dreeeeeetttt
Aku lihat ada pesan masuk di ponselku. Aku membuka dan membaca " Kenapa kamu lari tadi?" pesan dari Mas Ali ternyata.
"Maaf, tadi ada Abah Kiai, aku malu kalau beliau melihat pertemuan kita " jawabku singkat.
" Ya sudah, aku tadi cuma mau bilang, jangan lupa nanti pakai jaketnya, soalnya kalau malam pasti dingin" Aku menutup ponselku dan melihat ke luar, berkeliling, melihat sekitar kamarku. Sepi.
Tampaknya yang lain sudah pada berangkat ke masjid untuk sholat Maghrib. Aku bergegas untuk ke kamar mandi dan wudhu sekaligus.
Setelah aku mandi, saat akan mengambil air wudhu aku merasakan kalau ada seseorang yang sedang mengawasiku dari kejauhan, aku menoleh, dan aku terkejut ternyata Mas Ali sedang menatapku dengan tajam di ujung sana. Di dapan kamarnya. Aku segera menyelesaikan wudhu dan langsung pergi ke kamarku, aku kwatir kalau dia nekat mendekatiku seperti tadi.
Tapi kecepatanku masih kalah ternyata, karena sekarang dia sudah di hadapanku. Menatapku dengan sorot matanya yang tajam.
" Ada apa? kenapa menatapku seperti itu?" Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling, kwatir ada yang lihat.
" Aku cuma mau ketemu kamu" jawabnya santai.
" Ya udah, sholat sana, nanti kehabisan waktu" dia langsung pergi dari hadapanku. 'dasar aneh' bathinku kesal.
" Lihat motormu" ucapnya sebelum menjauh dariku. Aku mendekati motorku, aku lihat ada bungkusan di sana. Aku terheran, kenapa dia selalu punya sejuta cara untuk membuatku sport jantung.
Aku masuk ke kamarku dan membawa bungkusan itu yang tidak tahu apa isinya. Aini yang melihat langsung bertanya.
" Apaan itu Mba?" dia nampak penasaran.
" Gak tahu, aku sholat dulu yah" aku langsung mengambil mukenaku dan pergi ke depan, sholat dan mengaji sebentar.
" Kita berangkat jam berapa ke pondok sebelah? " tanyaku saat Aini mendekatiku.
" Habis isya mba" Aini membaca kitabnya dan menghafalkan. Aku gak bisa baca kitab gundul, jadi hanya membaca Al-Quran saja. Biasanya Bu Nyai datang untuk mengajar mengaji. Tidak tahu kenapa Hari ini beliau tidak datang.
Kami pergi ke masjid saat mendengar suara adzan isya. Aku melihat Mas Ali yang sedang berbincang dengan kang Sholeh dan beberapa santri putra lainnya. Melihatku dan Aini mereka diam sesaat. Aku menarik Aini agar cepat masuk ke dalam, gak enak banget rasanya dilihatin orang terus.
Setelah sholat aku langsung ke kamarku, aku lihat Mas Ali masih sibuk dzikir di barisan paling depan " Aman" ucapku sambil mengelus dadaku dan masuk ke kamar dengan tenang. Saat masuk ke kamar, mataku tertuju pada bungkusan yang tadi diberikan calon suamiku.
Aku membukanya perlahan. Hanger, dan beberapa peralatan mandi, ada catatan juga di sana " Ini hadiah perlombaan tadi siang" ahhhhhh aku menghela napas dengan berat.
Sampai kapan begini? aku sungguh gak enak sekali dengan pak Kiai dan teman-teman, dia terus saja memborbardir diriku dengan berbagai hal.
kring kring kring
Ponselku berbunyi aku mengangkatnya ternyata mamahku yang menelpon.
" Assalamualaikum, iya mah.."
,........
" Aku gak tahu mah, iya, nanti aku tanyakan sama Mas Ali" aku menutup telpon setelah mengucap salam perpisahan.
Tadi mamah bertanya kapan pihak keluarga Mas Ali akan datang melamar secara resmi. Aku bingung harus bagaimana menyikapi semua ini. Ada kebimbangan yang mengusik hatiku. Ah.. mungkin ini godaan setan, yang selalu menggoda Umat Nya, apabila menjelang pernikahan, di buat ragu dan takut.
Pernikahan adalah ibadah, penyempurnaan ibadah. Oleh karena itu wajar kalau setan akan berjuang untuk menghembuskan keraguan dan ketakutan kepada kita, agar membatalkan pernikahan.
Aini masuk dan tersenyum padaku " Kenapa melamun Mba?" tanyanya agak heran karena aku gak menjawab salamnya tadi.
" Gak papa, mau berangkat ke pondok sebelah sekarang kah?" tanyaku, saat melihat Aini tampak bersiap dan rapih dengan dandanan naturalnya.
" Iya, itu santri putra sudah pada jalan kaki" tunjuk nya ke arah luar. Aku melihat ke jendela sejenak, benar saja, banyak dari mereka yang memilih jalan kaki dari pada naik motor.
" Apa kita juga jalan kaki saja?" tawarku pada Aini.
" Kayanya seru tuh Mba" Aini sangat antusias dengan ideku itu.
" Tapi Mba,pulang nya larut malam loh, mba gak masalah kalau nanti kita jalan kaki pulangnya?" tanya Aini agak ragu.
" Kita naik motor saja ?" aku masih bertanya.
" Terserah Mba aja sih. Aku sih ngikut aja"
" Ya udah,kita jalan kaki saja. seru juga kayaknya"
aku bersiap-siap dan menggunakan jilbab instan ku yang gak ribet.
Kami berjalan kaki agak jauh dari santri putra yang sudah dari tadi berangkat. " Semoga aku gak ketemu dia di sana, Amien" doaku dalam hati.
" Ngapain Mba?" Aini penasaran dengan apa yang aku lakukan.
" Gak apa-apa, ayo. Nanti kita ketinggalan jauh loh" benar saja, santri putra sudah tidak kelihatan lagi. Kami tertinggal jauh.
Setelah berjalan kurang lebih 20 menit, kami tiba di tempat acara, suasana di sana sangat ramai dan meriah. Acara sudah di mulai rupanya sejak Maghrib tadi. Kami ketinggalan jauh sekali.
" Tampaknya pondok kita bentar lagi naik panggung Mba" bisik Aini padaku. Aku mengedarkan pandanganku, mencari keberadaan calon suamiku yang tercinta.
Dari kejauhan aku melihat Endah, teman satu desaku. Dia sangat cantik sekali. Dia bersiap naik panggung kayanya. Endah memang mempunyai suara yang merdu, dahulu saat dia masih TPQ dia selalu menjadi vocalis Group kosidah di tempat nya mengaji dan sering mendapatkan juara.
Suaranya sangat merdu, semua mata tertuju ke panggung. Saat Mereke selesai, suasana menjadi riuh rendah oleh tepuk tangan. Berikutnya giliran pondokku yang tampil. Aku lihat Pak Lurahku tidak naik ke atas panggung, dia hanya mengarahkan santri-santri yang akan tampil hari ini.
Suasana sangat meriah dan tanpa terasa malam semakin larut, aku sudah menguap berkali-kali, karena mengantuk sekali rasanya.
Saat Aini ijin ke toilet, Mas Ali mendekatiku dan bicara berbisik di telingaku.
" Kenapa jilbabnya tidak di pakai?" tanyanya. Aku saat itu bingung, belum ngeh apa maksudnya.
" Kamu gak suka jilbab yang aku kasih kemarin? " ohhhhh... iya aku baru ingat. Aku akhirnya tersenyum ke arahnya.
" Ah... Jilbab.. iya, aku lupa. Maaf ya Mas, tadi tuh buru-buru, jadi aku lupa, maaf yah" aku memasang wajah memelas padanya, aku lihat dia hendak marah, tapi tidak jadi, karena melihat Endah yang berjalan ke arah kami. Aini juga tengah mendekat ke sini.
" Alhamdulillah " ucapku. Baru kali ini aku rasanya sangat bahagia dengan kehadiran Aini. Biasanya Aku agak jengkel sama dia, karena selalu menggoda diriku yang imut ini, hehehehe.
" Mba, apa kabar?" Endah menyalamiku dan duduk di sampingku.
" Kabar baik, kamu sendiri gimana?" tanyaku senang. Mereka berdua menyelamatkan diriku dari amuk sang Lurah, calon suamiku tercinta.
" Mba Nur katanya senang banget ada apa?" Aini tampak curiga dengan diriku yang tersenyum bodoh dari tadi.
" Gak ada apa-apa kok, biasa aja" aku melihat ke arah Mas Ali yang sudah menjauh dariku. Jantungku rasanya mau copot saja. Lama-lama aku bisa jantungan ini, selalu sport jantung setiap hari . Ya Allah..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 242 Episodes
Comments