Aku sebenarnya setuju dengan nasehat yang disampaikan oleh pak Lurahku itu. Hanya saja, aku memang kasihan dengan Aini yang sudah mulai berkaca-kaca matanya. Aku mengusap punggungnya untuk memberi sedikit kekuatan.
" Ya sudah Ustadz, kalau memang tidak dibolehkan untuk berpacaran, saya tunggu lamaran ustadz " ucapku polos. Ga ada niat apapun dalam ucapanku itu, hanya iseng saja. Demi menyelamatkan Aini dari sidang ini.
Dia tampak terkejut dengan tantangan dariku
" Apa kau serius? " tanyanya menyelidik sambil menatap mataku.
Aku hanya mengajak Aini untuk masuk ke kamar, tanpa menjawab pertanyaan darinya. Aku lihat dia keluar dari kamar kami. Aini tampak menangis.
" Sudah ya, gak usah dipikirkan. Nanti kamu sakit kalau nangis terus" aku berusaha menghiburnya.
Aku lihat dia menulis surat.
" Menulis surat buat siapa?" tanya ku heran.
" Buat pak lurah, minta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi lagi" ucapnya sambil mengusap air matanya.
" Mba, aku mau pulang besok, nanti tolong titip surat dariku ya, buat pak lurah" aku lihat Aini tampak masih sedih.
" Kamu istirahat saja ya, jangan terlalu dipikirkan. " aku mengambil surat yang dia titipkan padaku.
" Nanti Mba sampaikan sama beliau suratmu, kamu tenang saja " aku menyimpan surat itu dilemariku. Aku lihat Aini mulai tertidur.
Aku mencari kertas dan pulpen. Aku bersiap Menulis surat juga.
Assalamualaikum pak ustadz, saya serius dengan ucapan saya. Saya tunggu lamaran ustadz di rumah saya. Untuk alamat bisa tanyakan Surya, karena dia tetangga saya di kampung" simpel dan jelas . Lalu aku menyatukan suratku dan Aini.
Rencananya akan aku kasih saat perpulangan lebaran nanti, biar nanti gak canggung sama pak Lurahku itu.
sebenarnya aku gak serius dengan ucapan itu, tapi aku harus memberi pelajaran kepada pak Lurahku itu, karena dia sudah membuat Aini menangis semalaman. Dan akhirnya memutuskan untuk segera pulang.
Setelah Aini pulang, aku hanya sendirian di kamar ini. Kesepian rasanya, sudah biasa dengan kehadiran Aini disisiku. Walaupun sebentar mengenal dia, tapi aku rasa dia gadis yang baik dan enak diajak bicara.
Waktu berjalan begitu cepat, gak terasa waktu perpulangan pun tiba. Aku ingat dengan surat Aini. jadi aku segera pergi ke warung, biasanya pak Lurahku itu menjaga warung di sana. aku memperhatikan keadaan sekitar, setelah aku rasa aman, aku memberikan suratku dan surat Aini yang aku satukan dalam satu amplop padanya.
Dia tampak gugup menerima surat dariku. Sejak acara sidang itu, aku merasa gak enak dengannya. Jadi selalu menghindari setiap akan bertemu dengannya. Baik yang disengaja atau tidak di sengaja. Walaupun hanya iseng saja, tetap saja ada rasa malu dan canggung dihatiku setiap bertemu dia.
setelah surat aku berikan, aku bersiap untuk menghadap pak Kiai untuk berpamitan pulang. Aku harus bergegas, atau nanti kemaleman di jalan. Bisa bahaya nanti. Apalagi jalan yang akan aku lalui terbilang sepi dan berbahaya. Jalan larangan yang masih jarang rumah dan jalannya juga aga bergelombang. Aga bahaya sebenarnya, makanya aku harus segera pulang, jangan sampai kemaleman pas sampai dijalankan tersebut.
Tanpa banyak ribet akhirnya aku sudah berada di motorku saat ini. Bersiap untuk pulang. Saat aku mulai menstarter motorku, aku lihat Surya berjalan ke arahku. Dia membawa kitab, sepertinya mo ngaji sama pak Kiai. Aku lihat beberapa senior juga masuk ke aula dan bersiap untuk mengaji.
" Ikut ya, males kalau mo pakai mobil, ribet" saat itu aku tanpa sengaja melihat pak Lurahku dibelakang Surya, dia menggelengkan kepalanya padaku dan menatapku dengan tajam, tampak ada kemarahan dimatanya, melihat aku berbincang dengan Surya. Aku paham maksudnya. Dia melarang aku pulang bersama Surya.
" Maaf ya Sur, aku buru-buru, takut kemaleman. Kan kamu juga belum berkemas. Kamu pulang besok saja, naik bus. Aku duluan ya, assalamualaikum " tanpa menunggu jawaban, aku langsung cabut dan tancap gas.
Aku menyebut, karena mengejar waktu. Aku gak mau kemaleman saat sampai ke daerah larangan, bukan kenapa Nala, tapi aku takut dan ngeri dengan daerah itu. Aku sampai di rumahku jam setengah tujuh malam.
Aku menyalalami papah dan mamahku. Aku lihat adiku juga sudah pulang. Kami buka puasa bersama. Setelah itu aku pergi mandi dan sholat Maghrib. Lalu menuju kamar ku untuk istirahat.
Saat hendak tidur, tiba tiba ponselku berbunyi. Ada panggilan dari nomor baru. Aku angkat karena penasaran.
" Assalamualaikum, siapa ya?" tanya ku heran
" Waalaikum salam, saya Ali. Maaf ganggu waktu istirahat kamu. Udah sampai rumah atau belum? "
Untuk beberapa saat, aku terdiam. Kaget,darimana dia dapat nomor telepon ku?
" Aku minta nomor kamu sama Surya" dia seperti tahu pertanyaan dalam hatiku.
" Alhamdulillah sudah sampai" aku diam lagi.
" Kamu lagi apa?" tanyanya lagi.
" Mo istirahat, kamu sendiri?" tanya ku balik.
" Aku mo siap-siap pergi taraweh" diam lagi..
sunyi beberapa saat lamanya.
" Kamu gak pulang? kan bentar lagi lebaran" tanya ku sekedar basa-basi. Karena ga enak, dari tadi ga ada pembicaraan diantara kami.
" hmmmmm " dia tampak berpikir
aku masih menunggu apa yang akan dia sampaikan.
" Apa kamu serius. Menunggu lamaran saya?" tanyanya gugup.
" Hah? maksudnya? " aku masih belum ngeh. karena aku memang sudah lupa masalah itu.
" Kan kamu waktu itu bilang, menunggu lamaran dariku, itu serius atau bercanda? " tanyanya lagi.
" Emang berani? " tantang ku sambil tersenyum. padahal dia disebrang sana gak tahu aku tersenyum.
" Aku sudah bertanya sama Abah Yai. perihal tantangan kamu, beliau menyuruh saya untuk sholat istikharah " ucapnya hati-hati.
" Lalu, apa hasilnya? " tanya ku gugup juga.
" Malam lebaran besok, tunggu aku ya, aku akan datang menemui orang tuamu"
Aku kaget bukan main mendengar apa yang dia katakan. tanpa terasa ponsel ku jatuh dalam genggaman.
Mamah yang melihat aku hanya melongo saja, masuk ke kamarku dan bertanya.
" Kamu kenapa sayang?" aku menoleh.
" Dia bilang mau datang ke rumah, mo ketemu papah sama mamah " ucapku tanpa sadar.
" Siapa? Aditya?" tanya mamah masih heran.
" Bukan, Lurah di pondokku mah" jawabku mulai tenang dan aku duduk di kasurku.
" Kok bisa? bukannya kamu katanya lagi ada hubungan dengan Aditya ya?" mamah tampak bingung dengan jawabanku tadi.
" Sebenarnya, bagaimana hubungan kamu dengan Aditya? " tanya mamah lagi.
" Kemarin, waktu ada yang meninggal di Buntet. mamah sama papah berkunjung ke sana. tapi mamah lihat Aditya dan keluarga nya biasa saja sama papah dan mamah. Mamah menyapa juga ditanggapi biasa saja." aku kaget mendengar itu.
" Maksudnya? " aku masih belum paham.
" Ya, ga seperti menyambut calon besan atau calon mertua. Sikap mereka biasa saja. seperti gak ada apa-apanya antara kamu dan dia. Makanya mamah malu dan langsung ajak papah pulang" aku terdiam, memikirkan apa yang mamahku sampaikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 242 Episodes
Comments
Defi
Terima aja Ali Nur dari pada Aditya yang ga menghormati orang tuamu
2023-01-21
2