Dibuang

Seira melangkah gontai dipapah Bi Sari memasuki halaman rumah. Ia tersenyum kala melihat mobil suaminya terpakir di sana. Mungkin mereka bisa berbicara baik-baik dan Seira akan mengatakan tentang kehamilannya.

Semoga yang dilakukan Mas Zafran hanyalah kesilapan semata. Aku harap suamiku itu akan meninggalkan Lita jika tahu tentang kehamilanku ini.

Sungguh asa yang melangit hingga tak ada praduga akan dijatuhkan dengan kejam. Debaran jantung tak lagi sama, rasa yang selalu menggelitik setiap kali akan bertatap muka dengannya, sudah jauh berbeda. Semua berubah setelah ia mendengar sendiri perselingkuhan suaminya.

Kulit pucat itu tidak menutupi kecantikan wajahnya. Apalagi ditambah senyum yang terukir di bibir meskipun hati rasa perih dan tercabik. Semua itu ia lakukan demi keutuhan rumah tangga, juga demi si jabang bayi yang di kandungnya.

Namun, senyum itu raib dengan begitu cepat, langkahnya juga terhenti disaat kaki hendak menapaki undakan tangga di teras. Sebuah koper dilempar dari dalam rumah tanpa perasaan, mendarat di teras dengan posisi terbalik.

Genangan air muncul kembali di kedua sudut matanya, bukan ini yang dia inginkan. Kenapa tiba-tiba jadi begini?

Langkah kaki mengetuk lantai rumah, Seira mereguk ludah melihat kemunculan sang suami. Tiada badai, tiada hujan, tapi wajah itu terlihat tak ramah. Oh, apakah salahnya? Pandangannya beralih pada sosok rupawan yang amat dihormatinya selama ini.

Tegukan demi tegukan ludah ia lakukan demi membasahi tenggorokannya yang terasa kering. Ada takut perlahan merambat ke dalam hatinya, rasa cemas mulai mengisi sedikit demi sedikit relung jiwa tempat bersemayam segala rasa.

Tatapan tajam Zafran jatuh pada maniknya yang berkaca, pantulan dari rasa gelisah tak dapat disembunyikan. Ia diam tak berkutik, melepas tangan dari pundak Bi Sari berdiri di atas kaki sendiri. Dia tahu seperti apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi apa salahnya?

"Ada apa ini, Mas? Kenapa koper aku kamu lempar?" tanya Seira dengan nada tenang meskipun hati menahan perih.

Zafran melangkah, posisinya yang berada di atas teras membuat Seira harus mendongak demi berhadapan dengannya. Kerutan di dahi wanita itu memperlihatkan kebingungan, tapi ia telah menyiapkan hatinya dengan semua kemungkinan yang akan terjadi. Juga rencana yang tiba-tiba muncul untuk ke depannya.

Zafran meneguk ludah, menatap terlalu lama wajah manis itu membuat hatinya goyah saat memberi keputusan. Ia tak ingin berlama-lama, secepatnya dilakukan dan semuanya akan berakhir baik-baik saja.

"Seira Maharani, mulai hari ini aku talak kamu, aku bebaskan kamu dari kewajiban-kewajiban sebagai istriku. Pergilah sesuka hatimu ke mana pun kamu mau, aku nggak akan melarang apalagi mencegah. Pergilah hari ini juga."

Duar!

Suara petir disambut gemuruh hebat menyentak semua orang. Tak ada mendung terlihat, langit tampak cerah sore itu, tapi tiba-tiba menampakkan kemurkaan.

Detak jantung tak lagi bisa diajak kompromi, petir dan gemuruh itu berasal dari hatinya. Ia memejamkan mata, setetes cairan bening jatuh membasahi pipi. Selama pernikahan mereka, itu adalah air mata pertama Seira. Hati yang sudah sakit semakin perih, bagai luka yang disiram air garam.

Bi Sari gelagapan, air matanya ikut jatuh merasakan kesedihan yang dialami sang majikan. Ia pandangi wanita itu, bergantian dengan laki-laki yang telah tega menjatuhkan talak untuknya.

"Tu-tuan, Non Sei lagi kurang sehat. Setidaknya biarin Non Sei istirahat di rumah sampai kesehatannya pulih. Kasihan, Tuan, Non Sei baru aja keluar dari rumah sakit," mohon Bi Sari sambil mengusap-usap punggung tegar milik wanita itu. Terasa bergetar menahan tangis yang hendak meledak-ledak.

Zafran gamang, ditatapnya wajah wanita itu, memang terlihat pucat dan menyedihkan. Apakah dia sudah menjadi laki-laki yang kejam hari itu? Wanita yang selama ini dia sanjung tinggi-tinggi, kini dia jatuhkan pada jurang kesakitan yang paling dalam.

Seira masih menahan gejolak emosi yang membuncah, ia harus kuat demi si buah hati yang dikandungnya. Rasa nyeri kembali berdenyut, si jabang bayi tak terima sang inang disakiti.

"Buat apa lagi? Dia bukan lagi istrinya Zafran, talak udah jatuh dan mereka bukan lagi suami istri. Udahlah, nggak usah melas-melas kayak gitu. Kayak nggak punya harga diri aja," sembur sang Ibu yang melangkah pelan keluar diiringi Lita yang berdiri di antara dua tiang pintu.

Bi Sari terkejut, air mata wanita itu kembali jatuh bertubi-tubi. Ada manusia kejam seperti mereka. Ia menatap Zafran yang berpaling muka dari Seira. Sekilas pancaran kesedihan dapat ditangkap mata Bi Sari yang menua.

"Tuan, Non Sei harus ke mana kalo diusir dari sini? Rumahnya udah nggak ada, orang tua juga udah pergi. Cuma Tuan yang Non Sei punya sekarang ini, apa Tuan tega ngebiarin Non Sei terlunta di jalan dengan kondisi sakit kayak gini? Pakai hati Tuan, selama ini Non Sei nggak pernah membantah, apalagi membangkang. Kenapa Tuan tega sekali?" ungkap Bi Sari semakin memohon pada tuannya.

Mang Udin menatap pilu di kejauhan, tak tega rasanya melihat wanita sebaik Seira diperlukan tidak adil seperti itu. Yang mereka tidak tahu, di kejauhan sepasang mata mengintip tajam.

"Itu wajar, dia emang harus nurut sama suami. Eh, Sari, denger, ya! Aku pengen cucu, tapi udah lima tahun mereka nikah Seira nggak hamil-hamil juga. Buat apa Zafran mempertahankan perempuan mandul kayak dia. Udahlah, biarin aja dia pergi kalo kamu masih pengen kerja di sini," ucap Ibu semakin mengoyak jiwa Seira.

Namun, wanita itu tetap bungkam, terus menguatkan hati menerima cacian dari sang Ibu mertua. Zafran sedikit terkejut, tapi biarlah semua terkuak untuk memudahkan perpisahan mereka.

"Anda kejam, Nyonya. Non Sei itu menantu Anda. Asal Nyonya tahu, Non Sei sekarang la-"

Ucapan Bi Sari terhenti disaat tangan Seira menyentuh dan sedikit meremas tangannya. Ia menghela napas panjang sebelum membuka mata menatap wanita yang turut menangis dengannya itu. Tersenyum sambil menggeleng.

"Tapi, Non-"

Seira mengangguk pasti, menepuk tangan Bi Sari dengan lembut. Tak ada kelemahan yang ia perlihatkan di hadapan semua orang, apalagi senyum itu ... dia wanita hebat, bukan?

Pelan Seira memalingkan wajah pada laki-laki yang sekejap saja sudah menjadi mantannya. Ludah diteguknya kembali untuk menormalkan suara yang dirasa serat. Disapunya air di pipi, tak pantas ia menangis untuk orang-orang kejam seperti mereka.

"Baik, aku terima perpisahan ini kalo itu yang kamu mau, Mas. Aku juga akan pergi dan nggak akan ganggu hidup kamu lagi. Semoga kamu bahagia bersama perempuan yang sekarang kamu cinta. Untuk harta aku yang pernah kamu pakai, aku udah ikhlas. Makasih udah jadi suami yang baik selama ini, makasih juga karena Mas mau repot ngemas barang-barang aku. Aku pergi, Mas. Selamat tinggal!"

Seira menatap penuh kecewa, pandangan itu benar-benar meruntuhkan perasaan Zafran. Sisi lain hatinya amat tak tega, tapi kenyataan yang harus ia terima membuatnya harus berbuat tega.

"Yah, pergi aja kamu. Lagian sebentar lagi aku akan punya cucu dari perempuan lain. Bukan kamu ... oya, nggak mungkin kamu, 'kan? Karena kamu itu mandul," sarkas Ibu diakhiri dengan tawa mengejek.

Bi Sari meradang, ia hendak membuka mulutnya tapi gelengan kepala Seira tak mengizinkan. Berkerut dahi Zafran, ia menangkap sebuah rahasia yang sedang disembunyikan mantan istrinya itu.

Senyum Seira terkembang sempurna, menatap sang Ibu mertua sebelum beralih pandangan pada sahabatnya. Lita angkuh dan bersikap seolah-olah dialah pemenangnya.

"Semoga saja begitu, Ibu. Aku khawatir apa yang Ibu angankan, nggak sesuai sama kenyataannya," sindirnya tetap tenang tak terbawa emosi.

Lita menoleh geram, melepas tautan tangannya di perut tak terima.

"Apa maksud kamu? Kamu cuma iri, 'kan, sama aku?!" ejeknya tak tahu malu.

Seira tertawa geli, hal itu sontak saja mengundang rasa curiga dari Zafran.

"Aku tahu siapa kamu, Lita. Lagian kenapa aku harus iri sama kamu. Level kita beda jauh, buat apa iri? Rasanya nggak patut aku iri sama perempuan yang merebut suami orang. Aku pergi bukan karena kalah," ucap Seira.

"Yah, pastinya kamu iri karena aku lagi hamil anaknya Mas Zafran," sahutnya berpaling wajah dari Seira.

Lagi-lagi tawa Seira menggema, bukannya menangis wanita itu malah terus tertawa. Apakah dia tengah menyembunyikan lukanya lewat tawa itu?

"Ayolah, Bi. Kita pergi, buang waktu aja di sini," ajak Seira sambil berbalik tanpa mengambil koper miliknya.

"Hei, tunggu!"

Terpopuler

Comments

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

Zafran mulai goyang yak liat Seira begitu tenang ..
Rasain kamu ... karma otewe ...

2022-12-20

0

v

v

petir, cuaca emg lg ga menentu ya kak..

2022-12-12

3

Berlyan Syana

Berlyan Syana

buat seira hidupnya bahagia ketemu laki2 kaya yang mencintainyadgn tulus

2022-11-22

0

lihat semua
Episodes
1 Kabar Baik atau Buruk?
2 Pengkhianatan
3 Kemalangan
4 Tak Acuh
5 Sebuah Derita
6 Zafran dan Jago
7 Semuanya Hancur
8 Kenangan Indah Itu
9 Dibuang
10 Pergi
11 Mencari Seira
12 Rindu
13 Perang Batin
14 Kecurigaan
15 Bukan Sei
16 Yang Sebenarnya
17 Ikhlas
18 Seira Pergi
19 Tertinggal Bus
20 Dia Tetap Milikku!
21 Pergulatan
22 Suasana Subuh
23 Keadaan Zafran
24 Penampilan
25 Lagi-lagi Seira
26 Taruhan
27 Was-was
28 Hendra dan Hubungannya
29 Masalah
30 Kehidupan Seira
31 Kebahagiaan Menjadi Ayah
32 Kemarahan Zafran
33 Bertemu Hendra
34 Kebetulan
35 Restu Ibu
36 Kenangan Masa Lalu
37 Rencana Berhasil
38 Semakin Rumit
39 Dua Wanita Lawan Satu.
40 Bersamaan
41 Tak Ingin Bercerai
42 Rasa Khas Sebuah Kue
43 Menuntaskan Rasa Penasaran
44 Sadar
45 Pada Hari Ulang Tahun Naina
46 Perjuangan Dan Kehancuran
47 Perlahan Hancur
48 Frustasi
49 Pertemuan Tak Terduga
50 Malam Kembali Memanas
51 Senyum Kebahagiaan
52 Side Story' Seira
53 Bukan Papah Rayan
54 Seperti Apa Jakarta
55 Pulang
56 Pertemuan Pertama
57 Bertemu Lagi
58 Ibu Pulang
59 Perasaan Seira, Perasaan Biya
60 Bertemu Siapa?
61 Tak Lekang Oleh Waktu
62 Kenyataan
63 Anak Itu ....
64 Panik
65 Antara Lega dan Malu
66 Kenyataan Pahit
67 Siapa Laki-laki Itu?
68 Dugaan
69 Penyesalan Terdalam
70 Naina Yang Malang
71 Apa Lagi?
72 Nasib
73 Semakin Aneh
74 Hamil?
75 Anak Tetaplah Anak
76 Kesialan
77 Kesialan II
78 Kabar Terbaru
79 Sadar?
80 Sebuah Nama Berharga
81 Bertemu Teman Lama
82 Bertemu Teman Lama II
83 Pada Waktu Itu ....
84 Ditolak
85 Malu
86 Berakhir
87 Lebih Busuk
88 Hari Itu ....
89 Pelangi Setelah Badai
90 Gadis Kecil Di Toko Kue
91 Siapa Lagi?
92 Bertemu Lagi
93 Gadis Kecil Itu
94 Keadaan Berbalik
95 Ingin Kembali
96 Kenangan
97 Tidak Jadi
98 Fathiya
99 Anak Itu
100 Sesosok Luka
101 Yang Buruk Tak Selalu Buruk
102 Bertemu
103 Hati Yang Retak
104 Perlahan Mengerti
105 Ikhlas II
106 Beberapa Hari Berlalu
107 Permohonan Gadis Kecil
108 Tak Bisa Pergi
109 Sebuah Surat
110 Bertemu Luka
111 Bertemu Muka
112 Memaafkan dan Mengikhlaskan
113 Akan Bertemu Rayan
114 Tidak Sekarang
115 Kontak Batin
116 Bukan Aids
117 Reuni
118 Keputusan
119 Kemauan Zafran
120 Tempat Ibu
121 Mencari Biang Masalah
122 Bertemu
123 Peringatan
124 Aku dan Kamu
125 Berbicara
126 Bertemu Lita
127 Sebuah Acara
128 Kenyataan
129 Ketakutan Hendra
130 Perubahan Seira
131 Tekad Zafran
132 Penolakan Rayan
133 Penolakan Rayan II
134 Diluar Dugaan
135 Mencoba Mengakhiri Hidup
136 Membuat Ulah
137 Dampak Berita Zafran
138 Tersangka
139 Tersangka Baru
140 Diburu
141 Tersangka Utama
142 Menuntaskan Masalah
143 Klarifikasi
144 Tuntas!
145 Pertemuan
146 Ingin Bertemu Naina
147 Naina Anakku.
148 Waktu Berdua
149 Doa Ibu
150 Hari Yang Ditunggu
151 Berkumpul
152 Kebahagiaan yang Tiada Tara
153 Rahasia Besar Fatih
154 Akhir Sebuah Kisah
155 Akhir Cerita (End)
156 Ekstra Part. Perpisahan
157 Pengumuman
Episodes

Updated 157 Episodes

1
Kabar Baik atau Buruk?
2
Pengkhianatan
3
Kemalangan
4
Tak Acuh
5
Sebuah Derita
6
Zafran dan Jago
7
Semuanya Hancur
8
Kenangan Indah Itu
9
Dibuang
10
Pergi
11
Mencari Seira
12
Rindu
13
Perang Batin
14
Kecurigaan
15
Bukan Sei
16
Yang Sebenarnya
17
Ikhlas
18
Seira Pergi
19
Tertinggal Bus
20
Dia Tetap Milikku!
21
Pergulatan
22
Suasana Subuh
23
Keadaan Zafran
24
Penampilan
25
Lagi-lagi Seira
26
Taruhan
27
Was-was
28
Hendra dan Hubungannya
29
Masalah
30
Kehidupan Seira
31
Kebahagiaan Menjadi Ayah
32
Kemarahan Zafran
33
Bertemu Hendra
34
Kebetulan
35
Restu Ibu
36
Kenangan Masa Lalu
37
Rencana Berhasil
38
Semakin Rumit
39
Dua Wanita Lawan Satu.
40
Bersamaan
41
Tak Ingin Bercerai
42
Rasa Khas Sebuah Kue
43
Menuntaskan Rasa Penasaran
44
Sadar
45
Pada Hari Ulang Tahun Naina
46
Perjuangan Dan Kehancuran
47
Perlahan Hancur
48
Frustasi
49
Pertemuan Tak Terduga
50
Malam Kembali Memanas
51
Senyum Kebahagiaan
52
Side Story' Seira
53
Bukan Papah Rayan
54
Seperti Apa Jakarta
55
Pulang
56
Pertemuan Pertama
57
Bertemu Lagi
58
Ibu Pulang
59
Perasaan Seira, Perasaan Biya
60
Bertemu Siapa?
61
Tak Lekang Oleh Waktu
62
Kenyataan
63
Anak Itu ....
64
Panik
65
Antara Lega dan Malu
66
Kenyataan Pahit
67
Siapa Laki-laki Itu?
68
Dugaan
69
Penyesalan Terdalam
70
Naina Yang Malang
71
Apa Lagi?
72
Nasib
73
Semakin Aneh
74
Hamil?
75
Anak Tetaplah Anak
76
Kesialan
77
Kesialan II
78
Kabar Terbaru
79
Sadar?
80
Sebuah Nama Berharga
81
Bertemu Teman Lama
82
Bertemu Teman Lama II
83
Pada Waktu Itu ....
84
Ditolak
85
Malu
86
Berakhir
87
Lebih Busuk
88
Hari Itu ....
89
Pelangi Setelah Badai
90
Gadis Kecil Di Toko Kue
91
Siapa Lagi?
92
Bertemu Lagi
93
Gadis Kecil Itu
94
Keadaan Berbalik
95
Ingin Kembali
96
Kenangan
97
Tidak Jadi
98
Fathiya
99
Anak Itu
100
Sesosok Luka
101
Yang Buruk Tak Selalu Buruk
102
Bertemu
103
Hati Yang Retak
104
Perlahan Mengerti
105
Ikhlas II
106
Beberapa Hari Berlalu
107
Permohonan Gadis Kecil
108
Tak Bisa Pergi
109
Sebuah Surat
110
Bertemu Luka
111
Bertemu Muka
112
Memaafkan dan Mengikhlaskan
113
Akan Bertemu Rayan
114
Tidak Sekarang
115
Kontak Batin
116
Bukan Aids
117
Reuni
118
Keputusan
119
Kemauan Zafran
120
Tempat Ibu
121
Mencari Biang Masalah
122
Bertemu
123
Peringatan
124
Aku dan Kamu
125
Berbicara
126
Bertemu Lita
127
Sebuah Acara
128
Kenyataan
129
Ketakutan Hendra
130
Perubahan Seira
131
Tekad Zafran
132
Penolakan Rayan
133
Penolakan Rayan II
134
Diluar Dugaan
135
Mencoba Mengakhiri Hidup
136
Membuat Ulah
137
Dampak Berita Zafran
138
Tersangka
139
Tersangka Baru
140
Diburu
141
Tersangka Utama
142
Menuntaskan Masalah
143
Klarifikasi
144
Tuntas!
145
Pertemuan
146
Ingin Bertemu Naina
147
Naina Anakku.
148
Waktu Berdua
149
Doa Ibu
150
Hari Yang Ditunggu
151
Berkumpul
152
Kebahagiaan yang Tiada Tara
153
Rahasia Besar Fatih
154
Akhir Sebuah Kisah
155
Akhir Cerita (End)
156
Ekstra Part. Perpisahan
157
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!