Akhirnya aku memutuskan untuk pindah ke pondok pesantren temanku yang bernama Surya. Aku senang sekali, kamarku berukuran 4x 4 meter, tapi hanya ditempati olehku sendirian. Karena hanya aku santri putri di sana.
Dengan dibantu teman kost dan beberapa teman kampus ku, Aku akhirnya pindah hari ini. Saat Aku masuk ke kamarku, Aku terkejut karena mendapati sosok lain di sana. Ternyata Aku bukan santri putri pertama disini, tapi yang ke dua.
"Mbak, perkenalan namanya Aini. Asal Purbalingga." Bu Nyai memperkenalkan teman satu kamarku itu. Kami bersalaman,'semoga kami bisa akur ya Allah' bathinku.
" Nur, mahasiswa Fapet semester 7," Aku tersenyum sambil menjabat tangan Aini. Dia gadis cantik bertubuh mungil. Sangat pintar dalam membaca kitab gundul, ternyata dia itu pernah menjabat sebagai ibu lurah di pondok pesantren dia sebelumnya di Purbalingga. Dia ikut kursus di Purwokerto, tapi saya tidak terlalu jelas, kursus apa itu.
"Mari saya bantu beberes barang-barang mba," Aini menawarkan bantuan padaku. Teman-teman yang mengantarkanku untuk pindahan sudah pulang semua. Sekarang hanya tersisa Aku dan Aini.
"Terima kasih ya, sudah di bantuin. Oh ya.. kita mo makan apa nih buat makan malam?" tanyaku.
"Kita beli ayam bakar aja ya, kayanya enak deh."
"Oke deh.. kita sholat dulu yuk, biar nanti tenang makannya," Aini hanya mengannguk lalu keluar bersamaku untuk mengambil air wudhu.
Setelah sholat. Aku minta ijin sama Ibu Nyai untuk pergi keluar sebentar, untuk membeli ayam bakar.
"Ya, hati-hati dijalan. Jangan pulang terlalu malam. Kalau bisa, dimakan di pondok saja." Saran Bu Nyai kala itu.
" Njih Bu, matur suwun," Aini yang menjawab.
Dengan menggunakan motorku, akhirnya kami berboncengan mencari tukang ayam bakar di pinggir jalan.
Purwokerto memang terkenal dengan Ayam penyet, tempe penyet, dan juga banyak makanan angkringan di pinggir jalan yang rasanya enak namun harganya terjangkau untuk ukuran kantong mahasiswa perantau sepertiku dan Aini.
"Aini, kamu betah ga tinggal di pondok?" tanyaku sambil kami menunggu pesanan kami siap.
"Ya, Alhamdulillah. Pak Kiai dan Bu Nyai sangat baik. Saya betah disini," ucapnya pelan sambil tersenyum sumringah, terlihat bahwa dia jujur.
"Semoga kita bisa jadi teman sekamar yang baik ya, " ucap Ku sambil melihatnya. Aini ini gadis yang cantik dengan perawakan mungil. Dia gadis yang periang dan juga ramah.
Di pondok ini, Aini menjadi primadona. Banyak santri putra yang tertarik dengannya. Termasuk Surya, teman sekampungku itu. Yang memperkenalkan pondok pesantren ini kepadaku.
"Kita makan di sini aja ya, enak suasana nya," ucapku, Aini hanya mengangguk.
"Tapi kita makannya harus cepat ya. Takut nanti kemalaman pulangnya. Kan tadi kita cuma ijinnya bentar doang," pesanan Kami datang juga akhirnya. Karena lapar, seharian belum makan dan sibuk dengan pindahkan, makanan sederhana ini terasa sangat nikmat bagiku.
Setelah selesai, kami langsung kembali ke pondok, Aini tampak membuka kitabnya dan mulai belajar. Sementara Aku lebih memilih membuka komputerku dan menyiapkan proposalku untuk memulai penelitianku. Setelah merasa lelah dan mengantuk, Aku mematikan komputerku dan bersiap untuk tidur.
Aini tampak sudah terlelap, Aku menggelar kasurku disampingnya. Tanpa butuh waktu lama, Aku tertidur dengan nyenyak.
Tak terasa, azan shubuh berkumandang, Ku lihat Aini sudah bersiap untuk sholat ke masjid yang ada tepat di depan kamarku. Aku ikut Aini untuk sholat di sana juga.
Saat akan masuk ke masjid, tanpa sengaja Aku berpapasan dengan Pak Lurah pondokku. Dia hanya mengangguk dan Aku balas dengan sedikit tersenyum.
"Ganteng ya mba.. " Aini berbisik padaku.
"Kamu naksir? " tanya Ku padanya.
"Gak lah, yang Aku perhatikan, kayanya Dia tertarik deh sama Mba. Kelihatan dari sorot matanya saat lihatin Nba." Aini tersenyum padaku
"Jangan ngawur Kamu, masa iya, Dia tertarik padaku? Aku ini hanya gadis biasa. Kalau sama Kamu ,baru cocok. Sama-sama pinter dan alim." Aku berkata pelan, karena kwatir ada yang mendengar percakapan Kami.
Setelah sholat shubuh selesai, Kami kembali ke kamar Kami. Aini selalu mengaji bersama Pak Kiai setelah sholat shubuh. Kalau Aku, karena terbilang masih pemula, ga punya kesempatan untuk ngaji langsung bersama Pak Kiai.
Biasanya setelah sholat Maghrib Aku belajar mengaji Alquran bersama Bu Nyai. Beliau sangat baik dan juga sederhana. Berdekatan dengan beliau sangat nyaman dan tidak ada rasa takut atau canggung. Karean beliau walaupun seorang Bu Nyai, tapi gak sombong ataupun galak.
Waktu yang Aku lalui di pondok pesantren terasa menyenangkan, karena teman sekamarku yang baik dan juga bisa bikin Aku nyaman. Aku termasuk orang yang sulit bergaul dan selama Aku kuliah disini, gak banyak teman yang dekat denganku. Hanya beberapa saja.
Saat Aku mau berangkat ke kampus, Aku bertemu lagi dengan Pak Lurah pondok. Dia tampak acuh tapi juga tampak menarik di mataku.
" Mo ke kampus ya? " tanyanya singkat
"Ya Kang," Aku hanya membalas sekilas. Sambil mengeluarkan motorku.
Aku segera berangkat ke kampus, karena kwatir terlambat. Aku adalah mahasiswa tingkat akhir, yang tengah mempersiapkan tugas akhirku. Kesibukanku adalah mengulang nilai yang belum memuaskan nilainya bagiku.
" Pagi Nur," sapa Nida sahabatku di kampus, dan kebetulan dia ini juga temanku sewaktu di SMP 10 dulu, satu kelas. Yang ajaibnya kami dipertemukan kembali setelah berpisah hampir enam tahun lamanya, tanpa kabar maupun pesan.
Dulu Aku pernah sekolah di sana, tapi hanya satu semester doang, karena Aku harus pindah ke kampungku, karena Aku sakit. Sakit yang tak biasa. Aku sampe pernah koma hampir satu bulan lamanya, sehingga membuat keuangan keluarga jadi berantakan demi kesembuhan diriku.
Orang pintar bilang, Aku mendapatkan gangguan Jin. Waktu SMP dulu Aku suka melamun, di Pondokku dulu, katanya tanahnya bekas kuburan, ada satu makam yang ketinggalan untuk di pindahkan, dan setan itulah yang selalu mengganggu para santri di pondokku yang dahulu.
"Pagi Nid, happy banget nih.. Gimana persiapan penelitian Kamu? sudah siap belum?" tanyaku, kami berjalan beriringan ke kelas. Kebetulan kami ada kelas yang sama,mengulang pelajaran semeter satu yang mendapat nilai D.
" Alhamdulillah semua lancar, gimana dengan Kamu? lancar gak?" Kami duduk di bangku yang berdekatan di kelas. Sambil menunggu dosenku, kami berbincang mengenai proposal penelitian yang tengah kami persiapkan untuk tugas akhir Kami, agar segera wisuda.
"Kamu betah gak di pondok?" tanya Nida sambil menatapku penasaran.
"Alhamdulillah betah banget, Aku punya teman sekamar yang asik dan juga baik," ucapku
"Syukurlah, Aku senang dengernya. Kalau punya teman yang baik, kan jadi ga keganggu. Kamu bisa fokus dengan proposal Kamu, biar nanti Kita bisa wisuda bareng," Kami menyudahi percakapan Kami, karena dosen yang Kami tunggu sudah datang.
Tanpa terasa dua SKS berlalu dengan cepat. Kami pergi ke perpustakaan, karean mau mempersiapkan proposal Kami.
Saat serius membaca buku. Tiba-tiba hapeku berbunyi. Ada panggilan dari laki-laki, yang menjadi sebab Aku memilih tinggal di pondok. Aditya. Dia bilang, orangtuanya berharap punya menantu seorang santri, sehingga memintaku untuk tinggal di pondok. Pada akhirnya permintaan Dia ini kelak akan Dia sesali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 242 Episodes
Comments
Defi
Malah Nur kelak yang dapat suami santri ya 😂
2023-01-21
1
@Kristin
Bagus tulisan Nya Thor
2022-10-01
1