..."Bagi Guntur, sehari tanpa menceritakanmu itu terasa kosong. Dia sungguh sangat mencintaimu. Jadi, jangan tinggalkan dia apa pun alasannya, Nak. Kamu paham, 'kan?"...
...****************...
..."Mama Zelina"...
"Sayang, lihat ini." Suara Guntur yang keluar dari telepon, langsung membuat Laras tersadar dari lamunannya yang entah memikirkan apa.
"Mas, apaan sih. Jelek tahu kamu kayak gitu. Apa lagi yang kamu mainin itu makanan loh," seloroh Laras dengan mimik wajah yang sedikit marah, tapi juga dari mulutnya keluar suara kekehan.
"Lagi mikirin apa? kok dari tadi diam. Kangen aku yah? Padahal baru semalam peluk-pelukan di-"
"Mas Guntur nyebelin ih. Itu 'kan Privasi kita. Nanti kalau di denger orang di sana, gimana?" Laras langsung menyela ucapan suaminya yang tadi mulai merambat ke hal-hal rahasia.
Guntur yang saat ini hanya kelihatan setengah tubuhnya di layar ponsel Laras, hanya terkekeh. Dia tertawa dengan pelan, sembari menyantap makan siangnya.
"Kamu udah makan?" tanya Guntur sembari mengunyah makanannya dengan sangat pelan.
Laras yang mendengar penuturan suaminya itu menganggukkan kepala, "Udah, baru aja. Sekarang aku lagi leyeh-leyeh di kamar. Tapi, jam dua nanti bakalan pergi ke mall."
"Mau ngapain?" tanya Guntur dengan sorot mata penuh keingintahuan. Bahkan dia yang tadi hendak memasukkan sesendok makanan ke dalam mulutnya, langsung berhenti.
"Mau beli Skincare. Aku mau coba mulai perawatan, tapi Keknya untuk luka bakar di sini enggak bakal bisa ilang deh, Mas." Sambil menunjukkan luka bakar di wajahnya.
Guntur yang ada di seberang sana mengunyah makanannya, "Bisa kalau mau oplas. Kamu mau?"
Laras tersenyum dan menggelengkan kepalanya, "Mahal, Mas," jawabnya sambil geleng-geleng kepala dan bergerak menyadarkan punggungnya.
"Aku bayarin kalau kamu mau," ujar laki-laki itu sembari menggigit kerupuknya.
Laras tersenyum, "Emang punya uang?" tanya Laras meremehkan.
"Ada simpan," jawab Guntur sembari menyedot air gelasannya, "alhamdulilah masih bisa makan enak," imbuhnya setelah menelan airnya dan menyudahi santapan diwaktu siangnya.
Saat ini Guntur sudah berada di Puncak. Dia balik ke sana pagi tadi dan akan mengakhiri syutingnya besok. Jadi, laki-laki itu akan menginap di sana untuk nanti malam.
"Gimana? Mau enggak? Kalau mau, aku yang modalin," ulang laki-laki itu sembari membenarkan posisi duduknya menjadi bersandar di kepala kursi.
"Kalau pakai tabungan aku enggak mau ah. Itukan udah kita siapain untuk anak-anak kita nanti. Mendingan pakai renovasi rumah aja atau buat usaha." Laras menolak, karena mereka memang sudah sepakat menggunakan tabungan itu untuk nanti bangun usaha atau renovasi perumahan.
Memang Guntur seorang aktor, orang yang terkenal, tapi dia itu tipe orang yang selalu mikir-mikir untuk gunain uang. Terlebih lagi, Laras. Jujur, Laras itu tidak pernah yang namanya selalu menuntut sesuatu kepada Guntur.
Dia wanita yang selalu bahagia dengan apa yang suaminya berikan. Rumah yang mereka tempati pun tidak besar. Mereka berdua tinggal di perumahan sederhana yang ada disekitaran Glora. Bentuk bangunannya kecil dan tidak bertingkat, tapi jangan salah yah. halaman depan dan belakang di rumah mereka luas.
Terus di sana juga ada kolam ikan. Pokoknya diluar kelihatan sederhana, tapi dalamnya beh mewah. Guntur bisa saja beli rumah berlantai-lantai, tapi dia memikirkan istrinya yang akan kesusahan kalau turun naik dengan kondisi kaki seperti itu.
"Yakin enggak mau?" tanya Guntur dan Laras menganggukkan kepala, "baguslah. Lagian biar kamu kayak gitu pun aku enggak masalah. Bagiku kamu punya definisi cantik yang berbeda. Aku tidak menuntutmu untuk glowing. Kamu kalau sudah nyaman dengan kondisi seperti itu, yah biarin aja. Kalau kamu mau nurutin nyinyiran orang diluar sana, kamu tidak akan pernah bener di mata mereka. Lihat aja, orang kurus, pasti dibilang eh kok kamu kurus banget, terus pas lemah gendut, eh kok kamu gendut banget. Enggak akan ada habisnya komentar mereka. Jadi, berpenampilan saja sesuai yang membuat kamu nyaman."
Inilah yang membuat Laras jatuh cinta kepada sosok Guntur. Laki-laki itu memang tidak pernah menuntut segala hal dadi dirinya dan dia sungguh sangat-sangat bahagia akan hal itu.
"Aku mencintaimu, Mas. Makasih karena sudah ngertiin aku, walau aku enggak pernah bisa ngertiin kamu." Laras terharu dan tiba-tiba saja satu air matanya meluruh, membuat Guntur tersenyum.
"Aku lebih mencintaimu." Guntur melakukan gerakan kiss jauh untuk Laras. Laki-laki itu terkekeh saat dia melihat Laras malah memejamkan mata, seolah sedang menikmati ciuman online itu, "oh iya. Kamu nanti kalau beli Skincare cari yang bener-bener bersahabat dengan kulitmu. Soalnya kulitmu itu sensitif. Kalau perlu pergi saja toko Bianca. Minta dia bantu cariin."
"Iya, Sayang. Niatnya nanti aku juga mampir ke sana, tapi setelah anter Lidia beli sesuatu di mall," jawab Laras dan wanita itu melirik ke arah jam yang ada di dinding kamar.
saat dia mendapati jarum pendek berada di angka dua, Laras langsung bangkit, "Mas, udah jam dua. Aku pergi bangunin Lidia dulu, terus bersiap-siap pergi."
Guntur hanya berdahem sembari melambaikan tangannya, "Eh tunggu, kamu ada uang belanja, 'kan?"
"Ada, tapi kalau Mas mau tambahin, tambahin aja." Dengan sedikit malu-malu, Laras meminta. Guntur yang mendengar itu tersenyum.
"Okeh, nanti aku transfer. Nikmati waktumu sayang, aku mencintaimu."
"Aku lebih mencintaimu." Setelah mengatakan itu, Laras langsung menyudahi video call yang dia lakukan dari setelah selesai salat Dhuhur tadi.
Memang yah, jika sudah bicara dengan suaminya itu. Mereka pasti akan lupa waktu, "Eh, ini enggak kebanyakan kan." Laras membulatkan mata terkejut saat dia mendapati notifikasi transferan masuk sebesar lima juta dari suaminya.
***
"Pokoknya, Kak Ras harus anter aku belanja dulu di mall. Nanti juga Kak Ras bantu milih hadiah yang bagus untuk laki-laki yah." Lidia nyerocos tanpa henti. Dari baru berangkat, hingga hampir sampai ke pusat perbelanjaan. Wanita itu selalu saja bicara.
Laras yang mendengar suara berisik dari adik iparnya itu hanya bisa berdahem, "Kamu fokus aja dulu bawa mobilnya. Jangan banyak noleh, nanti bisa-bisa-"
"Enggak akan pernah. Kak Ras tenang aja. Orang aku ini joki. Jadi, enggak perlu khawatir." Dengan nada sombong dan mimik wajah yang pongah, Lidia berucap membuat Laras memamerkan wajah cemberut.
"Kamu ini jika dibilangin itu nurut. Mas Guntur aja kalau aku bilang pelan, dia pelan." Laras mengomel, membuat Lidia menoleh kilat ke arahnya.
"Bang Guntur yah Bang Guntur, Kak Ras. Wajar aja dia nurut, kakakkan bucinan Abangku." Lidia menjawab, membuat Laras geleng-geleng kepala, "apa lagi dulu Bang Guntur pernah mau kecelakaan dulu pas SMP."
"Hah? Kecelakaan? Naik mobil?" Dengan sedikit kaget, Laras bertanya.
Lidia yang mendengar itu kembali menoleh dengan kilat, "Kak Ras, enggak tahu? Wah parah kalau Bang Guntur enggak cerita sih. Iya, pas seminggu setelah kelulusan SMP, bang Guntur hampir kecelakaan. Kalau enggak salah inget, waktu itu dia bawa mobil almarhum papa."
"Terus?"
"Tapi, syukur Bang Guntur masih dilindungi. Katanya sih waktu itu, mobil yang hampir dia tabrak, banting setir, hingga keluar dari jalur," lanjut Lidia dan Laras yang mendengar itu kembali merasa lega. Entah kenapa jika sudah menyangkut kecelakaan, Laras menjadi takut-takut sendiri. Dia trauma dengan kecelakaan.
"Wah, otw Kakak sidang nih pas pulang," ujar Laras, membuat Lidia cekikikan.
#Bersambung
...Kalau ada satu laki-laki kek Guntur, ada yang mau enggak?...
...Selamat malam Minggu semua....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Mak Aul
mauuuuuu, tapi aku udah punya tor. paksuku pun baik. Memaklumi ku yang selalu insecure ini
2022-09-02
2
Mak Aul
gue kenak, 😭😭😭
2022-09-02
2
Isnia Tun
Mau pake bgt thor kalau ada laki² modelan Guntur,mau aku bawa pulang😁🤭semoga bukan Guntur yg nabrak Laras
2022-08-07
1