"Juna...!!!" teriak Haris dan Ines bersamaan ketika mereka melihat sosok adik bungsunya muncul bersama seorang polisi.
"Mas Haris, Mbak Ines" panggil Juna.
Polisi yang membawa Juna menyuruhnya agar duduk. Ia kemudian pergi meninggalkan tiga bersaudara itu di ruang besuk.
"Apa yang terjadi? Mengapa polisi menangkap kamu dan Emak? Apa yang sudah kalian lakukan?" tanya Haris. Jujur Haris sangat shock ketika mendapat kabar dari Pak RT jika ibu dan adik bungsunya digiring oleh polisi.
"Emak berbuat ulah di pesta pernikahan Diandra"
"Diandra? Mantanmu?" tanya Ines.
Juna mengangguk.
"Kenapa sih kalian pakai acara datang segala? Kau bukannya sudah tahu sendiri bagaimana hubungan keluarga kita dengan keluarga Pak Narto setelah lamaranmu ditolak?" tanya Haris gemas.
"Aku sudah melarang Emak kesana, Mas. Pak Narto tidak mengundang kita tapi Emak kekeuh ingin datang"
"Aduuuhhhh....Emak.... Emak...!!!" kata Ines khawatir.
"Lalu kalian berbuat onar di sana?" tanya Haris lagi.
"Sebenarnya Pak Narto yang mulai duluan, Mas. Pak Narto yang menghina Emak"
"Ya jelaslah Pak Narto mulai duluan. Kalian datang tidak diundang" kata Haris semakin kesal dengan tingkah Juna dan Bu Tias.
"Sudah, Mas. Jangan terus menyalahkan mereka!" bujuk Ines.
"Bagaimana aku tidak menyalahkan mereka, Nes. Mereka memang salah. Kesal sekali aku ini"
"Maaf, Mas" kata Juna lirih. Ia menunduk tak berani menatap wajah Haris dan Ines.
"Sudahlah Juna! Semua sudah terjadi. Sekarang yang harus kita pikirkan bagaimana cara mengeluarkanmu dan Emak. Jujur Mbak nggak tega kalau Emak di sini."
"Akupun begitu, Mbak" sahut Juna.
"Mas Haris, apakah ada ide untuk bisa mengeluarkan Emak dan Juna?" tanya Ines pada Haris.
Haris menggeleng membuat Ines dan Juna mendesah kecewa.
"Kita ini orang awam, Nes. Mana paham soal beginian."
"Tapi pasti ada jalan keluarnya kan, Mas?" tanya Ines.
"Ada, tapi Mas Haris nggak tahu."
"Sama saja kosong, Mas."
"Namanya juga nggak tahu, Nes" sahut Haris.
"Sepertinya Mas Haris harus minta bantuan seseorang" kata Haris.
"Siapa, Mas?" tanya Juna dan Ines bersamaan.
"Ada lah. Sepertinya kita harus segera menemui beliau. Mas bawakan baju ganti buat kamu dan Emak. Mas sama Ines mau pergi dulu untuk bertemu beliau" kata Haris.
Juna menerima bungkusan plastik yang berisi pakaian miliknya dan Emak. Setelah menyerahkan baju ganti Juna dan Emak, Haris dan Ines pergi. Juna kembali di bawa oleh polisi masuk ke dalam ruang tahanannya.
------***-----
Dua hari setelah kedatangan Haris dan Ines. Juna kembali di bawa ke ruang besuk oleh Pak Polisi karena ada tamu untuknya. Juna pikir kedua kakaknya yang datang membesuknya. Namun, ia salah. Juna tertegun melihat sosok yang berdiri beberapa meter darinya.
Bapak Ahmad Zaini , kepala SMA Cendekia, tempat ia mengajar. Juna benar-benar tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Pasalnya tidak mungkin orang sekaliber Pak Zaini akan membesuknya di penjara. Juna hanya mampu terdiam tanpa membuka suara.
"Hei, Jun! Sehat?" kalimat itulah yang ucapkan Pak Zaini. Beliau tersenyum getir melihat keadaan Juna yang muncul dengan memakai seragam tahanan.
Juna menunduk. Ia malu bertemu dengan Pak Zaini. Keberadaannya di kantor polisi seperti ini pasti akan merusak bama baik lembaga yang dipimpin Pak Zaini. Juna sudah pasrah dengan apapun keputusan pihak sekolah menyangkut dirinya. Juna tahu diri untuk tidak memohon meminta belas kasihan dari Pak Zaini.
"Duduklah!" perintah Pak Polisi yang tadi membawa Juna. Pak Polisi itu menyuruh Juna duduk di bangku dan memberikan waktu agar Juna bisa berbicara dengan Pak Zaini dengan leluasa.
Hening, tak ada yang memulai pembicaraan baik Juna dan Pak Zaini. Juna terlalu pengecut untuk sekedar menyapa atasannya. Ia hanya menunduk, sibuk dengan pikirannya sendiri.
"Jun, apa yang sebenarnya terjadi? Saya sangat terkejut ketika Haris dan Ines datang ke rumah, memberi tahu bahwa kamu ditangkap polisi" tanya Pak Zaini memulai pembicaraan.
Juna menelan ludah. Rupanya Pak Zaini datang kesini karena mendapat informasi dari kedua kakaknya. Juna menduga irang yang di maksud Haris adalah Pak Zaini. Juna sedikit menyayangkan jika kedua kakaknya meminta bantuan atasannya. Sungguh memalukan dan merepotkan. Begitu pikir Juna.
"Kenapa diam, Jun? Saya ingin mendengar langsung dari mulutmu. Saya tidak ingin berspekulasi sendiri dengan mendapatkan info yang tidak valid dari orang luar sana" lanjut Pak Zaini bijak.
"Saya harap kamu mengatakan sejujurnya tentang apa yang terjadi antara dirimu dan Pak Narto. Saya yakin kamu tidak bersalah dan jika dugaan saya benar, maka kamu bisa saja bebas saat ini" kata Pak Zaini memberi harapan kepada Juna.
"Apa bapak tidak akan memecat saya?."
"Tergantung. Jika kamu yang berbuat salah dalam masalah ini, tentu saja aku akan memecatmu. Tapi aku yakin, kamu tidak bersalah. Oleh sebab itu cepatlah ceritakan apa yang sebenarnya terjadi sehingga saya bisa mengambil keputusan" kata Pak Zaini.
Juna mengangkat wajahnha setelah mendengar perkataan Pak Zaini. Secercah harqpan timbul di benaknya. Juna pikir Pak Zaini akan langsung memecatnya tanpa mau mendengar ceritanya. Juna benar-benar tidak menyangka jika Pak Zaini bisa bersikap sebijaksana ini.
Juna memang tidak begitu dekat dengan Pak Zaini. Perbedaan status sosial antara mereka membuat Juna sadar diri. Juna hanya berinteraksi dengan Pak Zaini saat mengambil gaji karena memang di sekolah itu tidak ada bendahara yang mengatur keuangan sekolah.
Juna mulai bercerita dari awal masalah antara dirinya dan Pak Narto, menceritakan kisahnya dan Diandra, serta kedatangan mereka ke pesta pernikahan Diandra meskipun tidak di undang. Juna menceritakan semuanya dengan runtut dan jujur.
Tidak ada yang Juna tambahi dan tidak ada yang dikurangi. Juna menceritakan apa adanya sesuai dengan porsinya. Pak Zaini Ku mendengarkan cerita Juna dengan serius. Sesekali beliau menarik nafas panjang sambil menggeleng- gelengkan kepalanya.
"Pak Narto memang keterlaluan. Juna, kamu tenang saja. Saya akan bantu sesuai kemampuan saya. Kamu harus Ikhlas dan sabar menjalani ujian ini. Teruslah berdoa semoga Tuhan mempermudah jalanmu" kata Pak Zaini menasehati Juna.
Pak Zaini bangkit dan pamit kepada Juna. Juna segera menjabat tangan dan mencium punggung tangan Pak Zaini dengan takzim. Pak Zaini menepuk - nepuk bahu Juna, mencoba memberi semangat karena memang sangat ini Juna memang benar-benar membutuhkan dukungan moril.
Juna kembali digiring oleh Pak polisi untuk kembali ke selnya. Salah Polisi itu berbisik kepada Juna sembari tersenyum simpul. Ia mengerutkan kening, memikirkan ucapannya yang memunculkan berbagai praduga dalam otaknya. Namun, semua praduga itu segera ditepisnya. Karena Juna tidak ingin kecewa jika tidak sesuai dengan harapan.
____***____
Malam hari, setelah tadi sore Pak Zaini mengunjungi Juna. Pak Polisi kembali memanggil dan menggiringnya keluar. Polisi itu mengatakan jika ada seorang perempuan yang ingin membesuk Juna.
Juna mengernyitkan dahi. Seorang perempuan? Juna menduga jika Ines yang datang menjenguknya. Namun, dugaan itu segera ditepisnya mengingat Ines tidak mungkin datang malam-malam karena ia mempunyai anak kecil yang tidak mungkin di tinggal.
Juna terus melangkah dengan hati bertanya-tanya. Langkahnya terhenti saat kedua netranya melihat orang yang mengunjunginya saat ini.
Perempuan cantik berambut sebahu. Wajahnya penuh dengan make up. Ia berdiri dengan kedua tangan yang terlipat di depan dadanya. Tak lupa senyum sinis yang ia tampakkan saat melihat Juna tiba bersama Pak Polisi.
"Hai, sayang. Bagaimana kabarmu hari ini?" Diandra berbisik di telinga Juna. Nada suaranya terdengar sensual sehingga membuat Juna merinding.
"Aku harap kau betah di sini karena kau akan lama menghuni rumah pesakitan ini" bisiknya lagi, kali ini Diandra langsung tertawa mencibir Juna.
Diandra membelai pipi kanan Juna. Badan Diandra yang lebih pendek dari Juna, membuatnya harus mendongakkan kepalanya. Jari jempolnya mengelus - elus dagu lancip Juna, kebiasaan yang selalu Diandra lakukan saat mereka berduaan dulu.
"Hentikan!!!" Juna menepis tangan Diandra dengan kasar.
"Untuk apa kau kesini, Di? Cepatlah pulang sebelum suamimu marah dan kembali mengamuk kepadaku" usir Juna.
"Juna sayangggg....!!! Rupanya kau sudah bisa mengeluarkan taringmu. Makin hot dan aku suka itu" ucapnya dan dengan gerakan cepat Diandra memeluk Juna sambil menyandarkan kepalanya di dada Juna.
"Tapi kau miskin, itu yang membuatku tidak bisa memilihmu dan berpaling pada Arya" lanjutnya kemudian mendorong tubuh Juna.
Dinadra berjalan beberapa langkah menjauhi Juna. Ia kemudian melepas sweeter yang ia pakai dan melemparnya dengan asal. Juna ingin sekali memaki Diandra. Namun, hal itu ia urungkan karena tidak ingin membuat keributan di kantor polisi.
"Aku bukannya mau memamerkan tubuhku, Jun. Aku hanya ingin buang sial. Bajuku tadi menempel pada tubuh bujang miskin. Aku tidak ingin ketularan miskin. Jadi lebih baik sweeter itu aku buang" kata Diandra kemudian tertawa keras.
Juna menarik nafas panjang. Hatinya kesal karena malam-malam begini digiring keluar untuk bertemu dengan manusia tidak jelas seperti Diandra. Setengah jam Juna menghabiskan waktu di sini, mendengar ocehan tidak bermutu dari Dindra yang membuatnya benar-benar muak.
Juna menyumpahi dirinya sendiri yang dulu sangat tergila-gila pada Diandra. Ia benar-benar heran bagaimana bisa Juna menyukai perempuan seperti itu? Saat ini Juna merasa sangat bersyukur terbebas dari wanita gila seperti Diandra. Setidaknya ada hikmah dibalik rasa sakit yang ia terima.
Juna menoleh ke arah polisi yang sedang berdiri tak jauh darinya. Ia memberi kode dengan netranya agar polisi itu mendekati Juna. Saat polisi itu sudah berada di samping Juna, ia berbisik meminta agar kembali digiring ke dalam sel.
Polisi itu mengangguk dan Juna segera membalikkan badan untuk meninggalkan tempat itu. Namun, tiba-tiba Diandra berteriak memanggil Juna. Ia langsung berlari dan memeluk Juna dengan erat.
"Juna..., sayang.... aku mencintaimu. Aku mencintaimu" kata Diandra dan anehnya ia mengucapkan itu sambil terisak.
"Aku mencintaimu, Jun. Sangat mencintaimu. Tidakkah kau merasakan degup jantungku saat ini?" ucapnya lagi dan sekarang Diandra mulai menangis sesegukan.
"Lepas, Di! Kau sekarang istri orang. Aku tidak mau suamimu salah paham" kata Juna sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan Diandra.
Diandra tidak menghiraukan Juna. Ia bahkan memeluk Juna semakin erat. Juna menjadi bingung sendiri bagaimana harus menghadapi Diandra. Akhirnya ia memilih diam membiarkan Diandra tetap memeluknya.
"Aku mencintaimu, Jun" kata Diandra lirih.
"Aku mencintaimu" kata Diandra lagi membuat Juna kembali menarik nafas panjang.
"Tapi itu dulu. Sekarang aku tidak mencintaimu. Aku tidak sudi mencintai orang miskin sepertimu!!!" kata Diandra kemudian langsung mendorong tubuh Juna hingga ia nyaris terbentur pojok meja.
"Diandra!!!"
"Ya, Orang Miskin!!! Kau memanggilku?" tantangnya.
Diandra benar-benar menguji emosi Juna. Juna segera memutar tubuhnya dan kembali melangkah untuk masuk ke dalam sel. ia tidak ingin lepas kendali dengan membalas Diandra yang terus mempermainkannya dengan ejekan dan cibiran.
Andai saja ini bukan di kantor polisi, Juna pasti sudah mematahkan leher Diandra sejak tadi. Diandra, gadis yang dulu sangat Juna cintai kini berubah menjadi sosok yang paling ia benci. Gadis manis itu kini berubah menjadi gadis sombong dan menyebalkan.
Juna bertekad untuk berubah. Ia harus bisa membungkam orang-orang yang selalu mencibirnya termasuk Diandra dan ayahnya. Juna berjanji jika ia bebas dari penjara, Juna akan bekerja keras untuk mengubah nasibnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
💞Amie🍂🍃
dulunya sayang- sayangan sekarang knp benci bgt sih
2022-12-21
1
Dika
kebijakan yg keren
2022-12-18
0
🍾⃝🐇ωεɪıɑ xɪɑи⍣⃝కꫝ 🎸
dasar orang gila nih cewek
2022-12-17
0