NIF 05

..."Salahkah aku menaruh curiga?"...

...****************...

..."Laras Ayudia"...

"A ... apa maksudnya. Maksudku ada apa ini? Eh sama saja yah. Intinya kenapa Tuan-"

"Tenangkan dirimu. Kalau perlu tarik napas, lalu buang pelan pelan." Guntur yang terkena lampu merah, langsung menghentikan mobil dan menoleh ke arah kiri untuk melihat sosok Laras yang sedang bingung, panik, gugup, dan bahagia menjadi satu.

Pertama, Laras bingung karena saat dia sadar, dia sudah berada di dalam mobil Guntur. Sungguh, keadaan seperti ini tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Bahkan, berada di dalam ruangan yang sama dengan Guntur, tidak pernah terlintas di mimpi indahnya.

Kedua, Laras panik karena tidak bisa melakukan apa-apa. Dia tidak bisa teriak minta tolong, karena bukan diculik. Kata Guntur, dia berada di dalam mobil ini karena keinginan sendiri.

Ketiga, Laras gugup karena sedari tadi dia merasa dilirik oleh Guntur, dan

Terakhir, Laras juga merasa bahagia karena saat ini dia berada ditempat yang sama dengan sang idola. Jika boleh mengekspresikan kebahagiaannya. Dia ingin sekali berteriak dan berjingkrak-jingkrak. Namun, dia begitu malu untuk melakukannya. Jaga image.

"Btw, kalau topinya di lepas terus rambutnya diikat bakalan cantik banget tahu." Guntur berucap dengan kikuk. Sungguh, mengatakan hal itu entah kenapa dia merasa malu. Padahal, bisa dibilang laki-laki itu sudah terbiasa menggombal.

Bagaimana bilangnya yah, merayu, menggoda, dan menggombal itu udah hal lumrah dilakukan oleh seorang Satria Guntur Prasetyo, tapi itu di dalam sinetron atau film. Sementara di kehidupan nyata, dia tidak pernah mengatakan itu ke orang lain.

Sementara di sisi Laras. Wanita itu langsung menolehkan kepala dan melihat Guntur dengan tatapan terkejut, "Maksudnya?"

Guntur semakin gugup. Dia memalingkan wajahnya ke depan. Niat hati dia tadinya akan berpikir untuk melakukan apa, malah kedua matanya mendapati kalau lampu jalan sudah berubah warna menjadi hijau.

"Anu, keluargaku menunggu. Jadi, iya itu. Kita akan pergi ke sana." Pada akhirnya, Guntur berkilah. Sungguh, padahal dia dari kemarin sudah mewanti-wanti untuk tidak bersikap kikuk seperti ini, tapi tetap saja dia melakukannya. Ternyata, memang benar yah. Berhadapan dengan wanita yang spesial, jauh lebih sulit dibanding wanita yang ada di depan layar, di mana semua skenarionya sudah dibuat.

"Hah, ke keluargamu? Emang kita mau apa? tunggu, sebenarnya tadi di cafe kamu bilang apa? eh maksudku, Tuan. Sebenarnya di cafe tadi, Tuan mengatakan apa?" Laras sama-sama kikuk. Dia bertanya saja sudah berbelit-belit.

Sementara, Guntur. Laki-laki itu memilih untuk fokus menyetir, tapi bila matanya juga sedikit melirik ke arah Laras, "Bilang apa yah, aku lupa. Tapi, seingatku yah kita mau ke rumahku."

"Tunggu, kalau aku boleh tahu. kita ke sana mau apa?"

"Bahas pernikahan," jawab Guntur dengan entengnya, tanpa melihat ke arah Laras yang saat ini langsung dibuat cengo.

"Pernikahan siapa?" tanya Laras dengan mata yang masih membulat dan fokus menatap, Guntur.

Guntur menoleh. Walau saat ini degup jantungnya berdetak sangat cepat, dia tetap berusaha kelihatan tenang dengan menyunggingkan senyum yang lumayan lebar.

"Kita. Maksudnya pernikahan aku dan kamu. Kita akan menikah."

***

Perumahan Menteng, Menteng, Jakarta Pusat

"Kamu tunggu di sini sebentar. Jangan bergerak!" Guntur memperingati dengan sorot mata yang memicing dan telunjuk tangan yang mengacung.

Laras hanya diam. Saat ini dia sedang diserang kebingungan. Sungguh, ini benar-benar tidak bisa dia percaya. Saking tidak percayanya, dia sampai mencoba mengingat tentang apa saja yang dia kerjakan sebelum berangkat bekerja.

"seingatku tadi pagi, aku sarapan, terus mandi seperti biasa, leyeh-leyeh sambil kepoin Instagram lambe dan sesekali lihat Ig story Guntur. Siangnya, aku tidur, bangun jam tiga, langsung stay di tv. terus sorenya-"

Laras tiba-tiba tersadar saat dia mendengar suara jentikan jari. Wanita itu mengerjap-ngerjapkan mata saat ada mendapati sebuah jemari besar di depan wajahnya, "Eh-"

"Kamu tidak sedang buat musikalisasi di dalam hati, 'kan?" tanya Guntur. Saat ini laki-laki itu sudah berada tepat di pintu keluar mobilnya yang terletak di sebelah kiri. Bahkan laki-laki itu sekarang berdiri dengan tubuh bagian atas sedikit membungkuk, membuat wajahnya dengan wajah Laras berjarak sangat dekat.

"Maksudnya?" Lagi-lagi, Laras bertanya dengan kata yang sama.

Guntur tersenyum, lalu menggelengkan kepala. Dia juga mulai bergerak mundur, seolah ingin membuat jalan keluar untuk, Laras.

"Lupakan, sekarang keluarlah. Meraka sudah menunggu kita." Guntur semakin membuka lebar pintu mobil bagian penumpangnya.

Laras yang mendengar itu, kemabli dibuat kepikiran. Sungguh, saat ini dia masih belum bisa mendapatkan titik terang dari semua ini.

"Tunggu sebentar. Aku masih bingung, Tuan Guntur ini enggak sedang bercanda kan? Atau mungkin, Tuan ini lagi ngeprank aku yah?" Laras menerka dengan sedikit tertawa kikuk.

Guntur yang mendengar itu tersenyum semakin lebar, "Apa wajahku kelihatan sedang bercanda, Laras Ayudia?"

Laras diam dan memperhatikan wajah, Guntur. Tiba-tiba saja wanita itu bergerak memalingkan wajah lantaran merasa pipinya memanas. Niat hati mau mencari kebenaran, dia malah terpesona dengan paras laki-laki itu.

"Enggak sih, ta-"

"Kalau begitu, cepatlah. Apa perlu aku membantumu keluar?" Guntur mulai jengah dan sorot matanya pun sudah berubah menjadi orang yang berisap-siap melakukan suatu hal.

Laras yang mendengar kata-kata itu, tentu saja langsung menggelengkan kepala, "Iya, aku akan turun sendiri." jawabnya dengan tersenyum kikuk.

***

"Jalanannya pelan saja dan jangan lepas tanganku." Saat ini dua orang yang berbeda jenis kelamin itu, tengah mencoba menaiki anak tangga yang ada di pelataran rumah besar keluarga Prasetyo.

"I ... iya, Tuan. Tapi, sweater-"

"Enggak perlu. Ini juga dilepas aja." Guntur tiba-tiba menarik topi hitam, Laras, membuat wanita itu kaget dan secara spontan hendak menghentikan aksi dari laki-laki itu.

Akan tetapi, ternyata gerakan tangannya itu kalah cepat dengan milik Guntur. Alhasil, topi yang sedari tadi membuat rambutnya tersimpan rapi di sisi kiri dan kanan terlepas, membuat helaian itu berterbangan hingga luka bakar yang selalu dia sembunyikan itu sekarang terekspos jelas.

Laras sontak menundukkan kepala. dia bahkan juga langsung menarik tangannya yang berada di dalam genggaman jemari besar, Guntur.

"Maaf," ujar Laras dengan nada bicara yang berubah panik.

Guntur yang melihat gelagat itu, langsung menaikkan satu alis matanya, "Minta maaf untuk apa? Emang kamu ada salah? Enggak, 'kan? Terus kenapa minta maaf?"

"Memang tidak ada, tapi aku mau pulang saja. Aku juga bingung mau ngapain di si-"

"Sudah aku katakan kita ke sini akan membahas tentang pernikahan-"

"Hentikan! Berhenti mempermalukanku. Aku tidak tahu alasan Tuan apa, tapi yang jelas jangan begini. Aku tahu aku jelek. Jadi berhenti merendahkanku!" Laras tiba-tiba memotong dan dia mulai mengeluarkan kata-kata yang menjelekkan dirinya.

"Aku tidak sedang bermain-main. Lihat sini, apakah wajahku kelihatan seperti orang yang sedang bercanda?"

Laras diam. Dia tidak bergerak mendongak, untuk melihat wajah Guntur yang saat ini benar-benar menampilkan keseriusan.

Guntur yang mendapati hal ini hanya bisa mengeluarkan tawa sumbang, "Lihat, kamu saja enggan menatap wajahku."

"Lihat wajahku. Puas? Tuan, puas melihat betapa jeleknya aku? Kita ini enggak saling kenal. Kita enggak pernah ketemu, tapi bisa-bisanya Tuan bilang ingin membahas pernikahan?"

"Dari mana kamu bisa menyimpulkan kalau kita tidak saling kenal? Aku mengenalmu. Bisa dikatakan, aku itu lebih mengenalmu dari pada kamu sendiri. Kamu Laras Ayudia, wanita yang selalu menjelekkan diri sediri, penyendiri, tidak percaya diri, suka memakai sweater, dan lebih suka nongkrong di McD simpang Dago. Setiap malam Minggu, kamu akan memilih tempat itu, lalu duduk di pojok tepat di samping jendela."

Guntur menjeda ucapannya hanya untuk melihat raut wajah kaget, Laras. Laki-laki itu tersenyum, "Flamboyan adalah bunga kesukaanmu. Kamu juga suka bulan Desember. Terus, apa lagi yang harus aku buktikan? Makanan kesukaanmu? wangi-wangian yang kamu sukai? Atau-"

"Kenapa kau bisa tahu itu? Sebenarnya siapa kamu?"

"Aku bukan siapa-siapa. Aku hanya seorang pria yang kamu buat jatuh cinta dari hanya segelas latte yang selalu kau suguhkan setiap kali aku mampir ke cafe tempat kau bekerja."

***

Kembali ke dua tahun setelahnya...

Laras menyeka air matanya saat ingatan-ingatan tentang bagaimana dia bisa menjadi istri seorang Satria Guntur Prasetyo. Sungguh, entah kenapa setiap kali dia mengingat itu, Laras selalu dibuat menangis.

Entah karena terharu atau rasa takut, wanita itu tidak tahu. Siang ini, Laras tengah berada di balkon bekas kamar suaminya. Setiap dia menginap di sini, Laras memang selalu tidur di ruangan itu.

"Seharusnya aku memang tidak percaya kepadamu, Mas. Kenapa mencintaimu itu sesakit ini sih? Seharusnya waktu itu, aku benar-benar pergi. Seharusnya waktu itu aku sadar diri. Seharusnya-"

Perkataan Laras terhenti saat nada dering yang keluar dari dalam ponselnya. Laras bergerak menyeka air matanya, lalu meraih benda pipih yang ada di pangkuannya itu dengan sedikit ogah-ogahan.

Laras sudah tidak peduli dengan siapa yang menelepon. Hal itu terbukti dari dia yang langsung mengangkat, tanpa membaca nama si penelepon lebih dulu.

"Halo, apa lagi? kamu mau mengatakan hal buruk apa lagi tentang suamiku? Tolong jangan meneleponku lagi, aku mohon."

"Sayang? Kamu kenapa?"

Laras membulatkan mata terkejut saat gendang telinganya, menangkap suara khas milik dari suaminya. Sontak, wanita itu menjauhkan ponselnya dari depan telinga, "Mas Guntur?"

Laras kembali menempelkan benda pipih itu ke telinganya. Dia senang karena yang menelepon suaminya, tapi dia juga merasakan sebuah rasa aneh.

"Tadi kau mengatakan apa? Apa ada-"

"Katakan! Sekarang Mas ada di mana?" Laras memotong perkataan suaminya dengan nada menuntut.

"Aku, sekarang aku sedang-"

"Kau sudah mau pergi sekarang, Hon-"

Laras menjatuhkan ponselnya, "Itu bohong, 'kan? Mas Guntur pasti saat ini sudah ada di puncak, 'kan?"

Laras menggelengkan kepalanya dan tanpa di duga, air mata wanita itu tetiba meluruh. Laras menangis dalam diam dan dia mulai tidak peduli dengan sekelilingnya. Bahkan suara suaminya yang keluar dari dalam telepon pun, tidak dia dengar.

#Bersambung

Terpopuler

Comments

Mak Aul

Mak Aul

aku sampe lupa ngetik komen saking seriusnya. paksuku pulang aja tak ku tengok

2022-09-02

3

Rahma Wati

Rahma Wati

laras nya di makeover dong thor
kasihan terlalu insecure dia

2022-08-04

4

Isnia Tun

Isnia Tun

Kalau sampai Guntur selingkuh sungguh tega nya😢

2022-08-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!