Hari ini menjadi hari paling sibuk dalam hidup Ratna. Dari pagi dia sudah bolak - balik dapur mempersiapkan acara makan malam nanti. Kuswan dan Inggit akan datang berkunjung ke rumah. Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam. Kemungkinan, mereka akan sampai sekitar setengah jam lagi.
Dinda sudah bersiap di dalam kamar. Dia memandangi ponselnya sambil melihat beberapa to-do-list untuk pekerjaannya minggu depan. Saat - saat aneh dan menegangkan seperti ini, Dinda memilih untuk memikirkan pekerjaan.
Dia sudah tidak mau lagi memikirkan tentang perjodohan ini. Biarkan saja mengalir seperti air. Toh mau dipikirkan berapa kali pun, dia sudah tidak bisa memilih. Pilihan tetap jatuh ke opsi yang sama. Menikah dengan anak tante Inggit adalah jalan yang terbaik untuk semuanya. Dia juga menganggap ini sebagai balas budi atas kebaikan tante Inggit.
“Assalamu’alaikum.”, dari depan sudah terdengar suara yang sangat ia kenal.
Arga bergegas ke pintu depan setelah disuruh ibunya. Arga membuka pintu, menyalami keduanya, dan mempersilahkan mereka masuk.
Awalnya Kuswan akan duduk di ruang tamu, tapi Ratna langsung datang dan menyuruh mereka langsung ke meja makan.
“Makan dulu. Nanti kalau sudah kenyang, baru kita ngobrol.”, kata Ratna.
Dia tidak ingin apapun nanti yang menjadi pembicaraan mereka mempengaruhi hidangan yang sudah disediakan di atas meja makan. Terlepas dari acara perjodohan ini, Ratna memang sudah lama ingin menjamu mereka makan.
Ratna langsung memanggil Dinda. Kuswan tidak bisa menyembunyikan wajahnya yang terpana dengan sosok anak gadis bernama Dinda. Benar kata Inggit. Bukan karena kecantikannya, tetapi juga karena aura gadis itu.
Sekali lihat, mereka langsung yakin bahwa Dinda adalah gadis baik - baik dan cocok untuk disandingkan dengan Arya.
Lebih tepatnya, gadis seperti ini harus di reserved sesegera mungkin sebelum disambar oleh keluarga lain.
Dinda memang cantik, namun tidak dipungkiri bahwa banyak gadis lain di luar sana yang jauh lebih cantik. Bahkan mungkin Sarah yang merupakan mantan istri Arya lebih cantik dari Dinda.
Tetapi gadis ini punya nilai lebih yang mungkin gadis lain itu tidak miliki. Berbeda saat melihat Sarah, mantan istri Arya. Kuswan merasa nyaman sekali saat bertemu, bersitatap, dan berkomunikasi dengan Dinda. Rasanya sudah seperti anak sendiri.
Lebay memang. Dan itu adalah ekspresi dan penilaian Kuswan saat mendengarkan penuturan Inggit yang terkesan melebih - lebihkan Dinda. Tapi saat ini Kuswan mengerti apa yang Inggit maksud.
Keyakinannya bertambah saat melihat dan berinteraksi langsung dengan Dinda saat menikmati hidangan makan malam dari Ratna. Dia sangat sopan, cara berbicaranya dengan orang tua lembut, namun sesekali bisa menampakkan sisi gaharnya pada sang adik. Ditambah lagi, Dinda tidak hanya cantik tetapi juga cerdas.
Beberapa pertanyaan basa - basi Kuswan ditanggapi dengan serius. Dan ini membuat Kuswan tak bisa menahan gelak tawanya. Di sisi lain, gadis ini juga sangat polos, pikirnya.
Saat hampir semua dari mereka tampaknya sudah selesai makan, Kuswan mulai masuk ke inti pertemuan mereka malam ini.
“Sebulan yang lalu, Inggit sudah mengutarakan maksud kami pada Ratna bahwa kami ingin dan berharap sekali jika Dinda bisa jadi bagian dari keluarga kami. Saya harap Ratna sudah menyampaikannya pada Dinda.”, kata Kuswan dengan suara lembut pada Ratna.
Inggit menyunggingkan senyumnya pada Dinda sambil terus mendengarkan penuturan kata Kuswan pada Ratna. Dinda juga balas tersenyum pada Inggit. Inggit hanya berharap dalam hati bahwa senyuman itu adalah tanda bahwa Dinda menyetujui keinginannya.
“Kami ingin sekali menjodohkan Dinda dengan anak kedua kami Arya. Dia saya didik menjadi pria yang baik, cerdas, dan bertanggung jawab. Dia sudah pernah menikah sebelumnya, tetapi gagal setelah 5 tahun membina rumah tangga. Saya tahu mungkin jarak antara Dinda dan Arya terpaut jauh, tapi saya yakin Dinda bisa jadi penyembuh terbaik bagi Arya dan Arya bisa jadi pelindung bagi Dinda. Supaya Ibunya juga fokus mikirin Arga sekarang.”, tutur Kuswan pelan, lembut, namun tegas dan disertai dengan sedikit candaan di bagian akhir, membuat situasi yang serius ini menjadi sedikit mencair.
“Mas Kuswan, mba Inggit, jujur, sebenarnya saya terkejut saat pertama kali mba Inggit menyampaikan ini ke saya. Bagaimana mungkin anak dari keluarga seperti kami ini bisa menarik perhatian mba Inggit dan bahkan mau dijodohkan dengan putera pertama mba Inggit. Saya rasanya tidak pantas….”, sebelum Ratna melanjutkan kembali kata - katanya. Inggit sudah langsung memotong.
“Kamu jangan ngomong begitu. Justru kami yang takut sekali sekarang kalau - kalau Dinda tidak bersedia.”, kata Inggit.
Ia tidak ingin Ratna mengatakan hal seperti itu lagi.
“Mba.. kami tidak pernah sekalipun melupakan semua kebaikan mba. Kami belum lagi bisa membayar semua kebaikan - kebaikan itu. Dan mba memberikan kami kebaikan yang lain. Saya sudah bicara dengan Dinda, dia setuju mba.”, jawab Ratna.
Kalimat terakhir dari Ratna membuat Kuswan dan Inggit bernafas lega. Mereka tersenyum lebar sambil melihat ke arah Dinda. Dinda juga mengeluarkan senyumnya. Melihat orang - orang di depannya ini membuat dia tidak sampai hati untuk menunjukkan perasaannya yang sebenarnya. Dinda tetap tersenyum hangat meski saat ini hatinya ketar - ketir karena sangat khawatir.
Seminggu yang lalu.
“Papa tahu sekarang papa seperti orang tua yang egois. Tapi papa tidak bisa memikirkan cara lain lagi untuk menghentikan tindakan kamu yang sudah liar itu. Papa sudah kehabisan ide selama tiga tahun ini menghadapi kamu.”, kata Kuswan yang masih terbaring di tempat tidur rumah sakit.
“Mungkin dengan memberikan kamu tanggung jawab baru sebagai seorang laki - laki, bisa mengubah hidup kamu jadi lebih baik. Setidaknya bisa mengembalikan kamu yang dulu saja, Papa sudah bersyukur”, lanjut Kuswan.
“Pa, aku hidup dengan baik. Karir aku bagus, aku bekerja dengan serius. Aku gak main - main seperti yang papa mama pikir.”, Arya sudah berjanji pada mamanya untuk tidak berdebat dengan papanya. Tapi mendengar seolah - olah dia seperti anak ABG labil dan tantrum yang keluyuran gak jelas setiap hari karena perceraiannya, membuat Arya perlu membela diri.
“Papa tahu. Papa sama mama gak pernah mempermasalahkan karir kamu. Tapi kamu sadar gak sih kalau jiwa kamu itu kosong. Kamu pulang larut malam setelah lembur. Pagi kerja lagi, weekend ke klub dan pulang dalam keadaan mabuk. Kamu pikir hidup yang baik cuma karena kamu bekerja seperti orang gila?”, ujar Kuswan lagi dengan nada sedikit meninggi.
Arya menghela nafas panjang dan mengurut dahinya. Ia bersandar ke dinding, melihat ke langit - langit rumah sakit dan beberapa kali menggoyangkan kepalanya ke belakang hingga membentur dinding. Dia tidak bisa dan tidak ingin menyanggah perkataan Kuswan.
“Trus papa mau aku gimana?”, kata Arya frustasi.
“Minggu depan papa sama mama mau ke rumah tante Ratna untuk secara resmi meminta anaknya, Dinda menikah dengan kamu.”, jawab Kuswan.
Arya tertawa kecil dengan nada sinis. Dia menggeleng - gelengkan kepalanya. Bukan menolak tetapi menunjukkan rasa tidak percayanya.
“Okay, and then?”, tanyanya lagi dengan singkat. Dia tidak percaya papa dan mamanya datang dengan ide konyol seperti ini.
“Papa berharap dua bulan dari sekarang kalian bisa menikah. “, ucap Kuswan yang sontak membuat Arya kehilangan akal. Dari luar parasnya masih tenang tapi tidak bisa menyembunyikan rasa tidak percayanya.
Meski sebelumnya Inggit sudah mengajaknya berbicara, tetapi tetap saja, mendengar langsung ide ini dari papanya yang kaku dan logis membuat Arya tidak percaya dengan ini semua.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 274 Episodes
Comments