Lomba masih berangsung dengan ramainya, aku hanya melihat saja, malas mau ikutan lomba. Aku lihat Mas Ali ikut banyak lomba, dia juga ikut lomba panjat pinang, bersama santri lainnya sebagai satu team.
" Mba, pak jenderal kita memang keren deh, dia menang banyak kategori perlombaan, " Aini sangat antusias melihat keramaian, aku sudah cape sebenarnya, ingin pulang dan tidur. Tapi aku gak tega sama Aini, tampaknya dia masih mau melihat keramaian.
Sambil membunuh rasa bosan, aku akhirnya memilih untuk duduk di warung tenda, yang menjual aneka jajanan ringan. Tanpa aku sengaja. aku bertemu dengan kawanku di koperasi, anak STAIN, dia sedang melihat keramaian juga kelihatannya.
" Kamu disini juga Nur?"tanyanya sambil duduk di sebelahku, Kami terlibat pembicaraan santai mengenai koperasi yang sama-sama kami ikuti. Tanpa aku sadari, Mas Ali sudah berdiri di sampingku dan menarik tanganku untuk menjauh dari sana. Temanku sampai terkejut di buatnya.
" Kamu kenapa?" tanyaku kesal. Gak sopan banget, orang lagi ngobrol malah main tarik-tarik gitu, sebel jadinya sama dia.
" Kenapa bicara berduaan sama dia? siapa dia?" tanyanya ketus sambil menatap tajam ke arahku.
" Aku bosan, jadi tadi iseng-iseng duduk dan beli jajan disana, Eh ternyata ada temanku, aku cuma bicara santai kok sama dia. Kamu kenapa sih? Datang-datang marah-marah gitu. aneh deh" protesku gak suka.
" Aku gak suka, kamu ngobrol sama cowok lain. " sesimple itu.
" Dia temanku mas, masa gak boleh sih?" aku protes lagi. Dia sudah merusak moodnya ku ampe ancur pokoknya, bikin aku malu depan temanku.
" Lagian kenapa sih? cuma ngobrol doang, gak ngapa-ngapain juga" aku masih protes tapi dia gak mau dengerin. Dia langsung minta kunci motorku dan menyuruh aku naik ke motor.
Karena dia maksa, akhirnya aku gak ada pilihan selain nurut sama dia." Kasihan Aini mas,nanti dia jalan kaki loh. jauh ini loh. ke pondok kita" bujukku agar dia membatalkan niatnya membawaku pergi dari sini.
Dia tampak gak peduli dan terus melajukan motor membelah jalanan Purwokerto. Saat ini orang-orang pada sibuk dengan lomba-lomba Agustusan, jadi jalanan lengang dan sepi.
" Mas, kamu mau bawa aku ke mana? ini udah mo waktunya sholat ashar loh" dia masih diam, Karena kesal dia terus saja mengacuhkan diriku. aku cubit saja pinggangnya biar dia tahu rasa.
" Sakit sayang.. jangan coba-coba KDRT yah sama calon suami sendiri " ucapnya sambil mengelus pinggangnya yang tadi aku cubit
" Bodo amat! Antar aku pulang ke pondok saja Mas, aku cape, pengen tidur saja" tapi dia diam lagi tak menanggapi omonganku.
Aku cubit lagi pinggangnya sekarang lebih keras, sangking kesalnya dengan kelakuan dia.
" Sakit banget ini loh sayang.. Kamu tega sekali sama Mas mu" dia menghentikan motor di sebuah warung makan, lalu menggamit lenganku.
Aku mengikuti kemauan dia, agar cepat pulang dan segera tidur, sudah ngantuk sekali rasanya.
" Kamu mau makan apa sayang?" ada kupu-kupu beterbangan saat dia panggil ' sayang' padaku. Aku tersipu malu, sampai gak denger dia ngomong apa.
" Sayang, kamu mo makan apa?" tanyanya lagi.
" Disamain aja Mas, biar kita cepat pulang. aku cape banget mas. Benar-benar deh, gak bohong" aku coba pasang muka memelas, tapi dia malah mengelus pucuk kepalaku dengan penuh kasih sayang. Hatiku seketika meleleh rasanya.
Pak jenderalku yang dulu sangat kaku dan nyaris tanpa senyum setiap harinya,sekarang jadi sangat romantis dan selalu perhatian padaku, sejak dia datang dan menemui papahku waktu itu.
Ada rasa hangat di hatiku, tapi juga rasa takut, bagaimana pun juga dia itu seorang lurah pondok pesantren, apa yang dia lakukan ini salah, aku harus ingetin dia.
" Mas, kita sebaiknya jangan terlalu dekat seperti sekarang, gak baik buat jabatan kamu Mas, aku gak enak sama Pak Kiai sama Bu Nyai. Malu tahu" dia tampak acuh saja dengan ucapanku.
" Mereka itu masih keluarga Mas, Pak Kiai masih termasuk Pak De" aku terkejut, baru tahu fakta ini.
" Tetap saja Mas, aku gak suka kita seperti sekarang, sabarlah mas, kalau pernikahan kita sudah resmi, kamu kaya gini gak masalah " ucapanku terhenti karena melihat dia yang melotot padaku.
" Tenanglah, semua baik-baik saja" ucapnya sambil mengelus kepalaku lagi.
" Kamu cantik loh kalau lagi merajut begini. aku suka" ucapnya sambil tersenyum padaku.
" Ihh Dasar, raja gombal" aku memutar pandangan dan melihat ke arah luar. Setelah pesanan kami datang, kami segera makan tanpa suara. Kami makan dalam diam. Aku ingin segera pulang dan tidur.
Setelah selesai, aku dan dia langsung pulang ke pondok. Dia menaruh motorku dan memberikan kunci motor padaku. Aku lihat dia mau pergi lagi.
" Kamu mau kemana lagi? Sudah waktunya sholat Ashar loh ini" ucapku sambil melihat ke arahnya.
" Aku cuma mo ambil motorku di lapangan " dia pergi jalan kaki ke lapangan. Aku lihat Aini belum pulang, aku menarik napas dalam. Lalu mengambil air wudhu dan sholat ashar. Setalah itu aku tidur karena lelah sekali rasanya.
Saat aku terbangun, aku lihat Aini sedang mebaca Al-Quran dan Sudah wangi, sudah mandi kelihatannya. Aku duduk di sampingnya.
" Maaf yah, tadi ninggalin di lapangan, kamu tadi pulang sama siapa? " tanyaku penasaran dan juga ada rasa bersalah.
" Tadi ketemu teman kursus. jadi di antar dia pulang ke pondok" jawab Aini lalu melanjutkan membaca Alquran. Aku bersiap untuk mandi sore
"Lomba marawis di pondok sebelah, jam berapa mulainya? kita kesana jam berapa?" tanyaku lagi.
" Habis isya, tadi pak lurah kesini kasih infonya. Mba lagi tidur, jadi gak ketemu sama dia" aku lalu segera pergi keluar menuju kamar mandi.
Saat ke kamar mandi. tanpa sengaja berpapasan dengan mas Ali lagi. " Aduh nih orang lama-lama bikin aku jantungan deh. kenapa sih selalu muncul dimana-mana " aku lihat Pak Kiai keluar dari rumah. Aku memilih gak jadi mandi dan segera lari ke kamarku lagi.
Malu sekali kalau ketahuan pak Kiai bertemu dengan Mas Ali. Apalagi dia kalau ketemu gak pakai sensor lagi. Main pegang-pegang tangan aja. Bikin aku deg-degan aja. Kan gak enak sama Pak Kiai. kesannya gak menghargai beliau.
" Loh Mba cepet benar mandinya" tanya Aini heran.
" Gak jadi mandi" jawabku asal.
" Kenapa? ini sudah sore loh. bentar lagi Maghrib " ucap Aini heran.
" Gak apa-apa. Mba mandinya nanti saja kalau mo Maghrib. biar sekalian " jawabku asal.
" Lomba Marawisnya gimana?" tanyaku. Aini cuma menggeleng saja. Aku akhirnya memilih tiduran lagi. Sambil menunggu adzan Maghrib.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 242 Episodes
Comments