Biasanya kalau Agustus tiba akan banyak lomba-lomba dan kegiatan di seluruh Indonesia, begitu pula dengan pondok pesantren kami. Pada malam Agustus kami melakukan konpoy bersama, keliling desa. Aku melihat Mas Ali juga salah satu peserta pengisi kegiatan. Dia membawa obor dan menyemburkan api menggunakan itu, aku sangat takjub dengan keberaniannya. Aini senggol-senggol bahuku sambil menggodaku.
" Pujaan hatinya Mba sudah datang tuh" dia menunjuk pada Mas Ali yang saat ini tengah melakukan pertunjukan dan matanya tertuju padaku. Aku sungguh sangat malu saat itu, mendapatkan godaan Aini, aku hanya tersenyum padanya lalu mengalihkan pandanganku ke arah lain. Tidak enak juga ternyata jadi pusat perhatian.
Hubunganku dengan Lurah pondokku memang sudah bukan rahasia umum lagi. Jadi kami berdua kerap menjadi bahan ejekan atau pun godaan teman-temannya.
" Pinter ya, baru masuk pondok udah langsung ngincer jendral kita aja" pernah juga ada yang berseloroh demikian. Aku sangat malu sebenarnya. Siapa sih yang udah bongkar hubungan kami? Aku jadi kesal karenanya.
Acara malam ini sangat seru, banyak yang menghadiri, baik santri maupun warga sekitar pondok. Sangat ramai dan menyenangkan sekali. Jarang ada keramaian seperti ini. Biasanya kami hanya disibukan dengan ngaji dan tugas kuliah saja. Melihat pertunjukan akrobat sungguh sangat menyenangkan bagiku.
Saat Aini pergi membeli sesuatu, Mas Ali mendatangiku dan berbisik pelan di telingaku.
" Masuk kamar yah, sudah malam, aku gak suka para lelaki itu terus saja menatap ke arahmu. Kamu cuma milikku, jadi cuma aku yang boleh menatap kamu" dia langsung pergi kembali ke rombongan akrobat yang sedang tampil.
Ada desiran aneh dalam hatiku saat mendengar bisikannya tadi. Apa aku mulai jatuh cinta padanya ya? Tapi dia nyebelin deh , masa aku lagi asyik nonton gini malah disuruh masuk kamarku.
Melihat aku masih belum bergeming dari tempat dudukku, aku lihat dia melihat ke arahku dan memberi kode agar aku menuruti perintahnya.
Setelah Aini datang, aku mengajak dia untuk masuk ke kamar kami " Yah, lagi seru Mba" protesnya dengan ajakanku.
" Tuh lihat, lurah kita melotot terus dari tadi. Mau kau nanti kena sidang lagi?" tanyaku agak geram juga. Siapa sih yang gak marah, lagi seru-seruan malah di suruh pulang. Padahal semuanya juga masih pada happy happy.
Aini melihat ke arah yang aku tunjukan, saat dia melihat ke arah Mas Ali, dia langsung bergidik dan segera menyeretku agar segera pergi.
" Ih.. nakutin banget sorot matanya. Mba kok mau sih Nerima dia jadi calon suami? kalau aku mah ogah tahu Mba. Balok es kaya gitu, apa-apa merintah, bikin kesal tahu Mba" Aini masih ngedumel karena dia juga marah. Lagi asyik lihat keramaian malah disuruh pulang.
" Udah, jangan marah-marah terus, nanti cepat tua loh, ayo tidur saja. Kan besok banyak lomba-lomba " aku siap-siap tidur dan berharap besok dia gak marah lagi.
Bukan cuma Aini yang protes aku mau menerima dia sebagai calon suamiku, bahkan kemarin ada anak TPQ yang protes juga.
Waktu itu aku mendampingi mereka saat ada lomba mewarnai di STAIN yang lokasinya dekat pondok pesantrenku.
" Mba Nur, ko mau sih Nerima Pak Ali, dia kan galak kaya monster. Kemarin temanku dia hukum, di pukul tangannya pakai penggaris " aku melirik ke arah Mas Ali yang kebetulan ada di sampingku, wajahnya masam mendengarkan anak itu mengatakan hal itu.
Saat dia akan mendekati anak itu yang aku lihat sudah ketakutan, aku cengkraman tangannya dan menggeleng. " Biar aku yang atasi" ucapku lalu mendekati anak itu.
" Pandu sayang, gak boleh bilang seperti itu yah, gak sopan namanya sayang. Pak Ali berbuat seperti itu karena teman Pandu nakal dan membuat keonaran, mukul nya juga kan gak keras, hanya memberikan sedikit peringatan agar kelak jangan nakal lagi" aku mencoba memberikan pengertian kepada Pandu. Anak itu mengangguk lalu pergi dan bergabung bersama teman-temannya.
" Jangan suka main tangan sama anak kecil. Selama masih bisa dinasehati, anak kecil itu punya memory yang sangat bagus. Mereka akan selalu mengingat kejadian buruk yang menimpa mereka" ucapku sambil melihat calon suamiku.
" Iya, lain kali aku gak lakukan lagi" dia tersenyum dan menggenggam tanganku. Aku melihat banyak cinta untukku di sana. Aku tersipu dilihatin terus, aku pergi dan melepaskan tangannya. Aku lihat dia protes dan gak mau melepaskan genggaman tangannya.
" Aku mau lihat anak-anak dulu, sebentar lagi lombanya di mulai" baru dia mau melepaskan tangannya.
" Jangan lama-lama yah, nanti aku kangen loh sama kamu" aku tersenyum mendengar gombalan itu, " Ya ampun, belajar dari mana pak jendela ku yang biasanya kaku dan dingin itu menggombal?" ucapku sambil tersenyum ke arahnya dan berlalu ke arah anak-anak yang tengah bersiap untuk lomba.
" Kamu yang udah mengubahku jadi raja gombal" ucapnya sambil tersenyum. Ya ampun, senyumannya sangat membuat hatiku jadi berbunga. Dia sangat tampan kalau tersenyum. Apalagi senyum itu hanya untukku. Dia itu kalau sama orang lain selalu cemberut dan galaknya minta ampun.
Aku tertidur lelap, karena memang sudah lelah sekali. Waktu juga sudah sangat malam. Aku dengar suasana di luar masih ramai, berarti acara masih belum usai. Tak kuhiraukan lagi. Aku menarik selimut ku dan segera tidur.
Keesokan harinya, kami terbangun saat adzan shubuh. Setelah melakukan kewajiban kami, aku dan Aini memutuskan untuk mencuci baju dulu. sebelum pergi ke lapangan desa untuk melihat lomba-lomba Agustusan.
Setelah selesai kami ke depan, membeli bubur ayam untuk sarapan. Bu Nyai biasanya kalau pagi jualan bubur ayam untuk sarapan, dan kalau sore jualan gorengan seperti somai dan juga batagor untuk jajan anak-anak yang mengaji TPA di pondokku.
Saat aku mau membayar, tiba-tiba Mas Ali sudah berdiri di sampingku dan mengambil uang yang aku serahkan ke Bu Nyai. " Biar mas aja yang bayar" Bu Nyai tersenyum padaku melihat kelakuan calon suamiku itu.
" Udah Mba, terima aja. " bujuk By Nyai yang melihat gelagat aku mau menolak.
" Ya udah deh, terima kasih ya" aku langsung masuk ke kamarku bersama Aini.
" Cie Cie Cie.. lurah kita udah bucin tingkat akut nih kayanya.. dimana-mana ada dia" Aini tertawa terbahak-bahak dan terus saja menggodaku.
" Terima kasih traktiran nya ya Bu Jendral " ucapnya lagi.
" Udah deh.. stop godain Mulu. Aku malu tahu sama Bu Nyai. Apaan sih , masa dia gak jaga image dia banget di depan Bu Nyai, dasar" aku masih kesal dengan kelakuan dia yang seenak jidatnya.
" Udah dong Mba.. di traktir calon suami kok malah marah sih? kasihan loh jenderal kita, nanti hatinya sedih" goda Aini lagi, yang malah membuat hatiku tambah kesal saja.
" Udah ah, aku mo kerjain tugas saja" putusku kemudian, lalu meninggalkan Aini dalam bengong
" Loh Mba.. ini bubur cintanya gak di makan? sayang loh Mba" ucap Aini masih dengan nada menggodaku.
" Buat kamu aja, udah gak lapar" sungutku, padahal pura-pura marah, cuma mo ngerjain dia aja.
"Biarin ku kerjain dia, siapa suruh godain terus kerjanya" aku lalu menghidupkan komputer dan siap mengerjakan tugasku. Saat konsentrasi aku dengar ada yang mengucap salam di depan. Aku gak perduli, biar Aini saja yang urus itu.
" Mba, ini pak jendral kita yang tercinta titip ini buat Mba" Aini menyerahkan bungkusan padaku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 242 Episodes
Comments