Aku terisak di dalam salah satu bilik toilet sembari memandang buku catatan yang telah dibaca Orlin tadi, aku memang menyukai Arga, siapa yang tidak akan menyukai sosok sempurna seperti dia, tidak terkeculi aku.
Aku juga sama seperti perempuan lain yang memimpikan seorang pangeran tampan yang bisa melindungi, tapi aku juga masih sadar diri.
Sedikit mengingat, aku memendam rasa pada Arga tidak tahu kapan pasti waktunya, mungkin saat aku masih anak-anak ataupun saat disekolah menengah.
Alasanku menjatuhkan hati karena Arga yang dulu aku kenal ialah sosok siswa teladan yang berkharisma namun, itu dulu. Waktu dimana aku belum tahu betapa busuknya sifat Arga asli, sang Raja bully.
Hal paling bodoh yang aku lakukan yaitu bersuka rela disakiti Arga hanya membuat laki-laki itu tertawa.
Mengenai surat itu, aku tulis saat pertama kali aku mengetahui jika Arga dan aku satu kelas dan itu juga kali pertama aku dibully Arga. Tentu aku sangat senang, raga yang dulu hanya bisa kutatap jarak jauh kini bisa saling berhadapan.
Setelah puas aku keluar dari bilik toilet, berjalan menghampiri cermin seraya memperhatikan pantulan diri.
Aku tertawa kecil. "Benar kata mereka, aku tidak pantas mencintai Arga atau siapapun. Penampilanku sendiri saja seperti ini."
"Rambut yang selalu dikepang dua seperti anak TK, belum lagi kacamata persegi yang membingkai mata serta gigi yang tidak rapi," lanjutku.
Sekolah tidak seramai beberapa jam lalu, hampir seluruh siswa telah pulang dari acara menimba ilmu namun masih ada beberapa yang tinggal.
"Tunggu! Mau kemana lo?!" cegah Orlin menghampiriku berjalan di Koridor.
"Pu-pulang!" balasku menunduk.
"Nih!" Orlin menyerahkan tasnya kepadaku.
"A-apa?" tanyaku yang mulai menatap matanya takut.
"Ck! Dasar bego! Bawa Cupu! Bawa!" bentak Orlin layaknya nyonya besar.
"Ta-tapi ak-aku---" elakku langsung dipangkas sebelum sepenuhnya habis.
"Lama amat sih ngomongnya! Udah bawa aja! Nih sekalian punya gue juga!" Acel ikut menyerahkan tasnya beserta Anoora kepadaku seperti halnya Orlin.
"Dan jangan lupa! Lo harus ekstra hati-hati bawanya! Jangan sampai lecet! Gaji Bokap lo setahun engga mungkin bisa buat ganti rugi," hina Anoora.
"Lo bawa tas kami sampai parkiran!" titah Orlin lalu berjalan lebih dahulu bersama kedua sahabatnya, melupakan aku yang mengekor dengan ketiga tas menggantung di pundak.
"Itu "kan Arga, siapa yang ada di sampingnya?" batinku bertanya penasaran saat sampai diparkiran.
Beberapa meter dari tempat, sosok Arga bersama seorang gadis nampak, Arga dengan senyum membukakkan pintu mobil guna mempersilahkan perempuan di samping masuk.
"Lo lihat cewek barusan yang bareng Arga?" Acel mengajakku berbicara sembari matanya memperhatikan mobil Arga. "Dia Yollan, anak sebelas MIPA satu," jelas sekali jika Acel membuat hatiku menciut.
"Acelin Amanda Roselani cepetan masuk! Ngapain juga ngenalin Yollan sama Cupu!" kata Orlin di belakang kami sembari memegang pintu mobil.
Acel memuatar tubuhnya menghadap Orlin. "Biar Cupu panas!" Lalu, kemudian melirikku. "Sekaligus sadar diri."
"Cupu! Udah puas lo liatin kakak gue sama pacarnya?" tanya Orlin yang membuat kesadaranku kembali lalu menatapnya. "Sini lo!"
"Malah bengong!" Orlin menghampiriku dan menarik ketiga ransel di tangan. "
"Orlin ayo! Katanya udah terlambat malah bicara sama calon kakak ipar!" ejek Acel dari dalam mobil.
"Anjing lo!" balas Orlin lalu dia masuk ke mobilnya dan melajukannya dengan kecepatan tinggi.
Sore ini, dengan sepeda aku mengunjungi toko roti yang Papaku bangun demi mencukupi kebutuhan, berhubung sekarang malam minggu aku niatkan untuk membantu beliau.
"Sore Pa!" sapa diri ini kepada Papa yang terlihat sedang menata roti.
"Sore, udah pulang?"
"Iya Pa," balasku yang diangguki oleh beliau.
Tanganku terulur mengambil celmek lalu mengikatnya di tubuh sebelum memulai memanggang roti.
Tring!
Suara lonceng yang terdorong pintu kaca menjadi pertanda kedatangan pelanggan.
"Han biasa!" Pesan seseorang, yang sudah sangat aku kenal.
"Isha, ambilkan roti yang sudah tante Nesya pesan!!" titah Papa.
"Iya Pa!" balasku.
Selepas memasukkan roti pesanan, aku menghampiri Tante Nesya yang sedang duduk menunggu.
"Tan ini rotinya!"
"Makasih sayang," balas Tante Nesya, pelanggan sekaligus teman semasa sekolah Mama Papa.
"Mau teh atau kopi Tan?" tawarku seperti biasa karena cukup akrab dengan beliau.
"Teh saja."
"Ini Tan! "Aku menaruh cangkir teh itu dan beberapa biskuit di atas meja yang Tante Nesya tempati.
"Makasih, ouh iya. Tante bawa ini buat kamu semoga kamu suka ya!" Tante Nesya menyodorkan sebuah kotak padaku.
"Makasih Tan,"
"Mah, cepat aku ada acara!" kata seseorang yang tepat berada di belakangku.
"Lah kamu ini, Mama baru mau minum tehnya," tolak Tante Nesya."Kamu diajak engga mau, malah milih di mobil sekarang apalagi?"
"Mah aku udah ditunggu!" pinta orang itu memberi alasan.
Aku hanya diam mematung di antara percakapan antara anak dan ibu itu, enggan untuk ikut campur.
"Maaf Isha, Tante engga bisa lama, nih Arga bawel. Engga niat antar Mamah-nya belanja ya gini!" sindir Tante Nesya membuatku tersenyum ramah untuk menanggapi.
"Ouh iya! satu lagi, Isha terima ya ponsel dari Tante."
"Duh Tan, ini engga perlu," tolakku saat mengetahui isi bungkusan itu.
"Eh, engga apa. Biar kamu terbantu juga dalam belajar, kamu juga sering pulang terlambat 'kan, jadi terima aja buat jaga-jaga."
Ingin menolak rasanya tidak enak, dengan terpaksa aku mengangguk mantap sembari menerbitkan senyum.
"Makasih Tante."
"Ayo Ga!" ajak Tante Nesya pada Arga yang sedari tadi merengek minta pulang.
"Iya, Mama duluan aja!" balasnya.
Arga yang semula berada di belakang punggung kini sudah berdiri dihadapan sembari memandangku dengan hina.
Arga membisikkan beberapa patah kata di depan daun telinga. "Jangan pernah lo manfaatin Mama gue buat menuhin kebutuhan lo! Gue tahu Mama gue itu baik, tapi buat lo?" Menjeda beberpa detik sembari menjaga jarak. "Gue engga sudi."
"Aku memang miskin, aku memang Cupu, tapi aku masih punya harga diri, dan aku tidak pernah memanfaatkan orang, apalagi Tante Nesya yang sudah aku anggap sebagai Ibuku sendiri!"
Ingin sekali kalimat diatas aku lontarkan, akan tetapi keberhasilan yang dihasilkan diri tidaklah cukup hingga aku lebih milih diam.
Purbalingga 10 januari 2020.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments