Bertemu wanita berhati baik.

Setelah kejadian tersebut, Fia sudah memasrahkan dirinya terhadap hukuman apa yang akan diberikan Abi kepadanya. Tugasnya tetap dijalan sebagaimana seperti biasanya, namun Fia akan terus berusaha menghindar dan tidak berhadapan secara langsung pada Abi. Jika mengingat kejadian itu, dada Fia terasa begitu sesak.

"Fi, kamu tidak apa-apa?" Devi mengusap bahu Fia perlahan, ia melihat temannya itu sedang melamun saat bekerja.

"Aku tidak apa-apa, jangan khawatir." Fia membalas perhatian temannya dengan memberikan senyuman manis yang ia miliki.

"Ah syukurlah, aku takut kau akan teruskan makhluk. Jangan suka melamun."

"Hahaha, jadi kamu kira aku kesambet ya, Devi Devi, Jelek sekali doaku padaku." Ledek Fia.

"Ish, itu bukan doa. Tapi tepatnya adalah dugaan, daripada melamun. Yuk kita belanja ke pasar saja." Devi pada saat itu mendapat tugas untuk berbelanja keperluan dapur yang sudah pada habis.

"Memangnya boleh?" Fia takut jika dirinya tidak diperbolehkan untuk keluardari rumah mewah itu.

"Ya bolehlah, yuk siap-siap." Tarik Devi pada tangan Fia.

Mereka berangkat menuju sebuah swalayan yang cukup besar dikotanya, diantar oleh salah satu supir yang ada. Tanpa melihat dan menunggu yang lainnya, keduanya langsung menjalankan tugasnya untuk membeli kebutuhan mansion. Sayur mayur, perdangingan, buah-buahan, dan berbagai perlengkapan yang lainnya segera mereka buru.

"Fi, tolong kamu tambahin lagi ya ikan sama dagingnya. Soalnya pak Basman pesan, suruh beli beberapa kilogram tambahan untuk persiapan jamuan dirumah utama." Devi meminta Fia untuk menambah jumlah belanjaan pada awalnya.

"Rumah utama?" Tanya Fia yang memang belum mengetahui hal tersebut.

"Iya, rumah utama. Rumahnya kedua orangtuanya dari tuan Abi, nanti kamu juga akan tahu. Yuk, kita percepatan belanjanya biar biasa isi perut. Perutku sudah berteriak minta diisi Fi, hehehe." Devi menunjuk perutnya untuk membuktikan jika dirinya lapar.

Menggelengkan kepalanya dengan sikap temannya itu, Fia segera menjalankan apa yang dikatakan Devi sebelumnya. Setelah semuanya beres, mereka dibantu dengan supir untuk memasukkan semua hasil belanjaannya. Sebelum mereka beranjak dari tempat tersebut, Fia memastikan kembali semua belanjaan mereka sudah semuanya.

"Saatnya kita makan Fi, pak. Nanti tolong berhenti di tiduran jalan penempatan ya, tempat biasa." Devi memang sudah terbiasa bersama sang supir akan selalu mampir kerumah makan yang disebutkan sehabis belanja.

Sang supir pun mengacungkan jempolnya sebagai tanda siap, setibanya mereka disana. Rumah makan itu tampak begitu mewah, membuat Fia melebarkan bola matanya.

"Kamu nggak salah Dev, ini kan rumah makan orang kaya."

"Hahaha memang iya, Fia. Tapi sayangnya, kita akan makan diwarung setelahnya. Tuh." Devi menunjuk sebuah warung sederhana dengan berbagai macam pilihan makanan yang ramah dikantong.

Melihat tempat yang dimaksud, Fia memanyunkan bibirnya kepada Devi yang sudah berhasil membuatnya seperti orang bo**h. Berjalan menuju tempat tersebut, namun sebelum tiba disana. Ada sekumpulan orang yang sepertinya sedang bersitegang, dan itu berhasil menarik Fia dan juga Devi untuk melihatnya. Sedangkan sang supir memilih untuk berdiam diri dalam mobil.

"Ada apa ya disana? Bukannya ini tempat orang kaya, kenapa ada keributan." Ucap Devi.

"Memangnya tempat bisa menentukan ada tidaknya suatu kejadian ya? Kamu suka ngawur saja." Fia tidak sepaham dengan apa yang di ucapkan temannya itu.

"Ya terserah kamu saja, aku ikut saja sebelum pingsan karena belum makan." Devi menghembuskan nafasnya.

Sekumpulan orang tersebut, ternyata sedang menghakimi seorang perempuan yang terlihat sedang menangis.

"Ngaku-ngakunya orang kaya, tapi bayar makanan sendiri saja tidak bisa bayar." Umpat seseorang yang merupakan seorang karyawan dari rumah makan mewah tersebut.

"Benar! Gayanya saja ikut-ikutan orang kaya, nyatanya orang kere."

"Makanya, kalau mau makan dan bergaya itu menyesuaikan dompet non. Malu atuh sama penampilan, ada-ada wae."

Masih banyak lagi umpatan-umpatan yang ditujukan kepada wanita tersebut, dari beberapa banyak orang yang berada disana. Tidak ada satupun yang berniat membantunya, walaupun hanya sekadar untuk menenangkan saja.

"Sudah Fi, nggak usah ikut-ikutan dah."

Akan tetapi, hati kecil Fia merasa kasihan dengan wanita tersebut. Karena dirinya juga pernah merasakan dihina dan dikucilkan oleh orang banyak, rasanya begitu tidak enak. Fia berjalan menghampiri wanita itu dan menariknya untuk berada didekatnya.

"Kamu tidak apa-apakan?" Fia memastikan wanita itu dengan baik.

"A a ku ti tidak apa-apa kak, to tolong aku kak. Hiks hiks." Wanita itu langsung memeluk Fia dengan erat, tubuhnya bergetar karena ketakutan.

"Memangnya ada apa, bisa kamu jelasin." Tanya Fia untuk mengetahui penyebab terjadi permasalahan yang ada.

"Eh neng, kamu siapa? Kalau kamu keluarganya atau siapapun itu, tolong bayarin bon dari dia. Malu-maluin saja, makan ditempat mahal tapi nggak sanggup bayar." Karyawan tersebut mengatakan kepada Fia.

"Benar tuh, cantik-cantik tapi kere." Umpat orang-orang lainnya.

"Udah Fi, kita nggak usah ikutan. Yang ada nanti jadi masalah." Devi memperingatkan temannya.

Seakan masih begitu tidak teganya, Fia berusaha membuang egonya. Ia pun menenangkan wanita tersebut yang masih menangis.

"Sudah tidak apa-apa, sebentar ya. Maaf pak, berapa yang harus dibayar oleh nona ini?"

"Hanya tiga ratus tujuh puluh ribu, cepat bayar!" Tegas karyawan tersebut yang mulai emosi.

Merogoh saku pakaiannya yang ternyata juga kosong, niat hati ingin meminta uang kepada Devi namun diurungkannya. Fia berlari sebentar menuju parkiran mobil untuk beberapa saat dan kembali dengan berlarian.

"Ini pak, empat ratus ribu. Sisanya buat bapak saja, maaf sudah membuat keributan." Fia menundukan sebagian tubuhnya sebagai tanda permintaan maafnya mewakili wanita tersebut.

Selesai dengan perkara yang ada dan orang-orang juga sudah pada membubarkan diri, kini tinggallah mereka bertiga. Fia mengajak serta wanita itu untuk ikut bersama mereka, namun hal itu ditolak.

"Sebelumnya terima kasih kak atas pertolongannya, tadi aku sebenarnya sudah membawa dompet tapi sepertinya ketinggalan didalam mobilnya mama. Sudah aku telfonin tapi nggak diangkat-angkat sama mama, hiks hiks."

"Sudah-Sudah, nggak apa-apa. Lain kali lebih baik dicek terlebih dahulu sebelum melakukan suatu tindakan, waspada lebih baik. Kami berdua mau makan disana, apa kamu mau ikut?" Tawar Fia kepada wanita tersebut.

"Eh, kok!" Devi yang merasa keberatan akan usulan dari Fia.

"Sstth, gimana mau?"

Tin tin tin...

Suara klakson mobil terdengar didekat mereka dengan sebuah mobil mewah berhenti, kaca mobil tersebut terbuka.

"Yasmin! Ayo pulang." Seorang wanita paruh baya berbicara dari dalam mobil tersebut.

"Iya ma! Kak, terima kasih sebelumnya atas pertolongannya. Tunggu sebentar ya, aku akan ganti uang kakak." Yasmin masuk ke dalam mobil dengan maksud untuk mengambil dompetnya dan membayar kerugian yang telah dibayangkan oleh Fia.

Bruumm...

"Eh eh eh, mobilnya." Devi menjadi terperangah saat mobil tersebut malah tangan gas meninggalkan mereka.

"Dasar orang kaya nggak punya hati! Woi berhenti!"

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!