, teriak Dinda dalam hati.
Dari tadi mereka mendiskusikan sesuatu yang mengubah hidupnya, tapi mereka tidak sekalipun menanyakan pendapatnya. Pak Arya juga tidak sedikitpun menoleh pada Dinda.
‘Sebenarnya apa yang sedang pak Arya pikirkan. Kalau aku jadi dia, aku mana mau menikah dengan orang yang tidak aku kenal. Satu kantor, bawahan pula. Melihatku saja dia hampir tidak pernah.’, hingga saat ini Dinda masih bertanya - tanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 274 Episodes
Comments
dite
bukannya selisih 14 tahun ya, arya 36 th kan di bab bab akhir
dinda 23 kan
2023-02-18
0