JANGAN MENANGIS!

"Tuhan Muda Devano!"

"Tuan Muda, apa anda tidak takut orangtua dari baby ini mencari nya?" Marco menatap anak kecil yang ada didalam dekapan bos nya.

"Kenapa harus takut? Ibu anak ini adalah calon partner kerja kita yang baru!" Revano menujuk Valencia dengan bibirnya.

"Sayang, sini sama Mommy?" ajak Valencia dengan lembut pada putrinya.

"No? Ka ndong Dy," kata Devanka.

"Dia bukan Daddy, tadi kan sebelum ikut Devanka udah janji gak akan nakal," ucap Valencia.

"Ka gak kal, Ka au Dy ja!" jelas gadis kecil itu.

"Tuan, tolong kembalikan putri saya," ucap Valencia tanpa berani menatap wajah Revano berlama-lama.

"Saya ingin kembalikan, tapi dia tau mau sama kamu. Dan sepertinya, dia nyaman bersama saya," kata Revano dengan santai. "Jadi, biarkan dia seperti ini dari pada harus menangis seperti waktu itu!"

"Ratih, kenapa dia mirip sekali sama mendiang Tuan Muda Devan?" bisik Argo pada Ratih.

"Iya, wajahnya mirip banget. Postur tubuhnya juga, tapi rambut dan kornea matanya berbeda," kata Ratih yang memang begitu mengenal mendiang Devano.

"Apakah Tuan Muda Devan punya kembaran?" terka Argo.

"Gak tau juga, tapi setahuku gak ada," jawab Ratih.

"Kita mulai pembahasannya sekarang!" Tegas Revano dengan Devanka yang bermain di pangkuannya. Gadis kecil itu terlihat gembira sekali. "Marco! Bisa jelaskan tujuan kita datang kemari, sama mereka!" Marco mengangguk.

Valencia tidak dapat fokus, pikirannya mulai berjalan kemana-mana.

"Tina, kamu awasin Devanka! Saya mau keluar sebentar," kata Valencia sembri bangkit dari kursinya. "Argo, Ratih. Kalian urus semuanya seperti biasa, ya!" ujar Valencia. Ratih dan Argo mengangguk. Mereka paham sekali pada situasi dan perasaan Valencia selama ini, pastilah wanita itu teringat kembali masa-masa bersama mendiang suaminya.

Valencia segera melangkah keluar dari restoran itu, meninggalkan putrinya bersama sosok yang begitu identik dengan mendiang suaminya. Singel parent itu pergi menuju tempat sepi yang ada di sekitar restoran.

Ia duduk di kursi panjang yang ada di bawah pohon rindang. Wanita itu dan menaikan kakinya ke atas kursi. Ia menekuk lututnya, pikirannya kembali melayang jauh.

"Ayo dong! Senyumnya, jangan cemberut terus."

"Sayang, tolong dong sebentar aja!"

Penggalan-penggalan masa lalu bersama suaminya, berputar seperti film di dalam memorinya.

"Hiks! Kenapa kamu pergi ninggalin aku, mas. Perasaan ini bisa membunuh aku secara perlahan," Valencia berucap lirih. Airmata nya menetes begitu saja di sudut kedua matanya.

Di dalam restoran itu, Revano menjadi penasaran dengan apa yang terjadi pada Valencia. Jadi, ia membujuk Devanka agar mau ikut Tina.

"Baby, kamu ikut aunty jelek ini dulu, ya!" ujar Revano.

"Astagfirullah.. Mentang-mentang ganteng, Tina dibilang jelek," guman Tina.

"No, ga au. Ka ma Dy, ja!"

"Kenapa anak ini selalu menyebutku dengan panggilan Daddy?" batin Revano. Bukan hanya dirinya yang heran, sekertaris dan asisten yang ia bawa juga menjadi sangat heran.

Berbeda dengan Argo dan Ratih, mereka bisa memaklumi sikap Devanka. Karena sedari baru bisa berceloteh dan mengenal sekitarnya, Valencia dan Nenek serta Kakek dari gadis kecil itu, sudah mengenalkan sosok Devano melalui foto-foto mendiang Devano yang ada. Jadi, wajar saja jika Devanka mengira bahwa Revano blasteran jawa-belanda itu adalah Daddy-nya.

"Ikut aunty keriting ini dulu, Daddy mau cari Mommy," kata Revano menyebut dirinya sendiri dengan sebutan Daddy. Dan di luar dugaan, Devanka langsung berusaha turun dari pangkuan Revano.

"Ti, ndong agi ya!" ujar Devanka.

"Yes Baby!" sahut Revano sembari bangkit dari duduknya dan memberikan Devanka kepada Tina.

Pria blasteran bule itu segera keluar dari restoran itu, ia menyapu seluruh area luar restoran dengan pandangan matanya.

"Devanka selalu nanyain kamu, mas. Aku gak tau harus kayak mana? Dia masih terlalu kecil ," ucap Valencia. Wanita itu sudah seperti orang gila, berbicara cara sendiri di kursi yang duduki. "Sekarang malah datang orang lain yang sosoknya mirip sama kamu, mas. Devanka kira itu adalah kamu, daddy-nya."

Revano yang mendekat, menyentuh pundak Valencia menggunakan tangan kiri, sedangkan tangan kanannya mengulurkan sapu tangan.

Valencia yang menunduk dan membenamkan wajahnya di antara dua lulut, segera mendongakkan wajahnya. Wajah sembabnya menatap wajah Revano yang di tumbuhi jambang halus itu.

"Mas Devan!" sebut Valencia. Wanita itu memejamkan matanya sejenak, guna menetralkan hatinya.

Entah keberanian dari mana yang di dapatkan oleh pria itu, Revano mengulurkan tangannya untuk menghapus airmata Valencia menggunakan sapu tangan yang ia pegang.

"Jangan menangis," ucap Revano pelan. "Saya gak tau, ada apa sebenarnya. Apakah wajah saya begitu jelek? Dan membuat kamu selalu jijik dan muak melihatnya hingga kamu selalu menangis jika melihat saya."

"Aku mohon, jangan lagi sentuh putriku! Kasian dia, yang setiap malam selalu mengigau menyebut Daddy-nya," kata Valencia dengan wajah memelas pada Revano.

"Tapi, apa kesalahan saya? Saya tidak melakukan kejahatan apapun, saya hanya menggedong putri kamu. Itu juga, baru dua kali ini," terang Revano. Ia tidak mengerti dengan semua ucapan yang di lontarkan oleh wanita yang ada di hadapannya saat itu.

"Kamu gak salah, kamu gak melakukan kejahatan apapun. Tapi takdir lah yang salah, takdir seakan mempermainkan kami," ucap Valencia dengan lirih. "Maka aku mohon, jauhi putriku jangan berikan dia harapan."

"Harapan apa? Saya sama sekali gak ngerti sama sumuanya."

"My, Dy, apa?" Devanka yang di gendong oleh Tina. Menghampiri Revano yang berhadapan dengan Valencia.

"Sayang!" sebut Valencia pada Devanka sembari menghapus sisa airmata nya.

"My apa ngis? Dy kal?" tanya Devanka sembari mengulurkan tangan pada Valencia.

"Enggak sayang, Daddy gak nakal. Daddy baik kok," kata Valencia sembari memaksakan senyuman di sudut bibirnya.

Revano yang melihat perubahan pada Valencia, hanya bisa termagu di tempatnya. Ia menjadi begitu penasaran dengan sosok Valencia yang aneh menurutnya.

"Dia aneh, dia begitu rapuh dan hanya berpura-pura tegar. Aku begitu penasaran apa yang bikin dia seperti ini," batin Revano. "Aku bakal cari tau penyebab nya dan mencoba buat bikin dia benar-benar bangkit dari kerapuhannya. Gak perduli seberapa benci dan gak sukanya dia liat aku." Revano terus menatap Valencia yang selalu menanggapi celotehan Devanka.

"Dy!" panggil Devanka pada Revano.

"Iya?" Revano menoleh pada Devanka yang berada di dalam dekapan mommy-nya.

"Ti, ta ang ya. Ang mah," kata Devanka.

"Dia ngomong apa?" tanya Revano pada Valencia. Pria itu sering kali tidak paham dengan ucapan Devanka yang memang baru belajar itu.

"Nanti kita pulang, pulang ke rumah," kata Valencia menerjemahkan perkataan putrinya.

"Ya, nanti kita pulang. Sekarang kita balik lagi ke dalam," ajak Revano. Mata Valencia melolot. Ia yakin, jika Revano membohongi putrinya, maka gadis kecil itu akan selalu menagih nya.

Terpopuler

Comments

𝐙⃝🦜aya𒈒⃟ʟʙᴄ

𝐙⃝🦜aya𒈒⃟ʟʙᴄ

kalo nagih janjinya tinggal.halalin aja

2022-09-23

1

🌈 єνιʝυℓιє ♓ℹ️🅰🌴

🌈 єνιʝυℓιє ♓ℹ️🅰🌴

semakin menarik thor 🤗

2022-09-23

0

@C͜͡R7🍾⃝ᴀͩnᷞnͧiᷠsͣa✰͜͡w⃠࿈⃟ࣧ

@C͜͡R7🍾⃝ᴀͩnᷞnͧiᷠsͣa✰͜͡w⃠࿈⃟ࣧ

duh kasihan Valen,ayo Revano selidiki biar kamu tau,mungkin ini jawaban dari mimpi yg kamu alami selama 2 th ini

2022-08-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!