Bab 5 Bermasalah di Kantor

“Saya gak mau tahu ya, Din. Kamu pokoknya harus selesaikan itu sekarang. Saya sudah di tanya Regional. Mereka nagih - nagih terus. Saya sudah kasih tahu ya berkali - kali. Harusnya tuh kamu gak miss untuk masalah ini.”, geram Erica, Manager Planning di tempat Dinda bekerja.

Erica adalah wanita karir yang terkenal sangat kaku. Dia tidak peduli siapa yang sedang dia hadapi. Apakah seorang intern, permanent staff, atau kepala bagian sekalipun. Jika pekerjaannya jadi terbengkalai karena orang lain, dia tidak akan tinggal diam. Sudah bukan sekali dua kali lagi dia mengajak ribut orang di kantor.

Hal ini sudah dia lakukan berkali - kali sampai dirinya terkenal di antara para karyawan se-lantai.

“Ya udah balik sana, beresin semua yang udah kacau ini. Gimana sih dulu interview nya. Orang bego, kok bisa keterima kerja. Penasaran saya.”, ujar Erica sekali lagi sambil melengos pergi.

Tatapannya ketus dan seolah tidak mempedulikan bagaimana orang yang berhadapan dengannya.

Selain terkenal kaku, dia juga judes. Ekspresinya datar pada orang - orang yang tidak akrab dengannya. Terbukti setiap perkataan yang keluar dari mulutnya saat marah pasti akan melukai orang. Perlakuannya sangat berbeda jika itu adalah orang - orang yang ada di circle-nya.

Dinda kembali dengan wajah yang pucat dan lesu. Dia tidak menyangka rencana makan dengan teman - temannya malam kemarin bisa menjadikan pekerjaannya kacau seperti ini.

Dinda termasuk yang paling jarang kumpul - kumpul dengan teman sesama internnya. Hari itu dia diajak dan tidak enak untuk menolak karena sudah sering mangkir. Dinda juga ingin merasakan bagaimana kalau teman - teman sebaya di kantor berkumpul. Terlebih, jika dia tidak ikut, dia pasti akan ketinggalan berita di kantor, tidak bonding dengan karyawan lain, dan lama - kelamaan bisa dikucilkan.

Hal yang paling Dinda takuti adalah dikucilkan. Dia sudah pernah merasakannya saat SMP dulu. Hanya karena kedua orang tuanya bercerai dan papanya kabur, satu sekolahan menggosipkannya. Hal yang aneh. Tapi, begitulah anak - anak.

Dia harus mengerjakan semua pekerjaan dan pulang cepat supaya bisa gabung dengan teman - temannya. Tanpa sengaja dia melewatkan satu email dari bagian Planning. Client mereka akan datang besok. Semua persiapan sudah diinformasikan seminggu sebelumnya, tetapi Dinda melewatkan email itu.

Satu hari tidak akan cukup untuk menyelesaikan semua ini. Apalagi sistem yang dipakai juga baru. Approvalnya juga harus sampai atas. Satu atasan saja perlu satu hari. Bagaimana approval tiga atasan bisa dia selesaikan dalam satu hari.

‘Mati aku!’, pikir Dinda. Dia sudah ingin menangis tapi ini masih di kantor. Dinda termasuk orang yang sangat anti menangis di depan orang, meski hanya satu orang saja.

“Kenapa Din? Saya dengar kamu dipanggil Erica? Suaranya sampai sini, loh. Itu kamu yang diomelin?”, SPV Dinda yang baru saja selesai meeting kebingungan karena ada ribut - ribut di divisi sebelah.

“Mba, maaf saya kelewat email Bu Erica yang tentang Project B. Harusnya semua sudah tinggal jalan hari ini, supaya besok bisa dieksekusi, kliennya mau datang.”, jawab Dinda takut - takut.

Gara - gara kesalahan dia, SPV dia juga pasti ikut dipanggil oleh Erica. Mana Pak Erick baru saja selesai meeting.

“Erica kirim email nya kapan?”, tanya pak Erick yang ternyata sudah muncul saja dari ruang meeting.

“Seminggu yang lalu Pak, beliau minta urgent. Tapi kelewat di saya, pak. Saya minta maaf.”, Dinda kembali menunduk.

“Ya udah, request nya gimana? Dinda, Rini, sini kita duduk bareng di meja saya. Dinda, coba uraikan poin - poinnya satu persatu ke saya. Plus, next to do-nya apa aja.”, Dinda langsung tercengang. Pak Erick langsung mengajaknya berdiskusi tanpa ada marah - marah. Dia juga memanggil mas Azis, staff permanen 1 tahun lebih senior dari Dinda untuk ikut duduk bergabung.

Dinda mengikuti apa yang disampaikan Pak Erick. Dia memperlihatkan isi emailnya. Kemudian menjabarkannya dalam bentuk poin - poin. Setelah itu, dia menarik panah untuk menuliskan apa yang harus dilakukan di setiap poin.

Pak Erick mencoret - coret sedikit untuk menunjukkan flow penyelesaian masalah.

“Kamu siapin dari poin sini sampai sini. Harusnya butuh waktu 2 jam-an. Azis, kamu bantu masukin dokumen - dokumen dari poin sini sampai sini. Kita kumpul lagi jam 3 untuk minta approval. Saya akan tanya jadwal pak Arya, semoga aja dia lowong, jadi approval Pak Robert bisa langsung kita minta sekarang.”, kata Pak Erick.

Dinda terpana. Dia tidak pernah langsung terlibat dengan pak Erik terlalu banyak sebelumnya. Meskipun dia SVP, tetapi biasanya dia hanya tanda - tangan saja lalu selesai. Pekerjaan Dinda sebenarnya lebih ke operasional yang sama setiap hari nya. Hanya sedikit perbedaan mengenai approval dan konten kontrak kerja serta sistem.

Berbeda dengan bos pada umumnya yang pasti sudah marah besar, Pak Erik justru tidak langsung memarahinya dan fokus pada penyelesaian. Dinda dan Azis mulai sibuk menyiapkan sesuai dengan arahan pak Erick. Rini sebagai SPV hanya memantau. Jika ada yang memerlukan bantuan, dia baru bergerak. Dinda bahkan melewatkan makan siangnya karena dia pikir pasti tidak sempat kalau dia harus makan siang dulu.

****

Sesuai dengan hasil diskusi pagi tadi, mereka berkumpul lagi jam 3 Sore. Dinda sudah menyiapkan semuanya, begitu juga dengan Azis. Dari kejauhan, Dinda bisa melihat Pak Erick dan Pak Arya berjalan berdampingan sambil membawa segelas kopi di masing - masing tangan kanan mereka.

Sesekali Dinda melihat mereka tertawa kecil tidak tahu sedang membahas apa. Pak Arya tampak menunjuk - nunjuk beberapa bagian kantor. Mungkin dia sedang menunjuk divisi - divisi. Kemudian dia menyeruput kembali kopi dan masuk ke ruang meeting.

Pak Erick langsung memberikan isyarat pada Dinda dan Azis untuk mengikuti mereka ke ruang meeting.

“Gimana, udah disiapin semuanya? Di sistem sudah di masukkan juga?”, Pak Erick langsung to the point bertanya.

“Iya sudah pak.”, mas Azis menjawab lebih dulu sambil menunjuk tumpukan dokumen di meja, dan laptopnya, tanda dokumen sudah di upload.

“Oke, Din, mana aja yang harus saya tanda tangani? Kamu yakin udah bener semua ya?”, lanjut Pak Erick sambil mengeluarkan ballpoint nya dari saku.

“Ee.. Iya Pak sudah semua. Seharusnya sudah benar, Pak. Tadi saya sudah cek dua kali. Bapak tanda tangan di bagian ini, ini terus yang ini. Nanti di dua dokumen ini di belakangnya dikasih paraf juga ya, Pak.

Erick langsung menandatangani sesuai petunjuk Dinda. Dia juga memasukkan beberapa kode pin pada sistem di laptop sesuai arahan Azis.

“Oke. Sekarang giliran bos.”, Pak Erick memberikan ballpoint nya pada Pak Arya yang sudah mengambil duduk di seberang meja.

Mas Azis langsung keluar begitu urusannya sudah selesai, sedangkan Dinda tetap berada di dalam karena ada beberapa hal yang perlu dia jelaskan.

Baru sekali ini Dinda berada satu ruangan dengan Pak Arya. Waktu masuk tadi, auranya yang mematikan itu langsung membuat ruangan ber-AC itu tiba - tiba panas. Telapak tangan Dinda langsung berkeringat. Dia juga sedikit salah tingkah, karena bingung harus bagaimana.

Dia tidak pernah meminta tanda tangan Pak Arya secara langsung. Biasanya semua dokumen yang membutuhkan tanda tangannya ditandai dengan sticky notes ‘Sign Here’ dan diberikan ke sekretarisnya, Mba Siska.

Hari itu jelas pengecualian. Karena semua kekacauan ini harus selesai hari itu juga.

“Saya mau hal kaya gini gak terjadi lagi, ya. Saya harus cancel meeting dan spare waktu 1 jam untuk beresin ini. Saya tahu kamu intern, tapi saya harap kedepannya kamu lebih hati - hati. Beruntung saya hanya ‘acting as Head Digital’ alias sementara. Kalau saya bos kamu, sudah habis kamu tadi pagi sama saya.”, kata - kata yang membuat kaki Dinda sangat lemas.

Dia hampir tidak sanggup berdiri. Keringat di tangannya semakin banyak, dan senyumnya kecut.

Dinda bahkan tidak tahu ekspresi apa yang harus dipasang sekarang.

“Iya Pak. Saya mohon maaf.”, Dinda akhirnya cuma bisa kembali meminta maaf sambil menunduk.

‘Gak papa, Din. Yang paling penting masalah ini selesai dulu. Mau nanti diomelin, dibentak, pikirin nanti lagi.’, bathin Dinda.

“Oke, Rik. Berkasnya aku bawa, ya. Bos bilang dia lagi diatas. Sepuluh menit lagi udah bisa diganggu.”, jawab Arya sambil membuka pintu untuk keluar dari ruang meeting dan membawa dua berkas penting.

“Ntar, kamu ambil di ruangan saya jam setengah lima.”, tambah Arya pada Dinda sebelum pergi.

Masalah hari itu adalah masalah terbesar yang pernah dialami sepanjang 5 bulan menjadi intern di perusahaan ini. Bukan hanya masalah kecil yang bisa dia selesaikan sendiri. Tapi melibatkan Pak Arya.

‘Sekarang gimana dia harus berhadapan dengan Pak Arya kalau papasan. Selama ini, orang itu juga pasti tidak tahu kalau dia intern atau bukan dan divisi mana. Sekarang, dia pasti sudah dicap jelek. Mana tadi kata - katanya seram, lagi.’

****

Sudah hampir jam 5 sore. Dinda sudah mengintip - intip ruangan pak Arya sejak 30 menit yang lalu. Pria itu bilang bisa mengambil berkas jam 4.30. Tapi sampai sekarang batang hidungnya belum kelihatan.

Entah berkas yang sudah di tanda tangani ada di dalam atau tidak. Tadi Dinda dipanggil lagi oleh Erica. Jadi, tidak sempat melihat apa dia sudah kembali atau belum. Dinda juga ragu untuk masuk. Akhirnya dia memilih untuk menunggu.

Tak selang berapa menit, Arya mulai terlihat memasuki ruangan dari arah yang berlawanan. Dinda langsung berjalan menuju ruangannya dengan takut.

“Permisi, Pak. Saya mau ambil dokumen yang tadi.”, kata Dinda dengan suara kecil.

“Ambil di meja belakang.”, kata Arya singkat tanpa menoleh sama sekali.

Dinda mematuhinya. Dia mengambil berkas dengan amplop merah. Di bawahnya masih ada beberapa dokumen lagi tapi bukan milik Dinda. Dia hanya mengambil 2 berkas, memeriksanya, lalu pamit.

“Terima kasih, Pak.”, jawab Dinda lagi.

Arya tidak menjawab dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Batasan antara Dinda dan Arya terlihat sangat jelas. Arya tidak mempedulikannya sama sekali karena gadis itu hanyalah seorang intern. Besok, dia juga pasti sudah lupa gadis itu.

Sedangkan Dinda berharap dia besok pindah divisi saja, supaya tidak bertemu lagi dengan Arya.

‘Berada di dekatnya sebentar saja bisa bikin sesak napas, bagaimana kalau tiap hari harus bekerja sama dengan orang ini.’, bathin Dinda.

****

Sudah seminggu berlalu sejak kejadian itu. Pak Erick tidak pernah lagi menyinggungnya. Dinda juga berusaha keras untuk lebih teliti membaca email. Jika ada email yang tidak sempat dia baca, dia akan pasang reminder agar di follow-up sebelum deadlinenya. Dia juga lebih rajin membuat to-do-list supaya tidak terlewat. Kejadian seperti itu cukup terjadi sekali saja.

Dan untuk Pak Arya, sesuai dugaan, dia mungkin sudah lupa dengan Dinda. Beberapa kali mereka berpapasan di lift. Dinda biasanya sedikit menunduk dan melirik bermaksud untuk menyapa. Tetapi, Pak Arya tidak menghiraukannya. Pria itu tidak pernah sama sekali melihat ke arahnya.

“Din, bisa bicara sebentar?”, Pak Erick mencolek bahu Dinda dan mengajaknya ke ruang meeting. Dinda langsung mengintil di belakangnya. Menjelang ke ruang meeting, mereka berpapasan dengan Pak Arya.

“Bos, gimana project yang di Bali? Gue denger project gede tapi kliennya ribet, ya?”, sahut Pak Erick terdengar sangat akrab pada Pak Arya.

Dinda tidak tahu apa hubungan mereka. Sejak masalah dua minggu yang lalu, Dinda mengambil kesimpulan, mereka ini sepertinya lumayan kenal dekat di luar urusan kantor.

“Biasalah, klien berasa tahu semua. Padahal sendirinya gak punya ide perusahaannya mo dibawa kemana. Ya udah gue ke atas dulu, ya.”, jawab Pak Arya sambil mengangkat tangan kanannya yang sedang memegang tumbler kopi.

Hari itu setelannya rapi sekali. Biasanya dia tidak pernah menggunakan dasi. Tapi, hari itu dia memakai dasi di kemejanya dan membawa jas di lengan kirinya. Lagi - lagi dia menganggap Dinda tidak ada. Jangankan diajak berbicara. Dia seperti remah roti di jalanan yang dilirik pun tidak.

Di ruang meeting

“Jadi Din, kalo kamu ingat, sebelum memasuki bulan ke enam masa intern, ada namanya review. Kira - kira kamu gimana? Betah kerja disini?”, sesuai dengan karakternya, Pak Erick langsung to the point. Begitu duduk di ruang meeting, dia langsung menyampaikan maksudnya membawa Dinda kesini.

Dinda mengangguk mantap.

“Menurut saya, pekerjaan kamu overall bagus. Tidak ada masalah. Jadi review tengah semester sepertinya akan oke.”, kata Pak Erick kembali melanjutkan.

Wajah Dinda langsung berbinar. Beberapa pekan ini kepalanya dipenuhi oleh tawaran perjodohan dari tante Inggit sehingga tidak menyangka jika waktu internnya sudah akan berakhir.

Dia sudah pasrah karena masalah dua minggu kemarin. Dia kira sudah tidak ada harapan baginya. Ternyata Pak Erick memberikan review positif untuk laporan tengah semesternya sebagai intern disini.

‘Ibu pasti sangat senang mendengar hal ini.’, bathin Dinda. Dia tidak bisa menyembunyikan wajah senangnya.

Pak Erick kemudian memberitahunya proses Administrasi yang harus dipenuhi. Sekedar pengumpulan kembali surat - surat yang diperlukan dan menyerahkannya pada HRD. Dinda diminta untuk segera memberikannya dalam minggu ini supaya bisa segera diproses.

Sembari Pak Erick menerangkan beberapa tugas tambahan yang mungkin nanti akan diemban Dinda pada semester berikutnya, Pak Arya tiba - tiba lewat. Dia memberikan kode menggunakan tangannya pada Pak Erick.

Pak Erick menggelengkan kepalanya dan bergumam kecil.

“Gila si Arya, tiap weekend ke klub terus. Dia udah gila apa.”, meskipun hanya gumaman kecil, tetapi Dinda tetap saja bisa mendengar apa yang diucapkan Pak Erick.

Begitu sadar ucapannya bisa didengar oleh Dinda, Pak Erick lalu segera menyudahi kalimatnya.

“Oke. Saya rasa itu saja dari saya. Semoga semester depan juga menjadi pengalaman berharga buat masa intern kamu, ya. Semoga kamu semakin betah kerja disini. Oiya masalah yang kemarin, plis jangan diulangi lagi, ya.”, Dinda kira Pak Erick sudah melupakan masalah kemarin.

Bersambung…

Terpopuler

Comments

dite

dite

berarti di sini dinda udah mau jalan 6bulan intern ya

2023-02-18

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Hari Pertama Intern Bagian 1
2 Bab 2 Hari Pertama Intern Bagian 2
3 Bab 3 Kerisauan Inggit
4 Bab 4 Pemberitahuan dan Masa Lalu
5 Bab 5 Bermasalah di Kantor
6 Bab 6 Keputusan sudah Final Bagian 1
7 Bab 7 Keputusan sudah Final Bagian 2
8 Bab 8 Berkunjung Bagian 1
9 Bab 9 Berkunjung Bagian 2
10 Bab 10 Awkward and Silence Bagian 1
11 Bab 11 Awkward and Silence Bagian 2
12 Bab 12 Lamaran
13 Bab 13 Masa Depan dan Masa Lalu
14 Bab 14 Pernikahan
15 Bab 15 Istri Seorang Arya Pradana Bagian 1
16 Bab 16 Istri Seorang Arya Pradana Bagian 2
17 Bab 17 Dingin
18 Bab 18 Ngantor Lagi
19 Bab 19 Kebebasan
20 Bab 20 Kelakuan Mama Inggit
21 Bab 21 Umpan Bagian 1
22 Bab 22 Umpan Bagian 2
23 Bab 23 Definisi Rasa
24 Bab 24 Menginap Dadakan di Hotel Bagian 1
25 Bab 25 Menginap Dadakan di Hotel Bagian 2
26 Bab 26 Menginap Dadakan di Hotel Bagian 3
27 Bab 27 Wanita di Sekitar Arya
28 Bab 28 Voucher Liburan
29 Bab 29 Pesona Pak Arya
30 Bab 30 Situasi yang Aneh
31 Bab 31 Sakit Bagian 1
32 Bab 32 Sakit Bagian 2
33 Bab 33 Kebodohan Dinda
34 Bab 34 Apa Dia masih Mencintai Mantan Istrinya?
35 Bab 35 Bulan Madu Bagian I
36 Bab 36 Bulan Madu Bagian 2
37 Bab 37 Bulan Madu Bagian 3
38 Bab 38 Bulan Madu Bagian 4
39 Bab 39 Bulan Madu Bagian 5
40 Bab 40 Sikap Tegas Sang Arya Pradana
41 Bab 41 Hari Terakhir Bulan Madu
42 Bab 42 Belajar Memahami
43 Bab 43 Pulang Bulan Madu
44 Bab 44 Hutang Dinda pada Arya
45 Bab 45 Penolakan
46 Bab 46 Izin Glamping
47 Bab 47 Berhubungan dengan Mantan
48 Bab 48 Gagal Glamping
49 Bab 49 Pertemuan Tak Terduga
50 Bab 50 Sikap Dingin Dinda
51 Bab 51 Apa yang terjadi di Kamar 505?
52 Bab 52 Makan Malam Keluarga
53 Bab 53 Apartemen Arya
54 Bab 54 Perhatian
55 Bab 55 Bertemu Orang Baru
56 Bab 56 Arya, Si Workaholic
57 Bab 57 Cafe Baru di Kantor
58 Bab 58 Kebetulan
59 Bab 59 Boleh panggilannya diganti jadi ‘Mas’?
60 Bab 60 Rahasia Besar Terungkap
61 Bab 61 Mabuk
62 Bab 62 Aku ingin Dinda malam ini
63 Bab 63 Maaf
64 Bab 64 Gak Masuk Kantor
65 Bab 65 Pillow Talk
66 Bab 66 Masuk Kantor Lagi
67 Bab 67 Kissmark
68 Bab 68 Pertanda Badai Mulai Menerjang
69 Bab 69 Pillow Talk bagian 2
70 Bab 70 Weekend
71 Bab 71 Dinner Berdua
72 Bab 72 Kehidupan Perkantoran Bagian 1
73 Bab 73 Kehidupan Perkantoran bagian 2
74 Bab 74 Hari yang Melelahkan
75 Bab 75 Mulai Perhatian
76 Bab 76 Profesionalitas Seorang Arya Pradana
77 Bab 77 Konfrontasi
78 Bab 78 Keisengan Inggit
79 Bab 79 Seorang Arya bisa Nervous juga?
80 Bab 80 Perjalanan ke Luar Kota
81 Bab 81 Dinda, Si Penakut
82 Bab 82 Sunrise
83 Bab 83 Pertemuan tak Terduga
84 Bab 84 Penjelasan
85 Bab 85 Dinda Salah Tingkah (Salting)
86 Bab 86 Ketahuan
87 Bab 87 Mereka Pacaran?
88 Bab 88 Dihantui Masa Lalu
89 Bab 89 Melewati Malam yang Indah
90 Bab 90 Konfrontasi Dimas
91 Bab 91 Arya Mulai Posesif
92 Bab 92 Bermalam di Apartemen
93 Bab 93 Tetangga Apartemen
94 Bab 94 Menginap di Rumah Dinda bagian 1
95 Bab 95 Menginap di Rumah Dinda bagian 2
96 Bab 96 Menginap di Rumah Dinda Bagian 3
97 Bab 97 Menginap di Rumah Dinda Bagian 4
98 Bab 98 Permainan dimulai
99 Bab 99 Bagaimana sebenarnya perasaanku?
100 Bab 100 Arya Cemburu?
101 Bab 101 Mata - Mata Arya
102 Bab 102 Ngobrol Cantik di Kamar Dinda
103 Bab 103 Arya Salah Strategi
104 Bab 104 Pertanyaan Sulit dari Dinda
105 Bab 105 Circle Rekan Kantor
106 Bab 106 Kemarahan Arya
107 Bab 107 Apartemen Arya
108 Bab 108 Peringatan dari Arya
109 Bab 109 I love you?
110 Bab 110 Cuti Bersama
111 Bab 111 Arya ke Bangkok
112 Bab 112 Hari tanpa Arya
113 Bab 113 Telat Datang Bulan
114 Bab 114 Test Pack
115 Bab 115 Rumor tentang Arya
116 Bab 116 Darimana Rumor Berawal
117 Bab 117 Pertemuan dengan Si Kecil
118 Bab 118 Pandangan Ibas
119 Bab 119 Arya Pulang Bagian 1
120 Bab 120 Arya Pulang Bagian 2
121 Bab 121 Sikap Romantis Arya Pradana
122 Q&A Session Bagian 1
123 Bab 122 Akhirnya Mereka Tahu
124 Bab 123 Flashback Pernikahan Bianca
125 Bab 124 Tim Building Bagian 1
126 Bab 125 Pengertian dan Perhatian
127 Bab 126 Penjelasan tentang Rumor
128 Bab 127 Tim Building Bagian 2
129 Bab 128 Kena Mental
130 Bab 129 Taring Arya Pradana
131 Bab 130 Misi Pertama Tim Building - Wisata Pantai
132 Bab 131 Wisata Pantai Bagian 2
133 Bab 132 Arya Buka Kartu
134 Bab 133 Pria Misterius di Hotel
135 Bab 134 Kekhawatiran Arya
136 Bab 135 Kartu Arya di Gilbert
137 Bab 136 Pillow Talk Edisi Tim Building
138 Bab 137 Kembali ke Kamar
139 Bab 138 Wisata Pulau dengan Kapal
140 Bab 139 Genting
141 Bab 140 Menyelamatkan Dinda
142 Bab 141 Kembali ke Hotel
143 Bab 142 Omelan Arya
144 Bab 143 Bisik - Bisik Karyawan
145 Bab 144 Kehamilan Dinda
146 Bab 145 Teguran Keras dari Arya
147 Bab 146 Cara Meluluhkan Pria Es seperti Arya
148 Bab 147 Modus ala Bianca
149 Bab 148 Babak Baru telah dimulai
150 Bab 149 Kepala Divisi yang Baru
151 Bab 150 Siapa Dika Sadewa?
152 Bab 151 Periksa Kandungan Rutin Bagian 1
153 Bab 152 Periksa Kandungan Rutin Bagian 2
154 Bab 153 Orang - Orang Baru
155 Bab 154 Tak Menjawab Telepon
156 Bab 155 Arya Pulang dari Luar Kota
157 Bab 156 Masih Marah
158 Bab 157 Hukuman
159 Bab 158 Business Trip lagi?
160 Bab 159 Pak Arya punya Istri?
161 Bab 160 Mas Arya Selingkuh?
162 Bab 161 Yeay, Arya Pulang
163 Bab 162 Couple Time
164 Bab 163 Kenalin Istri saya
165 Bab 164 Susu Hamil buatan Mas Arya
166 Bab 165 Penawaran dari HRD
167 Bab 166 Mereka menginap gak ya?
168 Bab 167 Suami yang Perhatian
169 Bab 168 Meeting di Tempat yang Sama
170 Bab 169 Kotak Pandora
171 Bab 170 Mencari Tahu
172 Bab 171 Jadwal Periksa Kandungan
173 Bab 172 Baik - baik saja
174 Bab 173 Drama Dinda
175 Bab 174 Meeting di Apartemen
176 Bab 175 Dinda Ketahuan Sembunyi?
177 Bab 176 Dilema Karir Dinda Bagian 1
178 Bab 177 Dilema Karir Dinda Bagian 2
179 Bab 178 Ketegangan
180 Bab 179 Dimas PDKT?
181 Bab 180 Antara Penasaran dan Curiga
182 Bab 181 Pertemuan tak Terduga
183 Bab 182 Saling Jujur
184 Bab 183 Gosip Hangat di Divisi Business and Partner
185 Bab 184 Menemui HRD lagi?
186 Bab 185 Arya bersama Seorang Wanita?
187 Bab 186 Ada apa dengan Dinda?
188 Bab 187 Ada apa dengan Dinda? Bagian 2
189 Bab 188 Mencari Tahu
190 Bab 189 Keributan di Divisi Digital and Development
191 Bab 190 Treat dari Kepala Divisi DD
192 Bab 191 Cemburu
193 Bab 192 Suara Aneh di Parkiran
194 Bab 193 Will miss you, bae
195 Bab 194 Business Trip vs Hangout
196 Bab 195 Payback
197 Bab 196 Pertemuan
198 Bab 197 Lovely Phone Call
199 Bab 198 Ketegangan di Pagi Hari
200 Bab 199 Apa aku harus cerita?
201 Bab 200 Yeay… Arya pulang Business Trip
202 Bab 201 Ketahuan Bi Rumi
203 Bab 202 Kesepakatan
204 Bab 203 Check-up Rutin Kehamilan Bagian 1
205 Bab 204 Check-up Rutin Kehamilan Bagian 2
206 Bab 205 Check-up Rutin Kehamilan Bagian 3
207 Bab 206 Check up Rutin Kehamilan Bagian 4
208 Bab 207 Me Time Berdua
209 Bab 208 Curhatan Karir
210 Bab 209 Hati yang tak menerima
211 Bab 210 Pilihan yang sulit
212 Bab 211 Situasi Canggung
213 Bab 212 Intern, Boleh disuruh apa aja?
214 Bab 213 Aku akan menjadi perisaimu
215 Bab 214 Dinda Sakit
216 Bab 215 Perhatian Suami saat Istri Sakit
217 Bab 216 Drama Istri kalau Sakit
218 Bab 217 Dinda? Mungkinkah?
219 Bab 218 Rumah Sakit
220 Bab 219 Bertemu Kenalan Lama?
221 Bab 220 Kesempatan
222 Bab 221 Benang Kusut Bagian 1
223 Bab 222 Benang Kusut Bagian 2
224 Bab Spesial: Suasana Arisan Keluarga Pradana
225 Bab 223 Insiden Tak Terduga di Parkiran Bagian 1
226 Bab 224 Insiden Tak Terduga di Parkiran Bagian 2
227 Bab 225 Apa yang terjadi?
228 Bab 226 Someone calls an ambulance
229 Bab 227 Dari Berbagai Sisi
230 Bab 228 Bagaimana keadaan istri saya Dok?
231 Bab 229 Arya berubah jadi dingin?
232 Bab 230 Affection
233 Bab 231 Keraguan Arya sebelum Dinda Sadar
234 Bab 232 Mama Inggit Curiga
235 Bab 233 Membesuk
236 Bab 234 Kerja di Rumah Sakit
237 Bab 235 Mendadak Canggung
238 Bab 236 Apa Istimewanya Dia?
239 Bab 237 Penjelasan
240 Bab 238 Ratu Drama mulai Beraksi
241 Bab 239 Perhatian Orang Terdekat
242 Bab 240 Kunjungan dari Tim Digital and Development
243 Bab 241 Quality Time
244 Bab 242 Hari Pertama setelah Insiden
245 Bab 243 Bagaimana Reaksi yang lain?
246 Bab 244 Bertemu HRD
247 Bab 245 Lunch-nya Para Pekerja Kantoran
248 Bab 246 Yang Disembunyikan
249 Bab 247 Kehadiran dan Pengakuan
250 Bab 248 Hanya Bisa Heran
251 Bab 249 Obrolan Ringan edisi Bucin Bagian 1
252 Bab 250 Obrolan Ringan edisi Bucin Bagian 2
253 Bab 251 Arisan Dadakan Bagian 1
254 Bab 252 Arisan Dadakan Bagian 2
255 Bab 253 Arisan Dadakan Bagian 3
256 Bab 254 Tamu Tak Di Undang
257 Bab 255 Ratu Drama
258 Bab 256 Prinsip
259 Bab 257 Salah Paham
260 Bab 258 Percaya
261 Bab 259 Bagaimana Nasib Karir Dinda? Bagian 1
262 Bab 260 Business Trip Lagi???
263 Bab 261 Bagaimana Nasib Karir Dinda Bagian 2
264 Bab 262 Tamu Dadakan
265 Bab 263 Bagaimana Nasib Karir Dinda Bagian 3
266 Bab 264 Menerima Keputusan
267 Bab 265 Dendam
268 Bab 266 Permintaan Maaf
269 Bab 267 Kejutan Mas Arya
270 Bab 268 Farewell Dinda di Kantor Bagian 1
271 Bab 269 Farewell Dinda di Kantor Bagian 2
272 Bab 270 Farewell Dinda di Kantor Bagian 3
273 Bab 271 Farewell Dinda di Kantor Bagian 4
274 [Penting] Message dari Othor
Episodes

Updated 274 Episodes

1
Bab 1 Hari Pertama Intern Bagian 1
2
Bab 2 Hari Pertama Intern Bagian 2
3
Bab 3 Kerisauan Inggit
4
Bab 4 Pemberitahuan dan Masa Lalu
5
Bab 5 Bermasalah di Kantor
6
Bab 6 Keputusan sudah Final Bagian 1
7
Bab 7 Keputusan sudah Final Bagian 2
8
Bab 8 Berkunjung Bagian 1
9
Bab 9 Berkunjung Bagian 2
10
Bab 10 Awkward and Silence Bagian 1
11
Bab 11 Awkward and Silence Bagian 2
12
Bab 12 Lamaran
13
Bab 13 Masa Depan dan Masa Lalu
14
Bab 14 Pernikahan
15
Bab 15 Istri Seorang Arya Pradana Bagian 1
16
Bab 16 Istri Seorang Arya Pradana Bagian 2
17
Bab 17 Dingin
18
Bab 18 Ngantor Lagi
19
Bab 19 Kebebasan
20
Bab 20 Kelakuan Mama Inggit
21
Bab 21 Umpan Bagian 1
22
Bab 22 Umpan Bagian 2
23
Bab 23 Definisi Rasa
24
Bab 24 Menginap Dadakan di Hotel Bagian 1
25
Bab 25 Menginap Dadakan di Hotel Bagian 2
26
Bab 26 Menginap Dadakan di Hotel Bagian 3
27
Bab 27 Wanita di Sekitar Arya
28
Bab 28 Voucher Liburan
29
Bab 29 Pesona Pak Arya
30
Bab 30 Situasi yang Aneh
31
Bab 31 Sakit Bagian 1
32
Bab 32 Sakit Bagian 2
33
Bab 33 Kebodohan Dinda
34
Bab 34 Apa Dia masih Mencintai Mantan Istrinya?
35
Bab 35 Bulan Madu Bagian I
36
Bab 36 Bulan Madu Bagian 2
37
Bab 37 Bulan Madu Bagian 3
38
Bab 38 Bulan Madu Bagian 4
39
Bab 39 Bulan Madu Bagian 5
40
Bab 40 Sikap Tegas Sang Arya Pradana
41
Bab 41 Hari Terakhir Bulan Madu
42
Bab 42 Belajar Memahami
43
Bab 43 Pulang Bulan Madu
44
Bab 44 Hutang Dinda pada Arya
45
Bab 45 Penolakan
46
Bab 46 Izin Glamping
47
Bab 47 Berhubungan dengan Mantan
48
Bab 48 Gagal Glamping
49
Bab 49 Pertemuan Tak Terduga
50
Bab 50 Sikap Dingin Dinda
51
Bab 51 Apa yang terjadi di Kamar 505?
52
Bab 52 Makan Malam Keluarga
53
Bab 53 Apartemen Arya
54
Bab 54 Perhatian
55
Bab 55 Bertemu Orang Baru
56
Bab 56 Arya, Si Workaholic
57
Bab 57 Cafe Baru di Kantor
58
Bab 58 Kebetulan
59
Bab 59 Boleh panggilannya diganti jadi ‘Mas’?
60
Bab 60 Rahasia Besar Terungkap
61
Bab 61 Mabuk
62
Bab 62 Aku ingin Dinda malam ini
63
Bab 63 Maaf
64
Bab 64 Gak Masuk Kantor
65
Bab 65 Pillow Talk
66
Bab 66 Masuk Kantor Lagi
67
Bab 67 Kissmark
68
Bab 68 Pertanda Badai Mulai Menerjang
69
Bab 69 Pillow Talk bagian 2
70
Bab 70 Weekend
71
Bab 71 Dinner Berdua
72
Bab 72 Kehidupan Perkantoran Bagian 1
73
Bab 73 Kehidupan Perkantoran bagian 2
74
Bab 74 Hari yang Melelahkan
75
Bab 75 Mulai Perhatian
76
Bab 76 Profesionalitas Seorang Arya Pradana
77
Bab 77 Konfrontasi
78
Bab 78 Keisengan Inggit
79
Bab 79 Seorang Arya bisa Nervous juga?
80
Bab 80 Perjalanan ke Luar Kota
81
Bab 81 Dinda, Si Penakut
82
Bab 82 Sunrise
83
Bab 83 Pertemuan tak Terduga
84
Bab 84 Penjelasan
85
Bab 85 Dinda Salah Tingkah (Salting)
86
Bab 86 Ketahuan
87
Bab 87 Mereka Pacaran?
88
Bab 88 Dihantui Masa Lalu
89
Bab 89 Melewati Malam yang Indah
90
Bab 90 Konfrontasi Dimas
91
Bab 91 Arya Mulai Posesif
92
Bab 92 Bermalam di Apartemen
93
Bab 93 Tetangga Apartemen
94
Bab 94 Menginap di Rumah Dinda bagian 1
95
Bab 95 Menginap di Rumah Dinda bagian 2
96
Bab 96 Menginap di Rumah Dinda Bagian 3
97
Bab 97 Menginap di Rumah Dinda Bagian 4
98
Bab 98 Permainan dimulai
99
Bab 99 Bagaimana sebenarnya perasaanku?
100
Bab 100 Arya Cemburu?
101
Bab 101 Mata - Mata Arya
102
Bab 102 Ngobrol Cantik di Kamar Dinda
103
Bab 103 Arya Salah Strategi
104
Bab 104 Pertanyaan Sulit dari Dinda
105
Bab 105 Circle Rekan Kantor
106
Bab 106 Kemarahan Arya
107
Bab 107 Apartemen Arya
108
Bab 108 Peringatan dari Arya
109
Bab 109 I love you?
110
Bab 110 Cuti Bersama
111
Bab 111 Arya ke Bangkok
112
Bab 112 Hari tanpa Arya
113
Bab 113 Telat Datang Bulan
114
Bab 114 Test Pack
115
Bab 115 Rumor tentang Arya
116
Bab 116 Darimana Rumor Berawal
117
Bab 117 Pertemuan dengan Si Kecil
118
Bab 118 Pandangan Ibas
119
Bab 119 Arya Pulang Bagian 1
120
Bab 120 Arya Pulang Bagian 2
121
Bab 121 Sikap Romantis Arya Pradana
122
Q&A Session Bagian 1
123
Bab 122 Akhirnya Mereka Tahu
124
Bab 123 Flashback Pernikahan Bianca
125
Bab 124 Tim Building Bagian 1
126
Bab 125 Pengertian dan Perhatian
127
Bab 126 Penjelasan tentang Rumor
128
Bab 127 Tim Building Bagian 2
129
Bab 128 Kena Mental
130
Bab 129 Taring Arya Pradana
131
Bab 130 Misi Pertama Tim Building - Wisata Pantai
132
Bab 131 Wisata Pantai Bagian 2
133
Bab 132 Arya Buka Kartu
134
Bab 133 Pria Misterius di Hotel
135
Bab 134 Kekhawatiran Arya
136
Bab 135 Kartu Arya di Gilbert
137
Bab 136 Pillow Talk Edisi Tim Building
138
Bab 137 Kembali ke Kamar
139
Bab 138 Wisata Pulau dengan Kapal
140
Bab 139 Genting
141
Bab 140 Menyelamatkan Dinda
142
Bab 141 Kembali ke Hotel
143
Bab 142 Omelan Arya
144
Bab 143 Bisik - Bisik Karyawan
145
Bab 144 Kehamilan Dinda
146
Bab 145 Teguran Keras dari Arya
147
Bab 146 Cara Meluluhkan Pria Es seperti Arya
148
Bab 147 Modus ala Bianca
149
Bab 148 Babak Baru telah dimulai
150
Bab 149 Kepala Divisi yang Baru
151
Bab 150 Siapa Dika Sadewa?
152
Bab 151 Periksa Kandungan Rutin Bagian 1
153
Bab 152 Periksa Kandungan Rutin Bagian 2
154
Bab 153 Orang - Orang Baru
155
Bab 154 Tak Menjawab Telepon
156
Bab 155 Arya Pulang dari Luar Kota
157
Bab 156 Masih Marah
158
Bab 157 Hukuman
159
Bab 158 Business Trip lagi?
160
Bab 159 Pak Arya punya Istri?
161
Bab 160 Mas Arya Selingkuh?
162
Bab 161 Yeay, Arya Pulang
163
Bab 162 Couple Time
164
Bab 163 Kenalin Istri saya
165
Bab 164 Susu Hamil buatan Mas Arya
166
Bab 165 Penawaran dari HRD
167
Bab 166 Mereka menginap gak ya?
168
Bab 167 Suami yang Perhatian
169
Bab 168 Meeting di Tempat yang Sama
170
Bab 169 Kotak Pandora
171
Bab 170 Mencari Tahu
172
Bab 171 Jadwal Periksa Kandungan
173
Bab 172 Baik - baik saja
174
Bab 173 Drama Dinda
175
Bab 174 Meeting di Apartemen
176
Bab 175 Dinda Ketahuan Sembunyi?
177
Bab 176 Dilema Karir Dinda Bagian 1
178
Bab 177 Dilema Karir Dinda Bagian 2
179
Bab 178 Ketegangan
180
Bab 179 Dimas PDKT?
181
Bab 180 Antara Penasaran dan Curiga
182
Bab 181 Pertemuan tak Terduga
183
Bab 182 Saling Jujur
184
Bab 183 Gosip Hangat di Divisi Business and Partner
185
Bab 184 Menemui HRD lagi?
186
Bab 185 Arya bersama Seorang Wanita?
187
Bab 186 Ada apa dengan Dinda?
188
Bab 187 Ada apa dengan Dinda? Bagian 2
189
Bab 188 Mencari Tahu
190
Bab 189 Keributan di Divisi Digital and Development
191
Bab 190 Treat dari Kepala Divisi DD
192
Bab 191 Cemburu
193
Bab 192 Suara Aneh di Parkiran
194
Bab 193 Will miss you, bae
195
Bab 194 Business Trip vs Hangout
196
Bab 195 Payback
197
Bab 196 Pertemuan
198
Bab 197 Lovely Phone Call
199
Bab 198 Ketegangan di Pagi Hari
200
Bab 199 Apa aku harus cerita?
201
Bab 200 Yeay… Arya pulang Business Trip
202
Bab 201 Ketahuan Bi Rumi
203
Bab 202 Kesepakatan
204
Bab 203 Check-up Rutin Kehamilan Bagian 1
205
Bab 204 Check-up Rutin Kehamilan Bagian 2
206
Bab 205 Check-up Rutin Kehamilan Bagian 3
207
Bab 206 Check up Rutin Kehamilan Bagian 4
208
Bab 207 Me Time Berdua
209
Bab 208 Curhatan Karir
210
Bab 209 Hati yang tak menerima
211
Bab 210 Pilihan yang sulit
212
Bab 211 Situasi Canggung
213
Bab 212 Intern, Boleh disuruh apa aja?
214
Bab 213 Aku akan menjadi perisaimu
215
Bab 214 Dinda Sakit
216
Bab 215 Perhatian Suami saat Istri Sakit
217
Bab 216 Drama Istri kalau Sakit
218
Bab 217 Dinda? Mungkinkah?
219
Bab 218 Rumah Sakit
220
Bab 219 Bertemu Kenalan Lama?
221
Bab 220 Kesempatan
222
Bab 221 Benang Kusut Bagian 1
223
Bab 222 Benang Kusut Bagian 2
224
Bab Spesial: Suasana Arisan Keluarga Pradana
225
Bab 223 Insiden Tak Terduga di Parkiran Bagian 1
226
Bab 224 Insiden Tak Terduga di Parkiran Bagian 2
227
Bab 225 Apa yang terjadi?
228
Bab 226 Someone calls an ambulance
229
Bab 227 Dari Berbagai Sisi
230
Bab 228 Bagaimana keadaan istri saya Dok?
231
Bab 229 Arya berubah jadi dingin?
232
Bab 230 Affection
233
Bab 231 Keraguan Arya sebelum Dinda Sadar
234
Bab 232 Mama Inggit Curiga
235
Bab 233 Membesuk
236
Bab 234 Kerja di Rumah Sakit
237
Bab 235 Mendadak Canggung
238
Bab 236 Apa Istimewanya Dia?
239
Bab 237 Penjelasan
240
Bab 238 Ratu Drama mulai Beraksi
241
Bab 239 Perhatian Orang Terdekat
242
Bab 240 Kunjungan dari Tim Digital and Development
243
Bab 241 Quality Time
244
Bab 242 Hari Pertama setelah Insiden
245
Bab 243 Bagaimana Reaksi yang lain?
246
Bab 244 Bertemu HRD
247
Bab 245 Lunch-nya Para Pekerja Kantoran
248
Bab 246 Yang Disembunyikan
249
Bab 247 Kehadiran dan Pengakuan
250
Bab 248 Hanya Bisa Heran
251
Bab 249 Obrolan Ringan edisi Bucin Bagian 1
252
Bab 250 Obrolan Ringan edisi Bucin Bagian 2
253
Bab 251 Arisan Dadakan Bagian 1
254
Bab 252 Arisan Dadakan Bagian 2
255
Bab 253 Arisan Dadakan Bagian 3
256
Bab 254 Tamu Tak Di Undang
257
Bab 255 Ratu Drama
258
Bab 256 Prinsip
259
Bab 257 Salah Paham
260
Bab 258 Percaya
261
Bab 259 Bagaimana Nasib Karir Dinda? Bagian 1
262
Bab 260 Business Trip Lagi???
263
Bab 261 Bagaimana Nasib Karir Dinda Bagian 2
264
Bab 262 Tamu Dadakan
265
Bab 263 Bagaimana Nasib Karir Dinda Bagian 3
266
Bab 264 Menerima Keputusan
267
Bab 265 Dendam
268
Bab 266 Permintaan Maaf
269
Bab 267 Kejutan Mas Arya
270
Bab 268 Farewell Dinda di Kantor Bagian 1
271
Bab 269 Farewell Dinda di Kantor Bagian 2
272
Bab 270 Farewell Dinda di Kantor Bagian 3
273
Bab 271 Farewell Dinda di Kantor Bagian 4
274
[Penting] Message dari Othor

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!