NIF 15

..."Masa lalu akan tetap menjadi kisah lampau yang tak sepantasnya kita ingat kembali."...

...****************...

..."Satria Guntur Prasetyo"...

Bandung, Jawa Barat

"Kau yakin ingin ikut?" tanya Guntur sembari menolehkan kepala untuk melihat Liam, yang tengah duduk anteng di jok penumpang sebelahnya.

Liam menganggukkan kepalanya, "Tentu saja, Tu-"

"Tolong panggil aku Guntur aja. Lagian kita juga seusia, kan?" Guntur menyela dan meminta Liam untuk memanggilnya dengan santai.

"Tapi, Guntur 'kan panggilan khusus untuk or-"

"Kau juga udah aku anggap keluarga, Am. Jadi, santai aja kali. Mulai siang ini, kau panggil namaku dan jangan menggunakan embel-embel Guntur."

Pada akhirnya, Liam menganggukkan kepalanya, membuat Guntur terkekeh, "Ngomong-ngomong, apa yang akan kita lakukan di sini, Gun?" imbuh Liam bertanya, membuat Guntur menoleh kilat ke arahnya, lalu kembali menghadap ke depan.

Seperginya mereka dari puncak, Guntur tidak langsung pulang ke Menteng dan malah mengendarai mobilnya ke arah Bandung, salah satu kota yang paling disukai oleh Laras.

"Oh ya, Am. Kamu udah tahu kalau istriku itu suka banget sama yang namanya kue cokelat dengan isi dalamnya itu red velvet. Apa lagi jika kue itu dibeli di toko kue yang ada di sini. Istriku pasti senang banget."

Guntur mulai menceritakan tentang istrinya dan seperti biasa, Liam pasti akan diam. Jika sudah begini, dia bisa menebak kalau bosnya itu, pasti akan bicara cukup lama. Apa lagi yang dia bahas kali ini adalah tentang, Laras.

"Kau beruntung hari ini karena aku akan pergi ke toko kue langganan istriku setiap akhir pekan. Laras itu aneh, Am. Padahal, kota Jakarta itu punya banyak keindahan, tapi kau tahu. Dia rela menempuh berjam-jam naik bis untuk ke Bandung."

Liam menunjukkan ekspresi terkejut. Dia tahu kalau istri bosnya ini suka kota Bandung, karena setiap hari dia sudah mendengar itu. Bahkan, Liam mungkin sudah bisa menebak apa yang akan dikatakan oleh bosnya ini.

"Kau lihat trotoar itu!" Setelah menghentikan laju mobil, Guntur langsung menunjuk ke trotoar yang ada di kanan jalan, "Di sana aku selalu lihat istriku jalan dengan jaket tebal, terus bawahnya itu dia pakai celana jeans," imbuh Guntur masih membicarakan tentang Laras.

Liam yang mendengar itu hanya bisa mengangguk-anggukkan kepala. Dia tidak berniat mengeluarkan suara, karena merasa sayang untuk menghentikan Guntur menceritakan tentang istrinya.

"Dia terus jalan ke depan sana dan akan berhenti di McD itu." Guntur menunjuk ke arah McD yang ada di seberang sana. Dia bahkan sampai menoleh untuk melihat ekspresi, Liam.

"Akan aku tunjukkan di mana istriku akan duduk." Dengan penuh semangat, Guntur berucap. Liam yang melihat itu, ikut menunjukkan mimik wajah yang tidak kalah semangatnya.

Guntur melajukan mobilnya dan kedua tangannya memutar stir ke kanan. Dia melajukan mobilnya dengan pelan melewati McD yang hanya kelihatan sampingnya, "Lihat kursi dipojok sana. Di situ istriku sering duduk dan melihat ke luar kaca. Jika semisal hujan, kau akan menemukan dia menghitung butiran-butiran air yang merambat di jendela. aneh kan, tapi aku mencintainya."

Guntur mengakhiri ceritanya dengan mimik wajah yang dipenuhi oleh kebahagiaan. Sedangkan Liam, laki-laki itu tersenyum dan dia juga merasa senang karena bisa mendengarkan kisah cinta bosnya.

"Oh iya, Gun. Ada sesuatu yang ingin aku katakan." Liam menoleh dan menatap Guntur dengan sorot mata yang dipenuhi keseriusan.

"Apa?" tanya Guntur tanpa menoleh untuk melihat, Liam.

"Kemarin aku lupa mengabarkan kalau, berita tentang terbongkarnya istrimu sudah menjadi tranding sekarang."

Guntur menoleh dengan mimik wajah yang kelihatan sangat bahagia, "Serius?"

"Iya, tapi enggak enaknya. Di sana, Nyonya-"

"Aku tidak peduli dengan nyinyiran mereka, Am. Terserah orang-orang di luar sana berkomentar jelek tentang istriku, aku tidak peduli. Bagiku, istriku yang terbaik. Dia wanita yang aku sayangi sampai mati." Guntur menyela perkataan, Liam. Dia melakukan itu bukan berarti tidak mau mendengar sampai akhir ucapan dari asistennya itu. Malahan, Guntur itu sudah tahu kalau, Liam akan mengatakan itu.

"Kau laki-laki yang baik, Gun. Aku yakin, Nyonya Laras pasti sangat beruntung mendapati sosok suami seperti kau."

Guntur hanya tersenyum simpul, "Akulah yang jauh lebih beruntung mendapati istri seperti dia."

***

Menjelang jam delapan malam, Guntur yang baru saja datang ke ibu kota langsung disambut oleh rintikan hujan pertama di bulan Desember. Awalnya gerimis, tapi setelah dia mengantar Liam pulang, curahnya tiba-tiba berubah menjadi deras.

Hujan semakin bertambah deras saat dia sudah memarkirkan mobilnya di pelataran rumah besar keluarganya. Sebelum keluar dari dalam mobil, laki-laki itu menoleh ke belakang dan dua obsidiannya tentu saja mendapati sebuah kotak berukuran sedang, yang masih tersimpan rapi dengan sebuket bunga Flamboyan.

Di atas kotak berukuran sedang itu, ada dua buah tiket yang samar-samar terdapat gambar pesawat di sana, "Aku tidak sabar melihat reaksimu."

Guntur bergegas keluar dari dalam mobil, lalu dia berlari sangat kencang menuju pintu masuk rumah besar keluarganya. Padahal di mobil ada payung, tapi karena sudah tidak sabar, Guntur memilih langsung menerobos saja.

"Assalamualaikum!" Guntur menekan bel rumah sembari mengucapkan salam. Mimik wajah laki-laki itu masih dipenuhi oleh raut wajah tidak sabaran. Bahkan tangan kanannya mulai bergerak menekan bel dengan cukup brutal.

"Waalaikumsalam," jawab Lidia setelah membuka satu sisi pintu masuk ke dalam rumah, "Eh, Bang Gun?" Lidia yang tadinya bermata sayu, langsung dibuat melek oleh kehadiran Guntur.

"Lama banget sih lu." Guntur langsung masuk ke dalam rumah dengan langkah yang begitu sangat lebar, meninggalkan Lidia yang masih mematung.

"Dia, kakak iparmu masih belum tidur, 'kan?" Guntur berhenti melangkah dan memilih untuk menoleh melihat, Lidia yang masih mematung di pintu masuk, "Lidia!" panggil Guntur, membuat wanita itu langsung memutar tubuhnya dan kemudian dia mengambil satu langkah lebar.

"Bang Gun baru pulang?" Lidia meraih tangan kanan Abangnya untuk dia salami.

"Kakak iparmu di mana?" tanya Guntur kembali, membuat Lidia mendongak dengan sorot mata yang bingung.

"Eh, Kak Ras dari pagi udah balik ke rumah kalian," ujar Lidia dengan masih menampilkan mimik wajah yang bingung.

"Sama siapa?" tanya Guntur yang tiba-tiba mendapati sebuah rasa panik.

"Enggak tahu juga aku, Bang. Tapi, kayaknya sekarang istrimu sudah ada di rumah."

Guntur tidak menanggapi dan tanpa berlama-lama, dia langsung mengambil langkah seribu untuk meninggalkan rumah keluarganya itu.

Lidia yang melihat Abang keduanya panik, tiba-tiba cekikikan, "Bang Gun! panik boleh aja, tapi asal jangan nemgebut yah. Kalau ngebut, nanti aku aduin ke kak Ras."

Guntur lagi-lagi tidak menangapi dan dia memilih untuk terus berjalan, hingga tiba-tiba langkah kakinya berhenti, kala gendang telinganya menangkap sebuah suara.

"Kak Ras pasti bakalan marahin Bang Gun, karena aku sudah memberitahukan dia tentang kakak yang hampir tabrakan dulu!"

Guntur mundur dan laki-laki itu memutar tubuhnya untuk kembali mendekati, Lidia, "Apa maksudmu memberitahukan hal itu, hah? Apa maksudmu, ikut campur dengan keadaan rumah tanggaku!"

Lidia tersentak kaget saat tiba-tiba saja, Guntur meneriakinya dengan mimik wajah yang begitu terlihat sangat asing, "Aku bertanya, kenapa kau ikut campur dengan masalah rumah tanggaku!" sentak Guntur kembali, membuat Lidia diserang rasa takut.

#Bersambung

Terpopuler

Comments

Misda Cabina Aco

Misda Cabina Aco

apa yg sedang kau sembunyikan sampai semarah itu pada adik mu🤔🤔

2022-08-10

2

Isnia Tun

Isnia Tun

Duh Guntur kenapa semarah itu sama adiknya...apakah benar kecelakaan yg di alami Laras ada sangkut paut nya dengan kecelakaan yg Guntur alami...next thor

2022-08-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!