Bab 6 Keputusan sudah Final Bagian 1

Akhir pekan menjadi waktu yang sangat ditunggu - tunggu oleh semua orang. Keluarga yang ingin makan malam bersama, pasangan kekasih yang ingin melepas rindu, kolega yang ingin mempererat hubungan bisnis, dan sohib - sohib yang ingin melepas penat dengan kumpul bareng di tempat - tempat hits.

Malam minggu sudah berganti hari. Jam sudah menunjukkan pukul 3 pagi. Suara mobil berderu dari depan gerbang kediaman Pak Kuswan. Suara pagar besi berbunyi pertanda ada yang masuk. Sebuah mobil melambat ke arah rumah tetapi tidak masuk.

Seorang laki - laki tampak mengantar Arya yang malam itu kembali pulang dalam keadaan mabuk. Hari ini lebih berat dan lebih pagi lagi dia pulang. Dari dalam rumah, Bu Inggit bersikeras untuk melarang Pak Kuswan keluar. Ia takut kejadian beberapa minggu lalu terjadi lagi. Pertengkaran yang tidak berguna dan berlarut ini bisa semakin mengganggu kesehatan Pak Kuswan yang memang belakangan sudah di wanti - wanti dokter untuk tidak boleh stress dan banyak pikiran.

“Pa, mama mohon biar mama aja. Papa udah lanjut tidur aja. Papa gak boleh marah - marah atau banyak pikiran dulu, pa. Mama mohon.”, Inggit berusaha keras melarang Kuswan. Tapi sudah terlambat. Kuswan sudah mengenakan sendalnya. Mukanya merah padam.

Kuswan berjalan menuju pintu. Sorot matanya tajam. Dia mengambil sebuah vas bunga diatas meja nakas menuju ruang tamu depan. Begitu Arya masuk, Kuswan langsung melempar vas bunga itu ke arahnya.

Beruntung benda itu hanya mengenai tangan kirinya dan berlalu ke arah pintu lalu pecah berkeping - keping. Tidak hanya Arya yang sudah mabuk terkejut, tetapi juga seisi rumah. Bi Rumi, Pak Asep yang berdiri di belakang Arya, dan tentunya inggit yang langsung berlari ke depan.

“Pa..”, Inggit setengah berteriak. Kuswan sudah menampar dan menarik kerah baju Arya.

“Kamu saya besarkan dari kecil. Saya kasih makan, saya sekolahkan, tapi apa yang kamu kasih sama saya? Cuma karena satu wanita tidak beradab, kamu jadi mau menyiksa saya di rumah ini. Mau bikin malu saya, kamu?.”, Kuswan tak bisa menahan lagi emosinya. Arya sudah keterlaluan. Sudah lebih tiga bulan dia menahan tingkahnya yang semakin mundur dari standar hidup yang sudah dia ajarkan.

Arya tidak kalah terkejutnya. Dia tidak menyangka papanya akan bertindak berlebihan seperti ini. Ya, menurut Arya, papanya malam ini sangat berlebihan. Mereka cukup berpura - pura tidak tahu atau menyuruhnya kembali ke rumahnya agar tidak melihat Arya begini.

“Papa kenapa sih? Ini hidup aku pa, ngapain sih pake diurus - urus. Aku cuma minum, ga ngapa - ngapain. Papa juga tahu kok kalo di kerjaan juga pasti ketemu klien bakal begini.”, Arya merasakan sedikit perih di tangan kanannya. Tapi dia masih mengoceh tak karuan. Malam ini dia seperti menantang papanya.

“Kamu…. gak ada sadar - sadarnya, kamu…”, kata - kata Kuswan terhenti. Kuswan memegang dadanya. Mulutnya menganga dan wajahnya nampak menahan sakit. Inggit langsung berlari dan mengarahkan Arya untuk membawa Kuswan ke kursi tamu.

“Pa.. tenang pa… mana yang sakit? Bi Rumi!!! Ambilin minum tolong Bi.”, Bi Rumi yang sedari tadi sudah bangun sejak keributan dimulai, langsung sigap mengambilkan minum.

“Bi, sekalian sama obat yang di botol, di laci nakas kamar, ya Bi.”, Inggit langsung memerintahkan Bi Rumi mengambil obat penenang yang sudah diresepkan dokter.

“Pak Asep, kayanya gak bisa, Pak. Bapak keluarin mobil cepetan, Pak. Kita ke rumah sakit. Ayok Pak Asep cepetan.”, Bi Rumi membantu memapah Pak Kuswan.

****

“Bu, hari ini aku terima review dari SPV untuk masa intern aku yang sudah selesai semester pertama. Katanya semua bagus, Bu. Kalau masa intern aku lancar, kemungkinan aku bisa diangkat jadi karyawan tetap.”, kata Dinda menghampiri ibunya di dapur.

“Oh, yang benar kamu? Mulai kapan?”, kata Ratna sangat antusias.

“Reviewnya baru tadi Bu. Enam bulan lagi akan direview lagi, Bu. Semoga aja bisa jadi karyawan tetap, supaya gajinya gak ada yang kepotong dan aku juga bisa dapat tunjangan yang lain.”, kata Dinda menjelaskan sambil membuka kulkas dan mengambil ayam.

“Berapa lama lagi itu? Trus abis itu bisa jadi karyawan tetap?”, kata Ratna melanjutkan. Dia menyambut ayam dari Dinda dan membersihkannya di bak cuci piring.

“Biasanya enam bulan aja cukup. Masa tunggu satu bulan, tapi nanti dievaluasi lagi. Kalau bagus terus performanya bisa diangkat jadi staf permanen. “, kata Dinda kembali menjelaskan.

“Selamat ya nak. Ibu bangga sama kamu. Gak sia - sia kamu kuliah pulang - kuliah pulang terus.”, kata Ratna.

“Haha itu gak ada hubungannya, Bu. Yang penting setidaknya sampai 1 tahun kedepan aku gak perlu pusing lagi cari kerjaan.”, kata Dinda sambil menyeruput teh panas yang sudah disiapkan ibunya.

“Tentang tawaran perjodohan dari tante Inggit, kamu benar tidak masalah?”, Ratna mulai membuka omongan sensitif itu lagi.

Dinda melamun sebentar dan menyeruput kembali tehnya sebelum menjawab, “Tante Inggit orang yang baik. Jadi Dinda berusaha meyakinkan diri kalau anaknya juga baik buat Dinda. Oiya Bu, tante Inggit nawarin itu, apa atas persetujuan anaknya juga?”, tanya Dinda.

Belakangan pertanyaan itu muncul di kepalanya. Mungkin saja tante Inggit hanya basa - basi saja dan bisa jadi harapan bagus buat Dinda.

“Ibu gak tanya Din. Lagi pula sudah hampir sebulan sejak dia ke rumah menyampaikan perihal perjodohan itu. Tapi tante Inggit belum menghubungi Ibu lagi.”, kata Ratna. Dalam hati dia berharap Inggit lupa dengan percakapan waktu itu. Sama seperti Dinda, dia juga berharap Inggit lupa dan mungkin hanya terbawa perasaan saja saat mengungkapkan ide itu.

“Hm.. semoga saja tante Inggit hanya basa basi, Bu.”, tanpa sengaja Dinda jujur pada Ibunya.

“Kamu sebenarnya yakin atau tidak?”, kata Ratna sambil duduk di kursi, ikut menyeruput teh setelah menaruh ayam tadi di atas kompor untuk direbus.

Dinda menghela nafas pelan. “Kata orang, meski sudah pacaran, pasangan juga punya keraguan, Bu untuk menikah. Gimana aku yang gak pernah ketemu.”, jawab Dinda jujur.

****

Suasana pagi itu di rumah keluarga Kuswan sendu dan sepi. Inggit, Bi Rumi, dan Pak Asep di rumah sakit sejak tadi malam mengantarkan Kuswan. Arya berangkat subuh tadi menyusul ke rumah sakit menggunakan taksi setelah rasa mabuknya sedikit menghilang. Meski kepalanya masih berat, tapi setidaknya dia dalam kondisi sadar.

“Gimana papa, ma?”, tanya Arya begitu sampai di rumah sakit.

“Kalau ada apa - apa sama papa, mama gak akan pernah maafin kamu, Arya.”, Inggit masih emosi begitu melihat anak laki - lakinya itu sampai di rumah sakit.

“Harus berapa kali mama bilang, mama peringatkan, kamu bisa lebih dewasa sedikit gak sih, Arya.”, kata Inggit kembali memecah keheningan.

“Maafin, Ma. Arya tadi gak sepenuhnya sadar. Arya bahkan gak ingat apa yang udah Arya ucapin ke papa.”, kata Arya sambil menatap nanar mamanya.

“Terus kenapa kamu minum? Sampai jam 3 lagi. Kamu itu sebenarnya kenapa sih? Apa sebelum di rumah kamu juga minum - minum?.”, tanya Inggit lagi.

Arya cuma bisa menatap kosong. Kepalanya masih sangat berat. Dia tidak tahu jawaban apa yang ingin didengar mamanya. Tak lama telepon Inggit berdering.

“Iya Andin. Papa masih ditangani dokter.”, kata Inggit lemas.

“Papa jadi pasang ring, ma?”, kata Andin kaget.

Andini Larasati adalah kakak perempuan Arya. Dia sudah lama tinggal di Amerika sejak menikah 6 tahun yang lalu. Lebih tepatnya terpaksa menikah karena sudah terlanjur hamil.

Sekarang dia sudah bercerai dari suami pertama yang menghamilinya dulu dan tinggal bersama suami kedua di Portland. Dia sudah dikaruniai 2 anak. Satu dari suami pertama, dan satu lagi dari suami kedua.

Kondisi Andien juga tidak lebih baik dari Arya. Sekitar sebulan yang lalu dia juga sudah melempar bom lagi di keluarga Kuswan. Dia berniat cerai dari suami keduanya dan pulang ke Jakarta. Dia sedang mengurus surat - surat perceraiannya. Tidak mudah mengurusnya karena administrasi dan lain - lain.

Setelah menjelaskan kondisi Kuswan yang tengah dioperasi, Andin menutup ponselnya. Inggit kembali bersandar di kursi. Tatapannya lagi - lagi kosong. Tak terasa air matanya turun. Ia menyekanya dengan cepat.

“Maafin Arya, ma.”, Arya tiba - tiba memegang tangan mamanya, menatapnya tajam, dan menunjukkan penyesalannya. Selama beberapa kali pertengkaran hebat terjadi, hari ini adalah yang terburuk.

****

“Din, kamu bisa booking meeting room Australia, ga? Saya mau meeting sama Pak Arya siang ini. Kamu booking 2 jam, ya.”, kata Pak Erick.

“Oke, baik Pak. Perlu aku minta OB buat nyiapin kopi?”, tanya Dinda.

“Ga usah, kamu tolong pesen aja di cafe bawah. Americano dua, ya. Bayar pake kartu kredit ini. Trus antar ke ruang meeting nya ya.”, Pak Erick buru - buru merapikan dokumennya sambil memberikan kartu kredit.

Dinda langsung tancap gas untuk booking ruang meeting dan meluncur ke kafe bawah. Di jalan keluar lift, dia bertemu dengan Pak Arya. Tidak seperti biasanya, auranya berbeda. Jauh lebih menyeramkan dan suram.

Dia mengenakan kemeja putih dengan dua kerah kancing terbuka. Dia tidak mengenakan jam dan hanya membawa ponsel di tangan. Dia juga tidak membawa tumblr kopi seperti biasanya. Padahal dia sepertinya baru saja datang.

‘Gimana nih. Kayanya aura dia lebih gelap dari biasanya. Approval review semester pertama karyawan intern pake tanda tangan dia ga, ya.”, Dinda jadi memikirkan proses administrasinya sebagai karyawan magang.

‘Lagian dia juga gak pernah anggap aku ada. Dia gak bakal ingat. Kalopun pakai tanda tangan dia, pasti dia main sign - sign aja.’, pikir Dinda meyakinkan diri.

Tidak butuh waktu lama baginya untuk mendapatkan dua Americano. Dia bergerak dengan cepat ke atas, berusaha secepat mungkin sampai di ruang meeting dan meletakkan kopi itu disana, supaya tidak berpapasan dengan Pak Erick maupun Pak Arya. Suasananya pasti canggung luar biasa.

Tapi sayang, ketika Dinda masuk mengantarkan kopi, Pak Arya sudah duduk disana sambil menandatangani beberapa dokumen. Ruang meeting ini tidak tembus pandang. Dia sudah keburu membuka pintu dan memasukkan setengah badannya ke dalam. Tidak mungkin dia mundur lagi.

“Maaf Pak, saya diminta Pak Erick untuk menaruh kopinya langsung di sini.”, kata Dinda.

Arya tidak menjawab. Bergeming pun tidak. Dia fokus menandatangani, membolak - balik dokumen dan menandatanganinya.

“Kalau begitu saya permisi, ya Pak.”, kata Dinda cepat. Dia harus segera kabur dari sini.

“Sebentar. Dinda itu kamu ya?”, Pak Arya menolehkan wajahnya pada Dinda. Sontak Dinda langsung terkejut. Dia baru saja akan tancap gas menghilang dari sana. Tapi orang ini malah memanggilnya.

“Aa.. i..iya Pak saya Dinda.”, jawab Dinda gugup.

“Hm.. dulu kuliah jurusan apa?”, padahal pertanyaan yang sangat mudah. Tapi kepala Dinda sudah pusing. Dia merasakan kecemasan yang berlebihan.

“Sistem Informasi, Pak.”, Dinda menjawab singkat, padat, dan jelas.

“Hm.. Oke.”, Arya kembali menoleh ke dokumennya. Dia menutup dokumen yang tadi dia lihat, dan kembali mengambil dokumen yang lain.

‘Apa itu tadi? Aduh aku yang terlalu berlebihan atau gimana. Tapi dia menyeramkan sekali. Keren banget anak - anak MT yang dibawah dia. Bisa diskusi sama orang ini dalam satu ruangan yang sama berjam - jam. Kalo aku pasti sudah mati.’

MT (Management Trainee) adalah semacam intern tetapi versi high level. Mereka biasanya lulusan S2 universitas ternama di dalam negeri atau luar negeri. Berbeda dengan intern, mereka sudah termasuk permanent staff begitu masuk kantor dan bisa menaiki jenjang karir lebih cepat.

Di ruang meeting Australia setelah Dinda pergi

“Itu yang ngantar kopi, Dinda yang kemaren bikin masalah? Gapapa kamu kasih dia review bagus di semester pertama?.”, ini adalah pertanyaan pertama Arya saat Erick masuk ke ruangan.

“Masalah kemarin kalau dilihat - lihat bukan sepenuhnya salah dia. Divisi sebelah kasih deadline terlalu singkat dan tidak ada follow-up. Siapapun juga kemungkinan besar bisa lupa. Dia kalau kerja bagus, kok. Patuh dan gak ribet juga.”, kata Erick.

“Oke.. udah gue tanda tangan, tinggal proses ke HR. Kalo gitu, kita lanjut meeting.”, lanjut Arya sambil mengangguk.

Terpopuler

Comments

bieb

bieb

alur ceritanya bagus.....👍👍

2023-03-16

1

Erik Kurnianto

Erik Kurnianto

gemescma Arya
pengen nampol pakai permen kaki☹

2023-02-17

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Hari Pertama Intern Bagian 1
2 Bab 2 Hari Pertama Intern Bagian 2
3 Bab 3 Kerisauan Inggit
4 Bab 4 Pemberitahuan dan Masa Lalu
5 Bab 5 Bermasalah di Kantor
6 Bab 6 Keputusan sudah Final Bagian 1
7 Bab 7 Keputusan sudah Final Bagian 2
8 Bab 8 Berkunjung Bagian 1
9 Bab 9 Berkunjung Bagian 2
10 Bab 10 Awkward and Silence Bagian 1
11 Bab 11 Awkward and Silence Bagian 2
12 Bab 12 Lamaran
13 Bab 13 Masa Depan dan Masa Lalu
14 Bab 14 Pernikahan
15 Bab 15 Istri Seorang Arya Pradana Bagian 1
16 Bab 16 Istri Seorang Arya Pradana Bagian 2
17 Bab 17 Dingin
18 Bab 18 Ngantor Lagi
19 Bab 19 Kebebasan
20 Bab 20 Kelakuan Mama Inggit
21 Bab 21 Umpan Bagian 1
22 Bab 22 Umpan Bagian 2
23 Bab 23 Definisi Rasa
24 Bab 24 Menginap Dadakan di Hotel Bagian 1
25 Bab 25 Menginap Dadakan di Hotel Bagian 2
26 Bab 26 Menginap Dadakan di Hotel Bagian 3
27 Bab 27 Wanita di Sekitar Arya
28 Bab 28 Voucher Liburan
29 Bab 29 Pesona Pak Arya
30 Bab 30 Situasi yang Aneh
31 Bab 31 Sakit Bagian 1
32 Bab 32 Sakit Bagian 2
33 Bab 33 Kebodohan Dinda
34 Bab 34 Apa Dia masih Mencintai Mantan Istrinya?
35 Bab 35 Bulan Madu Bagian I
36 Bab 36 Bulan Madu Bagian 2
37 Bab 37 Bulan Madu Bagian 3
38 Bab 38 Bulan Madu Bagian 4
39 Bab 39 Bulan Madu Bagian 5
40 Bab 40 Sikap Tegas Sang Arya Pradana
41 Bab 41 Hari Terakhir Bulan Madu
42 Bab 42 Belajar Memahami
43 Bab 43 Pulang Bulan Madu
44 Bab 44 Hutang Dinda pada Arya
45 Bab 45 Penolakan
46 Bab 46 Izin Glamping
47 Bab 47 Berhubungan dengan Mantan
48 Bab 48 Gagal Glamping
49 Bab 49 Pertemuan Tak Terduga
50 Bab 50 Sikap Dingin Dinda
51 Bab 51 Apa yang terjadi di Kamar 505?
52 Bab 52 Makan Malam Keluarga
53 Bab 53 Apartemen Arya
54 Bab 54 Perhatian
55 Bab 55 Bertemu Orang Baru
56 Bab 56 Arya, Si Workaholic
57 Bab 57 Cafe Baru di Kantor
58 Bab 58 Kebetulan
59 Bab 59 Boleh panggilannya diganti jadi ‘Mas’?
60 Bab 60 Rahasia Besar Terungkap
61 Bab 61 Mabuk
62 Bab 62 Aku ingin Dinda malam ini
63 Bab 63 Maaf
64 Bab 64 Gak Masuk Kantor
65 Bab 65 Pillow Talk
66 Bab 66 Masuk Kantor Lagi
67 Bab 67 Kissmark
68 Bab 68 Pertanda Badai Mulai Menerjang
69 Bab 69 Pillow Talk bagian 2
70 Bab 70 Weekend
71 Bab 71 Dinner Berdua
72 Bab 72 Kehidupan Perkantoran Bagian 1
73 Bab 73 Kehidupan Perkantoran bagian 2
74 Bab 74 Hari yang Melelahkan
75 Bab 75 Mulai Perhatian
76 Bab 76 Profesionalitas Seorang Arya Pradana
77 Bab 77 Konfrontasi
78 Bab 78 Keisengan Inggit
79 Bab 79 Seorang Arya bisa Nervous juga?
80 Bab 80 Perjalanan ke Luar Kota
81 Bab 81 Dinda, Si Penakut
82 Bab 82 Sunrise
83 Bab 83 Pertemuan tak Terduga
84 Bab 84 Penjelasan
85 Bab 85 Dinda Salah Tingkah (Salting)
86 Bab 86 Ketahuan
87 Bab 87 Mereka Pacaran?
88 Bab 88 Dihantui Masa Lalu
89 Bab 89 Melewati Malam yang Indah
90 Bab 90 Konfrontasi Dimas
91 Bab 91 Arya Mulai Posesif
92 Bab 92 Bermalam di Apartemen
93 Bab 93 Tetangga Apartemen
94 Bab 94 Menginap di Rumah Dinda bagian 1
95 Bab 95 Menginap di Rumah Dinda bagian 2
96 Bab 96 Menginap di Rumah Dinda Bagian 3
97 Bab 97 Menginap di Rumah Dinda Bagian 4
98 Bab 98 Permainan dimulai
99 Bab 99 Bagaimana sebenarnya perasaanku?
100 Bab 100 Arya Cemburu?
101 Bab 101 Mata - Mata Arya
102 Bab 102 Ngobrol Cantik di Kamar Dinda
103 Bab 103 Arya Salah Strategi
104 Bab 104 Pertanyaan Sulit dari Dinda
105 Bab 105 Circle Rekan Kantor
106 Bab 106 Kemarahan Arya
107 Bab 107 Apartemen Arya
108 Bab 108 Peringatan dari Arya
109 Bab 109 I love you?
110 Bab 110 Cuti Bersama
111 Bab 111 Arya ke Bangkok
112 Bab 112 Hari tanpa Arya
113 Bab 113 Telat Datang Bulan
114 Bab 114 Test Pack
115 Bab 115 Rumor tentang Arya
116 Bab 116 Darimana Rumor Berawal
117 Bab 117 Pertemuan dengan Si Kecil
118 Bab 118 Pandangan Ibas
119 Bab 119 Arya Pulang Bagian 1
120 Bab 120 Arya Pulang Bagian 2
121 Bab 121 Sikap Romantis Arya Pradana
122 Q&A Session Bagian 1
123 Bab 122 Akhirnya Mereka Tahu
124 Bab 123 Flashback Pernikahan Bianca
125 Bab 124 Tim Building Bagian 1
126 Bab 125 Pengertian dan Perhatian
127 Bab 126 Penjelasan tentang Rumor
128 Bab 127 Tim Building Bagian 2
129 Bab 128 Kena Mental
130 Bab 129 Taring Arya Pradana
131 Bab 130 Misi Pertama Tim Building - Wisata Pantai
132 Bab 131 Wisata Pantai Bagian 2
133 Bab 132 Arya Buka Kartu
134 Bab 133 Pria Misterius di Hotel
135 Bab 134 Kekhawatiran Arya
136 Bab 135 Kartu Arya di Gilbert
137 Bab 136 Pillow Talk Edisi Tim Building
138 Bab 137 Kembali ke Kamar
139 Bab 138 Wisata Pulau dengan Kapal
140 Bab 139 Genting
141 Bab 140 Menyelamatkan Dinda
142 Bab 141 Kembali ke Hotel
143 Bab 142 Omelan Arya
144 Bab 143 Bisik - Bisik Karyawan
145 Bab 144 Kehamilan Dinda
146 Bab 145 Teguran Keras dari Arya
147 Bab 146 Cara Meluluhkan Pria Es seperti Arya
148 Bab 147 Modus ala Bianca
149 Bab 148 Babak Baru telah dimulai
150 Bab 149 Kepala Divisi yang Baru
151 Bab 150 Siapa Dika Sadewa?
152 Bab 151 Periksa Kandungan Rutin Bagian 1
153 Bab 152 Periksa Kandungan Rutin Bagian 2
154 Bab 153 Orang - Orang Baru
155 Bab 154 Tak Menjawab Telepon
156 Bab 155 Arya Pulang dari Luar Kota
157 Bab 156 Masih Marah
158 Bab 157 Hukuman
159 Bab 158 Business Trip lagi?
160 Bab 159 Pak Arya punya Istri?
161 Bab 160 Mas Arya Selingkuh?
162 Bab 161 Yeay, Arya Pulang
163 Bab 162 Couple Time
164 Bab 163 Kenalin Istri saya
165 Bab 164 Susu Hamil buatan Mas Arya
166 Bab 165 Penawaran dari HRD
167 Bab 166 Mereka menginap gak ya?
168 Bab 167 Suami yang Perhatian
169 Bab 168 Meeting di Tempat yang Sama
170 Bab 169 Kotak Pandora
171 Bab 170 Mencari Tahu
172 Bab 171 Jadwal Periksa Kandungan
173 Bab 172 Baik - baik saja
174 Bab 173 Drama Dinda
175 Bab 174 Meeting di Apartemen
176 Bab 175 Dinda Ketahuan Sembunyi?
177 Bab 176 Dilema Karir Dinda Bagian 1
178 Bab 177 Dilema Karir Dinda Bagian 2
179 Bab 178 Ketegangan
180 Bab 179 Dimas PDKT?
181 Bab 180 Antara Penasaran dan Curiga
182 Bab 181 Pertemuan tak Terduga
183 Bab 182 Saling Jujur
184 Bab 183 Gosip Hangat di Divisi Business and Partner
185 Bab 184 Menemui HRD lagi?
186 Bab 185 Arya bersama Seorang Wanita?
187 Bab 186 Ada apa dengan Dinda?
188 Bab 187 Ada apa dengan Dinda? Bagian 2
189 Bab 188 Mencari Tahu
190 Bab 189 Keributan di Divisi Digital and Development
191 Bab 190 Treat dari Kepala Divisi DD
192 Bab 191 Cemburu
193 Bab 192 Suara Aneh di Parkiran
194 Bab 193 Will miss you, bae
195 Bab 194 Business Trip vs Hangout
196 Bab 195 Payback
197 Bab 196 Pertemuan
198 Bab 197 Lovely Phone Call
199 Bab 198 Ketegangan di Pagi Hari
200 Bab 199 Apa aku harus cerita?
201 Bab 200 Yeay… Arya pulang Business Trip
202 Bab 201 Ketahuan Bi Rumi
203 Bab 202 Kesepakatan
204 Bab 203 Check-up Rutin Kehamilan Bagian 1
205 Bab 204 Check-up Rutin Kehamilan Bagian 2
206 Bab 205 Check-up Rutin Kehamilan Bagian 3
207 Bab 206 Check up Rutin Kehamilan Bagian 4
208 Bab 207 Me Time Berdua
209 Bab 208 Curhatan Karir
210 Bab 209 Hati yang tak menerima
211 Bab 210 Pilihan yang sulit
212 Bab 211 Situasi Canggung
213 Bab 212 Intern, Boleh disuruh apa aja?
214 Bab 213 Aku akan menjadi perisaimu
215 Bab 214 Dinda Sakit
216 Bab 215 Perhatian Suami saat Istri Sakit
217 Bab 216 Drama Istri kalau Sakit
218 Bab 217 Dinda? Mungkinkah?
219 Bab 218 Rumah Sakit
220 Bab 219 Bertemu Kenalan Lama?
221 Bab 220 Kesempatan
222 Bab 221 Benang Kusut Bagian 1
223 Bab 222 Benang Kusut Bagian 2
224 Bab Spesial: Suasana Arisan Keluarga Pradana
225 Bab 223 Insiden Tak Terduga di Parkiran Bagian 1
226 Bab 224 Insiden Tak Terduga di Parkiran Bagian 2
227 Bab 225 Apa yang terjadi?
228 Bab 226 Someone calls an ambulance
229 Bab 227 Dari Berbagai Sisi
230 Bab 228 Bagaimana keadaan istri saya Dok?
231 Bab 229 Arya berubah jadi dingin?
232 Bab 230 Affection
233 Bab 231 Keraguan Arya sebelum Dinda Sadar
234 Bab 232 Mama Inggit Curiga
235 Bab 233 Membesuk
236 Bab 234 Kerja di Rumah Sakit
237 Bab 235 Mendadak Canggung
238 Bab 236 Apa Istimewanya Dia?
239 Bab 237 Penjelasan
240 Bab 238 Ratu Drama mulai Beraksi
241 Bab 239 Perhatian Orang Terdekat
242 Bab 240 Kunjungan dari Tim Digital and Development
243 Bab 241 Quality Time
244 Bab 242 Hari Pertama setelah Insiden
245 Bab 243 Bagaimana Reaksi yang lain?
246 Bab 244 Bertemu HRD
247 Bab 245 Lunch-nya Para Pekerja Kantoran
248 Bab 246 Yang Disembunyikan
249 Bab 247 Kehadiran dan Pengakuan
250 Bab 248 Hanya Bisa Heran
251 Bab 249 Obrolan Ringan edisi Bucin Bagian 1
252 Bab 250 Obrolan Ringan edisi Bucin Bagian 2
253 Bab 251 Arisan Dadakan Bagian 1
254 Bab 252 Arisan Dadakan Bagian 2
255 Bab 253 Arisan Dadakan Bagian 3
256 Bab 254 Tamu Tak Di Undang
257 Bab 255 Ratu Drama
258 Bab 256 Prinsip
259 Bab 257 Salah Paham
260 Bab 258 Percaya
261 Bab 259 Bagaimana Nasib Karir Dinda? Bagian 1
262 Bab 260 Business Trip Lagi???
263 Bab 261 Bagaimana Nasib Karir Dinda Bagian 2
264 Bab 262 Tamu Dadakan
265 Bab 263 Bagaimana Nasib Karir Dinda Bagian 3
266 Bab 264 Menerima Keputusan
267 Bab 265 Dendam
268 Bab 266 Permintaan Maaf
269 Bab 267 Kejutan Mas Arya
270 Bab 268 Farewell Dinda di Kantor Bagian 1
271 Bab 269 Farewell Dinda di Kantor Bagian 2
272 Bab 270 Farewell Dinda di Kantor Bagian 3
273 Bab 271 Farewell Dinda di Kantor Bagian 4
274 [Penting] Message dari Othor
Episodes

Updated 274 Episodes

1
Bab 1 Hari Pertama Intern Bagian 1
2
Bab 2 Hari Pertama Intern Bagian 2
3
Bab 3 Kerisauan Inggit
4
Bab 4 Pemberitahuan dan Masa Lalu
5
Bab 5 Bermasalah di Kantor
6
Bab 6 Keputusan sudah Final Bagian 1
7
Bab 7 Keputusan sudah Final Bagian 2
8
Bab 8 Berkunjung Bagian 1
9
Bab 9 Berkunjung Bagian 2
10
Bab 10 Awkward and Silence Bagian 1
11
Bab 11 Awkward and Silence Bagian 2
12
Bab 12 Lamaran
13
Bab 13 Masa Depan dan Masa Lalu
14
Bab 14 Pernikahan
15
Bab 15 Istri Seorang Arya Pradana Bagian 1
16
Bab 16 Istri Seorang Arya Pradana Bagian 2
17
Bab 17 Dingin
18
Bab 18 Ngantor Lagi
19
Bab 19 Kebebasan
20
Bab 20 Kelakuan Mama Inggit
21
Bab 21 Umpan Bagian 1
22
Bab 22 Umpan Bagian 2
23
Bab 23 Definisi Rasa
24
Bab 24 Menginap Dadakan di Hotel Bagian 1
25
Bab 25 Menginap Dadakan di Hotel Bagian 2
26
Bab 26 Menginap Dadakan di Hotel Bagian 3
27
Bab 27 Wanita di Sekitar Arya
28
Bab 28 Voucher Liburan
29
Bab 29 Pesona Pak Arya
30
Bab 30 Situasi yang Aneh
31
Bab 31 Sakit Bagian 1
32
Bab 32 Sakit Bagian 2
33
Bab 33 Kebodohan Dinda
34
Bab 34 Apa Dia masih Mencintai Mantan Istrinya?
35
Bab 35 Bulan Madu Bagian I
36
Bab 36 Bulan Madu Bagian 2
37
Bab 37 Bulan Madu Bagian 3
38
Bab 38 Bulan Madu Bagian 4
39
Bab 39 Bulan Madu Bagian 5
40
Bab 40 Sikap Tegas Sang Arya Pradana
41
Bab 41 Hari Terakhir Bulan Madu
42
Bab 42 Belajar Memahami
43
Bab 43 Pulang Bulan Madu
44
Bab 44 Hutang Dinda pada Arya
45
Bab 45 Penolakan
46
Bab 46 Izin Glamping
47
Bab 47 Berhubungan dengan Mantan
48
Bab 48 Gagal Glamping
49
Bab 49 Pertemuan Tak Terduga
50
Bab 50 Sikap Dingin Dinda
51
Bab 51 Apa yang terjadi di Kamar 505?
52
Bab 52 Makan Malam Keluarga
53
Bab 53 Apartemen Arya
54
Bab 54 Perhatian
55
Bab 55 Bertemu Orang Baru
56
Bab 56 Arya, Si Workaholic
57
Bab 57 Cafe Baru di Kantor
58
Bab 58 Kebetulan
59
Bab 59 Boleh panggilannya diganti jadi ‘Mas’?
60
Bab 60 Rahasia Besar Terungkap
61
Bab 61 Mabuk
62
Bab 62 Aku ingin Dinda malam ini
63
Bab 63 Maaf
64
Bab 64 Gak Masuk Kantor
65
Bab 65 Pillow Talk
66
Bab 66 Masuk Kantor Lagi
67
Bab 67 Kissmark
68
Bab 68 Pertanda Badai Mulai Menerjang
69
Bab 69 Pillow Talk bagian 2
70
Bab 70 Weekend
71
Bab 71 Dinner Berdua
72
Bab 72 Kehidupan Perkantoran Bagian 1
73
Bab 73 Kehidupan Perkantoran bagian 2
74
Bab 74 Hari yang Melelahkan
75
Bab 75 Mulai Perhatian
76
Bab 76 Profesionalitas Seorang Arya Pradana
77
Bab 77 Konfrontasi
78
Bab 78 Keisengan Inggit
79
Bab 79 Seorang Arya bisa Nervous juga?
80
Bab 80 Perjalanan ke Luar Kota
81
Bab 81 Dinda, Si Penakut
82
Bab 82 Sunrise
83
Bab 83 Pertemuan tak Terduga
84
Bab 84 Penjelasan
85
Bab 85 Dinda Salah Tingkah (Salting)
86
Bab 86 Ketahuan
87
Bab 87 Mereka Pacaran?
88
Bab 88 Dihantui Masa Lalu
89
Bab 89 Melewati Malam yang Indah
90
Bab 90 Konfrontasi Dimas
91
Bab 91 Arya Mulai Posesif
92
Bab 92 Bermalam di Apartemen
93
Bab 93 Tetangga Apartemen
94
Bab 94 Menginap di Rumah Dinda bagian 1
95
Bab 95 Menginap di Rumah Dinda bagian 2
96
Bab 96 Menginap di Rumah Dinda Bagian 3
97
Bab 97 Menginap di Rumah Dinda Bagian 4
98
Bab 98 Permainan dimulai
99
Bab 99 Bagaimana sebenarnya perasaanku?
100
Bab 100 Arya Cemburu?
101
Bab 101 Mata - Mata Arya
102
Bab 102 Ngobrol Cantik di Kamar Dinda
103
Bab 103 Arya Salah Strategi
104
Bab 104 Pertanyaan Sulit dari Dinda
105
Bab 105 Circle Rekan Kantor
106
Bab 106 Kemarahan Arya
107
Bab 107 Apartemen Arya
108
Bab 108 Peringatan dari Arya
109
Bab 109 I love you?
110
Bab 110 Cuti Bersama
111
Bab 111 Arya ke Bangkok
112
Bab 112 Hari tanpa Arya
113
Bab 113 Telat Datang Bulan
114
Bab 114 Test Pack
115
Bab 115 Rumor tentang Arya
116
Bab 116 Darimana Rumor Berawal
117
Bab 117 Pertemuan dengan Si Kecil
118
Bab 118 Pandangan Ibas
119
Bab 119 Arya Pulang Bagian 1
120
Bab 120 Arya Pulang Bagian 2
121
Bab 121 Sikap Romantis Arya Pradana
122
Q&A Session Bagian 1
123
Bab 122 Akhirnya Mereka Tahu
124
Bab 123 Flashback Pernikahan Bianca
125
Bab 124 Tim Building Bagian 1
126
Bab 125 Pengertian dan Perhatian
127
Bab 126 Penjelasan tentang Rumor
128
Bab 127 Tim Building Bagian 2
129
Bab 128 Kena Mental
130
Bab 129 Taring Arya Pradana
131
Bab 130 Misi Pertama Tim Building - Wisata Pantai
132
Bab 131 Wisata Pantai Bagian 2
133
Bab 132 Arya Buka Kartu
134
Bab 133 Pria Misterius di Hotel
135
Bab 134 Kekhawatiran Arya
136
Bab 135 Kartu Arya di Gilbert
137
Bab 136 Pillow Talk Edisi Tim Building
138
Bab 137 Kembali ke Kamar
139
Bab 138 Wisata Pulau dengan Kapal
140
Bab 139 Genting
141
Bab 140 Menyelamatkan Dinda
142
Bab 141 Kembali ke Hotel
143
Bab 142 Omelan Arya
144
Bab 143 Bisik - Bisik Karyawan
145
Bab 144 Kehamilan Dinda
146
Bab 145 Teguran Keras dari Arya
147
Bab 146 Cara Meluluhkan Pria Es seperti Arya
148
Bab 147 Modus ala Bianca
149
Bab 148 Babak Baru telah dimulai
150
Bab 149 Kepala Divisi yang Baru
151
Bab 150 Siapa Dika Sadewa?
152
Bab 151 Periksa Kandungan Rutin Bagian 1
153
Bab 152 Periksa Kandungan Rutin Bagian 2
154
Bab 153 Orang - Orang Baru
155
Bab 154 Tak Menjawab Telepon
156
Bab 155 Arya Pulang dari Luar Kota
157
Bab 156 Masih Marah
158
Bab 157 Hukuman
159
Bab 158 Business Trip lagi?
160
Bab 159 Pak Arya punya Istri?
161
Bab 160 Mas Arya Selingkuh?
162
Bab 161 Yeay, Arya Pulang
163
Bab 162 Couple Time
164
Bab 163 Kenalin Istri saya
165
Bab 164 Susu Hamil buatan Mas Arya
166
Bab 165 Penawaran dari HRD
167
Bab 166 Mereka menginap gak ya?
168
Bab 167 Suami yang Perhatian
169
Bab 168 Meeting di Tempat yang Sama
170
Bab 169 Kotak Pandora
171
Bab 170 Mencari Tahu
172
Bab 171 Jadwal Periksa Kandungan
173
Bab 172 Baik - baik saja
174
Bab 173 Drama Dinda
175
Bab 174 Meeting di Apartemen
176
Bab 175 Dinda Ketahuan Sembunyi?
177
Bab 176 Dilema Karir Dinda Bagian 1
178
Bab 177 Dilema Karir Dinda Bagian 2
179
Bab 178 Ketegangan
180
Bab 179 Dimas PDKT?
181
Bab 180 Antara Penasaran dan Curiga
182
Bab 181 Pertemuan tak Terduga
183
Bab 182 Saling Jujur
184
Bab 183 Gosip Hangat di Divisi Business and Partner
185
Bab 184 Menemui HRD lagi?
186
Bab 185 Arya bersama Seorang Wanita?
187
Bab 186 Ada apa dengan Dinda?
188
Bab 187 Ada apa dengan Dinda? Bagian 2
189
Bab 188 Mencari Tahu
190
Bab 189 Keributan di Divisi Digital and Development
191
Bab 190 Treat dari Kepala Divisi DD
192
Bab 191 Cemburu
193
Bab 192 Suara Aneh di Parkiran
194
Bab 193 Will miss you, bae
195
Bab 194 Business Trip vs Hangout
196
Bab 195 Payback
197
Bab 196 Pertemuan
198
Bab 197 Lovely Phone Call
199
Bab 198 Ketegangan di Pagi Hari
200
Bab 199 Apa aku harus cerita?
201
Bab 200 Yeay… Arya pulang Business Trip
202
Bab 201 Ketahuan Bi Rumi
203
Bab 202 Kesepakatan
204
Bab 203 Check-up Rutin Kehamilan Bagian 1
205
Bab 204 Check-up Rutin Kehamilan Bagian 2
206
Bab 205 Check-up Rutin Kehamilan Bagian 3
207
Bab 206 Check up Rutin Kehamilan Bagian 4
208
Bab 207 Me Time Berdua
209
Bab 208 Curhatan Karir
210
Bab 209 Hati yang tak menerima
211
Bab 210 Pilihan yang sulit
212
Bab 211 Situasi Canggung
213
Bab 212 Intern, Boleh disuruh apa aja?
214
Bab 213 Aku akan menjadi perisaimu
215
Bab 214 Dinda Sakit
216
Bab 215 Perhatian Suami saat Istri Sakit
217
Bab 216 Drama Istri kalau Sakit
218
Bab 217 Dinda? Mungkinkah?
219
Bab 218 Rumah Sakit
220
Bab 219 Bertemu Kenalan Lama?
221
Bab 220 Kesempatan
222
Bab 221 Benang Kusut Bagian 1
223
Bab 222 Benang Kusut Bagian 2
224
Bab Spesial: Suasana Arisan Keluarga Pradana
225
Bab 223 Insiden Tak Terduga di Parkiran Bagian 1
226
Bab 224 Insiden Tak Terduga di Parkiran Bagian 2
227
Bab 225 Apa yang terjadi?
228
Bab 226 Someone calls an ambulance
229
Bab 227 Dari Berbagai Sisi
230
Bab 228 Bagaimana keadaan istri saya Dok?
231
Bab 229 Arya berubah jadi dingin?
232
Bab 230 Affection
233
Bab 231 Keraguan Arya sebelum Dinda Sadar
234
Bab 232 Mama Inggit Curiga
235
Bab 233 Membesuk
236
Bab 234 Kerja di Rumah Sakit
237
Bab 235 Mendadak Canggung
238
Bab 236 Apa Istimewanya Dia?
239
Bab 237 Penjelasan
240
Bab 238 Ratu Drama mulai Beraksi
241
Bab 239 Perhatian Orang Terdekat
242
Bab 240 Kunjungan dari Tim Digital and Development
243
Bab 241 Quality Time
244
Bab 242 Hari Pertama setelah Insiden
245
Bab 243 Bagaimana Reaksi yang lain?
246
Bab 244 Bertemu HRD
247
Bab 245 Lunch-nya Para Pekerja Kantoran
248
Bab 246 Yang Disembunyikan
249
Bab 247 Kehadiran dan Pengakuan
250
Bab 248 Hanya Bisa Heran
251
Bab 249 Obrolan Ringan edisi Bucin Bagian 1
252
Bab 250 Obrolan Ringan edisi Bucin Bagian 2
253
Bab 251 Arisan Dadakan Bagian 1
254
Bab 252 Arisan Dadakan Bagian 2
255
Bab 253 Arisan Dadakan Bagian 3
256
Bab 254 Tamu Tak Di Undang
257
Bab 255 Ratu Drama
258
Bab 256 Prinsip
259
Bab 257 Salah Paham
260
Bab 258 Percaya
261
Bab 259 Bagaimana Nasib Karir Dinda? Bagian 1
262
Bab 260 Business Trip Lagi???
263
Bab 261 Bagaimana Nasib Karir Dinda Bagian 2
264
Bab 262 Tamu Dadakan
265
Bab 263 Bagaimana Nasib Karir Dinda Bagian 3
266
Bab 264 Menerima Keputusan
267
Bab 265 Dendam
268
Bab 266 Permintaan Maaf
269
Bab 267 Kejutan Mas Arya
270
Bab 268 Farewell Dinda di Kantor Bagian 1
271
Bab 269 Farewell Dinda di Kantor Bagian 2
272
Bab 270 Farewell Dinda di Kantor Bagian 3
273
Bab 271 Farewell Dinda di Kantor Bagian 4
274
[Penting] Message dari Othor

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!