Namaku Alimudin, aku adalah anak perantauan, kedua orang tuaku transmigrasi ke Sulawesi, aku di Purwokerto ini adalah untuk mondok dan mencari ilmu agama. Banyak pengalaman yang sudah aku dapatkan saat jauh dari orang tuaku.
Aku sudah bertahun-tahun tinggal di pondok ini, suatu hari, temanku, yang merupakan wakilku, datang dari kampung bersama temannya yang satu desa. Aku kaget waktu itu dan merasa agak canggung. Pondok kami yang selama berdiri atau lebih tepatnya lama sekali hanya beranggotakan para lelaki, hari ini dapat kunjungan seorang perempuan.
Rasanya seperti dapat kunjungan presiden saja, semua teman heboh saat itu. Aku melirik sekilas, saat Surya mengenalkannya padaku, ada rasa senang, dia wanita yang sederhana, walaupun anak kuliahan, tapi penampilan dia tidak glamor ataupun berpakaian kurang bahan. Tidak. Dia sangat sederhana, tanpa make up, tanpa kemewahan, sangat sederhana pokoknya.
seminggu setelah kedatangan dia bersama Surya, akhirnya dia pindah juga, aku selalu mencuri pandangan apabila berpapasan dengan dia. Namanya Nur Aulia, namanya yang cantik, secantik yang punya nama.
Walaupun aku terbilang ganteng diantara teman-teman, tapi seumur hidupku memang tidak ada pengalaman bergaul dengan perempuan, Karena selama ini memang fokus hidup ku adalah untuk mencari ilmu agama di pondok pesantren.
Aku tidak mau mengecewakan orang tuaku yang sudah bekerja keras untuk bisa mengirimkan ku ke sebrang pulau Jawa. Aku tahu perjuangan mereka tidaklah ringan. jadi aku berusaha untuk tidak berdekatan dengan wanita. Itulah yang menjadi sebab selama usiaku ini aku menjadi jomblo abadi.
Pernah ada satu wanita yang menjadi incaran ku, namanya feri, dia teman satu kelas di tempat kursus ku. Selama dua tahun aku berusaha untuk menarik perhatiannya, tapi dia seakan menjadi dariku. Pernah aku mendengar dia bicara dengan temannya tentang diriku, dia bilang katanya menunggu aku untuk datang ke rumah orang tuanya. Tapi kenapa dia tidak langsung bicara padaku? malah bicara pada temannya.
Aku memutuskan untuk melupakan perempuan itu, dan mulai fokus kembali dengan tujuan awalku, mondok dan mondok. Aku ingin segera selesai dan berkumpul kembali bersama keluarga ku di Sulawesi.
Selama beberapa hari Nur mondok disini, aku perhatikan bahwa dia hampir setiap waktu selepas kegiatan di kampus, dia selalu di kamarnya, kalau tidak karena urusan mendesak, dia tidak pernah keluar. Aku suka tipe wanita seperti ini, yang tidak suka keluyuran dan menghabiskan waktu untuk yang tidak faedah.
" Mas Ali, nanti tolong di ruangan ini di kasih lampu ya, gelap kalau mo ngaji dan sholat" Aku hanya mengangguk menyanggupi permintaannya
Aku menimbakan air kalau ku lihat dia pergi ke kamar mandi, aku takut dia merasa lelah kalau harus nimba sendiri. Sebenarnya ayahku sudah mengirimkan uang untuk beli Sanyo, tapi aku melarang pak Kiai untuk membeli nya sementara ini, aku ingin melihat bagaimana tanggapan dia dengan semua kesederhanaan pondok kami.
" Kang Ali apa ada perasaan terhadap Mba Nur?" suatu hari Bu Nyai bertanya padaku. Aku saat itu hanya bisa tersipu karena malu, perasaan ini ada yang tahu.
" Sayang yah, Mba Nur katanya sudah punya calon" saat mendengar itu rasanya hatiku seperti tertusuk sembilu. Patah sebelum berkembang, kalah sebelum berperang.
Oleh karena itu, saat dia dan Aini belanja ke warung aku mengatakan " Sayang ya, kita kalah start" saat itu aku berkata sambil bercanda, walau sebenarnya hatiku pilu rasanya. Aku melihat dia seperti tidak paham dengan maksud dari ucapanku.
Saat teman-teman mengeluhkan kebiasaan Aib, yang selalu pulang terlambat dan diantar jemput oleh lelaki , aku memutuskan untuk menegurnya, agar jangan mengulanginya lagi, terjadi perdebatan antara aku dan Nur. Dia merasa tidak setuju dengan apa yang aku sampaikan, bahwa dalam Islam, pacaran itu haram.
Sampai akhirnya aku sangat terkejut, saat dia bilang " Baiklah Ustadz, kalau memang tidak dibolehkan pacaran, saya tunggu lamaran ustadz saja" saat itu aku sangat senang tentu saja.
Tapi dalam hariku ada rasa takut, bahwa dia hanya bercanda saja dan tidak serius dengan ucapannya. Setelah kejadian itu, aku perhatian dia selalu menghindari pertemuan denganku, dia yang biasanya belajar jajan, sekarang tidak pernah lagi, padahal aku selalu gelisah menunggu dia. Tapi dia tak kunjung datang dan menunjukan wajahnya.
Setiap mendapatkan jadwal mengajar di kelas yang ada dia, aku selalu berusaha mencuri pandangan. Tapi dia selalu menunduk, benar-benar membuat frustasi sekali.
Akhirnya, waktu perpulangan santri karena sudah mau masuk lebaran idul Fitri pun datang, aku lihat dia mendatangiku, dia bilang dapat titipan surat dari Aini, aku sangat gugup kala itu, kenapa dia bisa menyerahkan surat dari Aini untukku? kacau sekali.
Seharian aku hanya menimbang apakah akan membuka surat itu atau tidak, sampai akhirnya aku putuskan untuk membukanya. Aku pergi ke belakang agar tidak ada yang melihatku.
Aku sangat terkejut, ternyata selain surat Aini,masih ada surat dari Nur, dia bilang dia serius dengan apa yang dia katakan waktu itu. Aku sangat senang sekali waktu itu. Aku menyimpan suratnya di dompetku, setiap kangen dia, aku membaca kembali surat itu. Sementara surat dari Aini aku buang begitu saja di sana setelah membaca dan merobeknya. Itu hanya surat permohonan maaf saja, tidak istimewa buatku.
Aku bingung harus bicara dengan siapa, gak ada siapapun yang bisa aku ajak diskusi. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk bicara dengan pak Kiai, masalah tantangan itu.
Nur menantang ku untuk melamar dia, dan dia menungguku.
" Istikharah saja kang. Minta di permudah apabila memang kalian berjodoh " pesan Pak Kiai waktu itu.
Akhirnya aku memutuskan akan datang saat malam takbiran, biar berkesan saja rasanya kedatanganku , aku minta alamat dan caranya untuk bisa sampai ke desa Nur pada temanku, Surya . Waktu itu aku bilang ingin main ke rumahnya. aku tidak berani bilang jujur, nah A aku mau melamar Nur, aku takut orang tuanya menolak kedatangan ku, laki-laki gak punya apa-apa, sejujurnya waktu itu aku minder.
Aku dengar dari Surya, bahwa papah Nur itu sangat galak dan disegani di desa, karena merupakan seorang juragan beras dan memiliki banyak tanah. Bisa dikatakan Nur ini orang kaya di kampungnya. Tapi melihat Penampilan Nur yang biasa dan sederhana, aku percaya diri akan diterima. Apalagi dia yang menantang ku.
Prinsip ku, pantang menolak tantangan. Apalagi dari perempuan yang memang sudah aku suka sejak pertama kali dia datang ke pondok ini. Dengan semangat aku minta nomor telpon Nur dan juga alamat dia pada Surya, saat itu aku mengatakan bahwa ada urusan pondok yang butuh diskusi dengan Nur. untung saja Surya percaya dan tidak banyak tanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 242 Episodes
Comments
Nur hapidoh
belum ustad kak masih santri
2022-12-27
0
Nur hapidoh
belum ustad kak masih santri 😂
2022-12-27
0
Puspa Sari
cerita y bagus,tapi ko ustad belai2 sebelum halal🙏
2022-12-27
2