NIF 02

..."Dosakah aku karena tidak sempurna?"...

...****************...

..."Laras Ayudia"...

"Laras? Kapan tibanya, nak?" Oma Hani berseru dari ruang keluarga yang memang berada tak jauh dari pintu masuk.

Oma Hani, wanita tertua yang ada di keluarga besar Prasetyo. Dia adalah nenek kesayangan semua cucu-cucunya, termasuk Guntur. Laki-laki itu sangat sayang kepada Omanya.

Oma Hani pun begitu. Dari ketiga cucunya, hanya Guntur yang diberikan cap spesial. Dia begitu bukan berarti tidak sayang dua cucunya yah, tapi hanya saja kadar kesayangannya tidak lebih dari Guntur.

Saking sayangnya Oma Hani ke Guntur. Dia bahkan dulu langsung menerima sosok Laras, tanpa embel-embel lihat kekurangan wanita itu. Bagi Oma Hani, mendapati Guntur tak lajang lagi sudah jauh lebih cukup.

Masalahnya, dulu sebelum Guntur menikah dengan Laras. Oma Heni sudah mewanti-wanti tuh pemuda jika tidak mengenalkan seorang wanita, dia akan dijodohkan sama anak pemerintah.

Guntur yang mendengar itu tentu saja kaget. Namun, tanpa diduga, seminggu setelah ancaman itu, Guntur datang bersama dengan sosok Laras.

"Assalamualaikum, Oma." Laras meraih tangan keriput, Oma Hani, lalu menyalaminya. Tidak lupa, Laras juga tadi menciumi punggung tangan orang tertua di keluarga Prasetyo itu.

"Waalaikumsalam, Nak. Kamu sendiri? Guntur mana? Apa masih parkir mobil?" Oma Hani memiringkan kepalanya untuk melihat pintu masuk, tapi dua obsidiannya tidak mendapati sosok dari cucu kesayangannya.

"Anu, Oma." Laras menunduk, membuat rambut hitamnya yang ada di kiri dan kanan, terjatuh menutupi sisi wajahnya.

Oma Hani yang melihat menantunya itu ragu-ragu, menaikkan kedua alisnya. Dia saat ini sedang menelisik dan mencari tahu tentang apa yang menggangu menantunya ini.

"Jangan bilang dia meninggalkanmu lagi?" tebak Oma Heni dengan kedua mata memicing dan jari telunjuk yang mengacung, menunjuk ke arah Laras.

Laras menegakkan kepalanya dan wanita itu langsung menggeleng, membuat surai-surai hitamnya berayun, "Enggak, Oma. Sebenarnya aku yang minta tinggal di si-"

"Enggak-enggak, kamu enggak boleh bela-bela dia lagi. Pokoknya hari ini, Oma harus kasih tahu tuh anak." Oma Heni bergerak memutar tubuhnya untuk mencari, di mana kiranya tadi dia melepas ponsel, "enak saja dia pergi liburan, tapi enggak ajak istri. Pokoknya hari ini, Oma harus kasih tuh anak perhitungan," imbuhnya, sembari bergerak meraih ponsel yang ternyata dia letakkan di meja, yang ada di tengah-tengah sofa. Maklum udah tua, jadi Oma Heni itu sering lupa.

"Oma, sebenarnya tadi Mas Guntur ngajakin."

Baru saja Oma Heni mau menekan icon telepon, wanita tua itu langsung menghentikan gerakan tangannya di udara. mataya yang tadi menyipit ke layar, langsung mendongak melihat menantunya yang masih berdiri.

"Maksudnya?" tanya Oma Heni dengan terus mendongak melihat wajah menantunya yang di mana, di sisi ekor mata kiri wanita itu terdapat luka. Bahkan ada beberapa bekas jerawat juga di pipi kiri dan kanan wanita itu. Maklum tidak pernah perawatan. Jadi, gitulah.

Laras dari sebelum dia menikah dengan Guntur, sudah punya cap sebagai wanita yang tidak pernah menyentuh skincare. Jangankan itu, bedak saja dia belum pernah pakai kecuali saat menikah dulu.

Bisa dibilang, Laras itu tidak bisa merawat diri. Sebenarnya, wanita itu dulu ingin sekali melakukan perawatan. Akan tetapi, dia tidak bisa memulainya karena orang-orang jauh lebih dulu mengolok-olok perempuan itu.

"Orang buruk rupa seperti lu itu, percuma banget pakai skincare. Abis-abisin duit doang."

Itu adalah satu gunjingan yang selalu Laras dengar saat ada beberapa wanita, memergoki dirinya membawa beberapa prodak skincare. Gunjingan seperti itu kalau tidak salah ingat terjadi dan sering di dengar oleh Laras, saat dia masih kuliah.

"Nah kok kamu bisa enggak mau?" Oma Heni bertanya dengan sedikit terkejut.

Laras yang mendengar itu menyengir kikuk, kemudian bergerak untuk duduk di sebelah, Oma Heni, "Malu, Oma. Di sana pasti aku bakalan buat Mas Guntur enggak nyaman. Apa lagi, pernikahan kami berdua kan ada sedikit orang yang tahu."

"Loh, kamu malu kenapa? Cucu Oma kan ganteng, tinggi, keker. Dia emang sering bertingkah konyol, tapi Guntur tahu situasi kok. Tuh anak tahu kapan gilanya." Bukan Guntur yang dapat omelan, tapi malah Laras yang disembur oleh kata-kata nenek.

Padahal ini masih pagi banget, tapi rumah keluarga Prasetyo malah dipenuhi kebisingan dan itu semua karena, Oma Heni.

"Bukan itu, Oma. Tapi, sebaliknya." Laras berucap dengan nada kikuk, tapi kedua tangannya saat ini sudah berhasil memeluk, Oma Hani.

"Hah, maksudnya?" tanya Oma Hani yang sepertinya belum paham.

Laras kembali tersenyum kikuk. Wanita itu bergerak menidurkan sisi kanan kepalanya di lengan otot, Oma Heni, "Aku takut di sana, Mas Guntur malu karena ngajakin orang jelek in-"

"Mulutmu!" Oma Hani menepuk pelan pipi kiri Laras, membuat menantunya itu mengeluarkan cengiran.

"Emang bener kan aku itu selalu malu-maluin, Oma. Lihat, apa yang bisa Mas Guntur banggain dari aku? Enggak ada. Makanya, aku lebih baik diam di rumah aja, jaga image suami itu juga harus dilakukan istri." Lagi-lagi Laras mulai meresahkan diri.

Dia memang seperti itu. Dari dulu, sebelum menikah dengan Guntur. Laras pun sering merendahkan diri sendiri. Dia bilang dirinya ginilah, gitulah, intinya hal-hal yang jelek, selalu saja dia sisipkan di dirinya.

Terlepas dari itu semua, Laras pun sering insecure jika melihat orang lain yang dalam tanda petik "Lebih wah dari dirinya".

"Laras, dengerin Oma. Bukankah Oma udah sering bilang ke kamu untuk jangan pernah berpikir begitu? Emang kita itu harus cantik biar bisa dibanggain sama suami?"

Laras diam, tapi saat ini posisinya masih tidak berubah. Dia masih memeluk Oma Hani dan menidurkan sisi kepalanya di lengan otot wanita tua itu, "Tidak semua wanita itu dilihat dari parasnya, Sayang."

"Tapi tetap aja orang-orang pasti bakalan liat itu, Oma. Tidak semua orang di dunia ini itu sama kayak Mas Guntur, Oma. Bayangkan, dari berjuta-juta penduduk Indonesia, hanya dia yang bilang aku si buruk rupa ini Cantik. Apa dia enggak sakit ma-"

"Kak, stop!" Seorang wanita muda tiba-tiba menyela, membuat Laras dan Oma menoleh ke arah kanan.

"Gini, aku tanya. Emang salah yah jika Bang Guntur itu bilang kalau, Kak Laras cantik?" tanya dia, Lidia Natalia, anak bontot di keluarga Prasetyo.

Setelah menanyakan itu, Lidia mengayunkan langkah mendekati sofa, dengan tangan yang tidak berhenti menyendok sereal, lalu memasukkannya ke dalam mulut.

Laras yang mendengar pertanyaan dari adik iparnya itu, langsung dibuat tertegun, "Sebenarnya enggak salah sih, Dek. Tapi, entah kenapa saat Abangmu itu bilang gitu. Kakak merasa kalau dia sedang melakukan pembohongan publik."

Lidia membulatkan mata dengan mulut yang masih mengunyah sereal, "Pembohongan publik di mananya? Gini yah, Kak Laras-ku. Menurut Kakak wanita cantik itu kayak gimana sih?"

"Yang good looking lah. Wajahnya putih, tinggi, dan enggak ada bekas luka atau pun jerawat kayak aku gini." Jawab Laras dengan santainya.

Oma Hani dan Lidia langsung menghela napas, membuat Laras menoleh ke kanan dan kiri untuk melihat wajah dua orang itu.

"Aku beritahu. Sebenarnya ini aku denger dari Bang Guntur dulu sih. Kak Ras, perihal kecantikan itu bukan cuma modal wajah yang good looking doang. Tapi, hati juga. Percuma cantik kalau kelakuannya buruk." Lidia berhasil membungkam mulut kakak iparnya.

"Dan satu lagi. Kamu jangan berharap bisa cantik atau glow up deh, kalau masih jelekin diri sendiri." Laras kembali diam. Selalu begini. Jika sudah berhadapan dengan dua wanita ini, Laras akan selalu dibuat tidak bisa bicara. Apa lagi saat dia sudah mendengar kata-kata mutiara dari Oma yang nusuk banget.

"Aku izin ke kamar, Mamah yah." Laras bangkit dari duduknya dan dia langsung beranjak pergi

"Nak, tunggu!" Baru saja Laras akan masuk, langkahnya terhenti saat Oma Hani menginterupsi dirinya.

"Apa Oma mau sesuatu?" tanya Laras dan itu ternyata bersamaan dengan bunyi nada pesan masuk yang mengalun dari ponselnya.

"Kamu di sini berapa hari?" tanya Oma Hani.

"Tiga hari, Oma." Laras menjawab setelah dia berhasil mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana jeans wanita, yang pagi ini dia kenakan.

Laras membuka lock screen ponselnya, kemudian diam masuk ke aplikasi chat, "nomer asing?" gumam Laras dalam hat dan tanpa menunggu lagi, dia langsung masuk ke room chat tersebut dan matanya membulat terkejut saat mendapati beberapa foto seorang laki-laki yang tengah berpelukan.

"Kak Laras!" Laras tersentak kaget dan dengan wajah yang bingung, dia melihat ke arah Oma Hani dan Lidia.

"I ... iya?"

"Kak Laras kenapa? Oma nanyain, Abang Guntur sekarang syuting di mana?" tanya Lidia yang masih sjaa memakan serealnya.

Laras bingung ingin menjawab apa. Padahal itu pertanyaan yang mudah. Dia tinggal bilang pergi ke Puncak, tapi anehnya, dia justru ragu untuk menjawab seperti itu karena setelah dia menelisik foto dua orang yang berpelukan ini. Laras mendapati kebenaran, kalau laki-laki yang ada di foto itu adalah suaminya.

#Bersambung

...Jangan lupa kasih like, masukin rak, dan gift hadiah jika berkenan....

Terpopuler

Comments

Yati Raisa

Yati Raisa

masih nebak" thoor...... tapi udah ada klu yg mengarah ke sama semoga yg di beri kejutan di beri kekuata

2022-08-02

3

alvalest

alvalest

biasa nebak nebak thor...wkwkw

2022-08-02

2

Call Me A

Call Me A

Terima kasih untuk yang sudah mampir. Sekali lagi aku ingatkan. Di cerita ini, tidak ada yang perlu kalian curigai.

2022-08-02

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!