Aku melangkah cukup yakin menuju kelas, dengan harap ruangan itu kosong karena penghuninya menghabiskan waktu istirahat di luar.
Sedikit bercerita, aku memang berasal dari MIPA, kelas yang biasa dipenuhi dengan anak yang pintar, sebenarnya aku juga bingung mengapa orang bodoh sepertiku bisa masuk seleksi. Belum lagi sekarang ditempatkan di kelas sebelas MIPA dua, kelas yang menghimpun para juara sekolah,
Bokong milikku didaratkan ke atas permukaan kursi dengan buku yang siap mengalihkan perhatian dari rasa lapar serta bosan.
"Heh Cupu! Enak banget lo pergi tadi!" Orlin menggebrak meja hingga membuat diri ini tersentak kaget.
"Lo ingat 'kan tadi pagi gue minta apa?" tanya Orlin sembari bersedekap dada. "Sekarang lo ke kantin dan beliin gue batagor! S. E. K. A. R. A. N. G!" titah Orlin bagaikan seorang Ratu.
Tanpa berdosa, Orlin menarik tanganku lalu mendorong raga ini hingga membuat aku terjatuh di atas permukaan lantai.
"Denger 'kan! Sekarang pergi bangsat!" bentakan Orlin membuatku takut dan sesegera mungkin berdiri.
"Tunggu!" Acel menghentikan langkahku. "Beliin gue juga nasi goreng, tapi nasinya jangan terlalu coklat soalnya gue engga suka manis, terus jangan pedes, tapi ada pedesnya." Menjeda beberapa detik. "Timun tiga biji, kulitnya dikupas, sama tomat juga."
"Tomatnya setenang matang. Nasi goreng telur," jelas Acel. "Satu lagi! Gue juga mau jus jeruk, tapi harus ada bulirnya."
"Udah 'kan, denger kan! Sekarang lo pergi! Kita tunggu sepuluh menit! Kalau lo engga balik saat itu, lo tahu sendiri akibatnya!" ancam Orlin.
"Eh malah ngalamun, pergi!" usir Acel membuatku kaget lalu segera mungkin menuju kantin.
Dengan sedikit terhuyung aku menghampiri Orlin dan kedua temannya di kelas yang kini tengah tertawa renyah bersama.
"Lin ini!"
Mereka berhenti sejenak lalu menatap makanan yang aku bawa, membuatku mengigit bibir karena takut.
"Eh Cupu! Lo masih inget 'kan tadi gue ngomong apa?" tanya Orlin.
Orlin memperlihatkan minuman dingin yang ada di tangannya ke arahku membuat kepala menunduk serta menutup mata sejenak karena merasa takut.
"Ini tuh udah lebih dari sepuluh menit! Jadi lo harus tahu akibatnya! Gue engga suka menunggu, gue benci menunggu, karna lo udah paham maksud gue jadi langsung aja." ucap Orlin yang kemudian menerbitkan senyum yang membuat bulu kuduk meremang.
"Nih buat lo! Lo belum makan 'kan?" Orlin menumpahkan batagor di atas permukaan baju putih yang aku kenakan.
"Makanya, jadi orang tuh jangan lelet!" ucap Anoora.
Anorra Ayu Damiyanti, gadis cantik yang hampir sebelas gua balas dengan Orlin dan Acel, dia berada di kelas sebelas matematika dan sains satu.
"Lo juga lihat 'kan gue udah minum apa? Jadi nasi gorengnya gimana nih? Gue udah kenyang. Buat lo ajah deh, Gue kasihan lihat tubuh lo yang kayak tripleks ini!" hina Acel dengan nada dibuat manis.
"Nih buat lo! Dimakan ya!" Dengan sengaja Acel menumpahkan nasi goreng yang sudah susah payah aku carikan, dan kini tanpa berempati menumpahkannya.
Orlin menghampiri lalu menarik rambut kepang milikku membuat aku meringis. "Makanya lain kali jangan macem-macem sama gue!"
"Ingat itu!" ucap Orlin dengan gayanya lalu berjalan meninggalkanku yang masih terisak.
"Sedih deh lihat lo nangis, kita lanjutin lagi nanti ya Cupu!" pamit Anoora seraya menepuk pipi ini. "Jangan lupa dimakan nasi gorengnya!"
Kakiku melemas seperti tak bertulang, hingga membuat raga ini terjatuh seraya menangis, mereka benar-benar manusia yang tidak mempunyai hati, masih baik aku membeli makanan pesanan mereka serta membayarnya.
......................
Mengayuh sepeda dengan kecepatan sedang membelah jalanan ibu Kota yang masih terbilang pagi namun, sudah sangat ramai. bukan hanya para pengendara yang memadati jalanan, namun juga para pedagang kaki lima yang mulai menjajakan dagangan mereka.
Terlalu menikmati perjalanan hingga tidak sadar bila kini aku sudah berada di depan gerbang Sekolah dan mulai memasuki gedung kelas sebelas.
"Eh ada Cupu, hari ini lo piket?" tanya Orlin begitu aku memasuki ruang kelas.
"I-iya," balasku.
Diamlah yang bisa aku lakukan ketika melihat Orlin dengan sengaja menumpahkan jus kemasan yang tadi diminumnya.
"Ups!! Sorry gue sengaja!"
Meski menyebalkan, aku tetap harus melaksanakan tugas jika tidak ingin terkena imbas.
"Selamat pagi anak-anak!" sapa Bu Tari selaku guru Bahasa Indonesia.
"Pagi Bu!" balas semua orang serempak.
"Sekarang kumpulkan PR yang kemarin Ibu beri!" titah Bu Tari membuat seluruh siswa menaruh buku mereka di atas meja yang ditempati Bu Tari tanpa terkecuali.
"Kalian kerjakan buku paket halaman 35 dan jangan berisik!" titah Bu Tari lagi yang membuat seluruh siswa patuh.
Ruangan seketika senyap, seluruh anak mengerjakan tanpa terkecuali hingga sebuah suara yang berasal dari guru yang mengajar kembali menarik perhatian.
"Isha, kamu sedang jatuh cinta?" tanya Bu Tari.
Dalam duduk, aku melebarkan mata, belum lagi tatapan seluruh ruangan yang kini beralih fokus kepadaku.
"A-apa Bu?"
"Kalau mau nulis puisi itu di buku harian Isha, bukan di buku tugas jadi, engga ketahuan," ujar Bu Tari.
"Bu coba bacakan puisinya!" pinta Orlin semangat, membuat batin makin awas.
"Iya Bu, bacakan Bu!" pinta seluruh siswa serempak, genap sudah kemalangan hari ini.
"Biar ini menjadi rahasia Isha, Ibu dan Tuhan saja."
"Ya siapa tahu kita bisa belajar gitu Bu dari puisi itu," ungkap Arga.
"Sudah-sudah, kembali kerjakan tugas tadi!" titah Bu Tari.
Kring!
"Baiklah anak-anak sampai sini saja pelajaran Ibu, selamat mengikuti pembelajaran selanjutnya!" pamit Bu Tari meninggalkan ruang kelas.
Tanpa aba, seluruh siswa perempuan di kelas menghampiri diriku sebelum mengambil paksa ransel lalu mengobrak-abrik isi di dalamnya.
Berbagai cara aku lakukan untuk mendapat kembali ransel itu namun kekuatan yang dimiliki kalah telak oleh mereka.
"Diam Cupu! Kalian pegangin Cupu! Jangan sampai lepas!" titah Orlin.
Sebagian siswi melaksanakan perintah yang Orlin berikan, aku terus memberontak hingga akhirnya Orlin menemukan benda yang dicari.
"Nih! Tas butut lo!" Orlin melempar ransel itu kasar tepat di wajahku.
"Kalian semua! Lihat! Apa yang gue pegang!" pamer Orlin di depan papan tulis membuat semua orang memfokuskan pandangan ke arahnya.
Aku lemas seketika karena tidak bisa melakukan apapun, saat ini pasrah yang bisa dilakukan.
"Puisi Cupu? Bacain Lin!!" pinta Dzaki.
Aku mendorong anak yang mengunci tubuhku dengan sekali hentakan keras, bersiap mengambil alih buku yang ada ditangan Orlin, namun usahaku nampak percuma karena berhasil dihalangi Acel dan yang lain.
"Cupu, lo diam aja. Siapa tahu kita bisa bantu lo buat dapetin dia, iya 'kan temen-temen?!" Kalimat Orlin mendapat seruan semua orang.
"Langsung aja! Dengerin semua dan jangan ada yang berisik!!" pinta Orlin yang mulai membuka buku milikku.
"Untuk kamu." Dengan senyum meledek Orlin membaca.
"Eaaaa!" ledek seluruh kelas kompak.
"Aku tidak ingin kamu mencintaiku seperti halnya aku mencintaimu."
"Karna aku tahu, aku tidak akan pernah bisa mendapatkannya apalagi merasakannya," lanjut Orlin.
"Sadar diri lo?" cemooh Acel dengan tawanya.
"Aku sadar, aku hanya gadis Cupu yang pendiam dan selalu dibully."
"Nah itu tahu!" ucap Arga yang membuat tawa seluruh orang.
"Ya, Itu lah aku, tapi jika kamu bertanya kenapa aku mencintai tapi tak ingin dicintai balik. Jawaban hanya satu." Orlin menjeda kalimatnya lagi. "Aku cukup tahu serta sadar jika, aku hanya butiran debu diantara ribuan berlian yang mengelilingimu."
"Anjir!"
"Sialan, gue tertawa."
"Itu buat siapa si?"
"Semua dimohon tenang! Gue lanjut baca lagi ya!!" ucap Orlin.
"Apa kamu tahu apa yang membuat aku bahagia?"
"Tawamu, aku suka melihat tawa dan senyummu. Bahkan jika aku disiksa setiap hari untuk membuat tawa tetap ada, aku akan bersuka rela melakukannya, hanya satu alasanku. Aku mencintaimu."
"Uhuy! Aku mencintaimu!"
"******, bengek hyung!"
"Lin lanjut!" pinta Acel tak sabaran.
"Kalian mau tahu, orang yang Cupu taksir?" tanya Orlin yang kini tengah menatapku dengan remeh.
"Siapa Lin?" tanya semua orang.
"Orang yang Cupu taksir adalah sepupu gue."
"Maksud lo Arga Lin?" tanya Acel.
Kelas hening untuk beberapa detik lalu ricuh kembali karena tawa kencang seluruh siswa.
Aku melirik tempat dimana Arga berada, disana keadaanya sama dengan yang lain, tertawa dengan terbahak.
Kenapa dulu aku begitu mecintai orang seperti Arga.
Orlin mendekatiku. "Inget ini dengan baik Cupu!" Jari telunjuknya digunakan guna menekan berulang kepalaku. "Gue engga sudi lo suka sama sepupu gue. Dan jangan harap lo bisa dapetin dia."
Memundurkan langkah yang Orlin lakukan sembari memindai tubuhku dengan senyum sinis. "Lo sadar diri aja deh!"
"Selamat Ga! Gue engga nyangka ternyata Cupu sukarela dibully lo!" ledek Dzaki menepuk pundak Arga.
Arga kini berdiri di depanku lalu meludahi sepatuku dengan pongah. "Lo denger ini! Gue engga suka dan engga akan pernah mau sama lo!"
"Harusnya lo bisa ngaca lah, siapa lo dan siapa gue!" Menjeda beberapa detik. "Lo punya apa buat dibanggakan? Orang tua lo itu miskin, tampang lo?"
Arga ikut meneliti penampilanku sebelum berdecih. "Lo banyakin ngaca deh!"
"Cupu! Cupu! Lo ngimpi?" Dzaki, teman dekat Arga ikut meledek. "Diluar sana, banyak cewek cantik yang Arga tolak. Lah lo? Lebih baik lo modar aja deh!"
"Lihat? Arga engga mungkin suka sama lo. Cupu engga guna!" hina Orlin. "Lain kali, kalau mau jatuh cinta ngaca dulu. Penampilan kayak anak TK tapi mau sama pangeran. Mimpi!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Rose_Ni
gila,satu kelas isinya pembully semua
2023-01-10
1