“Kak Kikan?” Sebuah suara membuat Kikan yang tadinya menatap jalanan menoleh.
“Rangga?” Kikan terkejut. Arin ternyata tidak sendirian. Ia muncul dengan Rangga. Pasangan yang sering sekali bertengkar.
“Kan sudah aku bilang, aku bukan mau bertemu seorang pria, tapi sama Kak Kikan,” sembur Arin membuat Rangga garuk-garuk kepala. Padahal kepalanya tidak gatal.
“Kalian ... “ Kikan menunjuk mereka berdua satu persatu. Rangga membungkuk sedikit untuk memberi salam. Lalu tersenyum canggung. Kikan mengerti. Mereka sepasang kekasih sepertinya.
Arin duduk tanpa di persilakan. Rangga mengikutinya. Kikan pun menurunkan telunjuknya dan mendehem.
“Jadi pertengkaran di kantor itu sandiwara? Akting?” ledek Kikan.
Arin dan Rangga sama-sama meringis karena tertangkap basah kalau mereka berdua punya hubungan asmara. Kikan tergelak. Menemukan rahasia orang itu ternyata sungguh menyenangkan. Dia tidak bisa membayangkan ada orang lain yang tahu soal rahasianya.
“Santai. Aku tidak akan bilang pada siapa-siapa,” kata Kikan seraya mengerlingkan bola mata. Membuat kedua manusia di depannya sumringah.
“Benar Kikan?” tanya Rangga tidak percaya.
“Iyaaa. Aku akan tutup mulut,” imbuh Kikan. Ia menggeser jarinya di atas bibir menyerupai menutup resleting.
“Kikan emang keren,” kata Rangga seraya memberi jempolnya pada Kikan. Arin menepis jempol itu dan mendelik. Rangga mengangguk patuh. Sejenak rasa sedih karena sendirian di hari ulang tahun ini terobati oleh keberadaan mereka berdua.
Kikan memberi kode pada pelayan untuk menyiapkan makanan yang sudah di pesan oleh Astra.
“Kita benar-benar, makan besar nih?” tanya Rangga senang. Arin mendelik lagi. Tidak suka Rangga terlalu santai saat bicara dengan AE mereka.
“Tidak apa-apa, Arin. Silakan kalian makan yang banyak. Habiskan,” kata Kikan dengan senyum mengembang.
“Soal menghabiskan makanan, aku jago,” kata Rangga yang membuat Arin malu karena kekasihnya begitu tidak tahu diri.
"Kak Rangga ...," desis Arin untuk membuat Rangga bersikap sopan pada Kikan.
“Aku sudah tahu Rangga seperti itu. Jadi biarkan saja dia menjadi seperti itu. Aku tidak masalah,” ujar Kikan yang tahu kekhawatiran Arin.
"Syukurlah kalau Kak Kikan mengerti," kata Arin lega.
Mereka terkejut saat muncul kue tart di urutan terakhir makanan yang di antar pelayan resto.
“Kok ada kue tart? Kak Kikan ulang tahun?” tanya Arin terkejut. Rangga ikut surprise melihat kue tart cantik itu. Dia melihat kue dan Kikan bergantian.
"Kamu lagi ulang tahun, Ki?" tanya Rangga.
“Ya,” bisik Kikan sambil menganggukkan kepala. Tidak mungkin ia mengelak. Tulisan di atas kue tart sudah mengungkap ini kue tart apa. Mengelak pun percuma.
“Jadi kita tamu yang tidak di undang ya?” tebak Rangga tidak enak. "Pasti ada orang yang sebenarnya di undang olehmu kan?" selidik Rangga. Kepalanya mencari ke sekitar resto.
“Aku tadi mengundang Arin. Bukan mengundangmu,” kata Kikan dengan jenaka.
"Iya, tahu ... Aku memang tidak di undang. Aku datang karena di ajak Arin kesini." Rangga pun mengakui itu.
"Kak Rangga yang ikutin aku. Padahal akunya enggak ngajak," ralat Arin.
Kikan tergelak lagi. Mendatangkan mereka membawa suasana ceria.
“Ini tamunya sedang ada keperluan mendadak, jadi pergi sebelum makan. Karena sepertinya kalian senggang. Silakan di makan," jelas Kikan tidak sepenuhnya bohong.
“Terima kasih Kak Kikan. Eh, tunggu.” Arin berbisik pada Rangga. Kikan hanya memperhatikan tingkah mereka.
“Selamat ulang tahun ...,” kata mereka hampir bersamaan. “Semoga tambah cantik dan segera dapat jodoh.”
Kikan tergelak. Mengundang mereka adalah tindakan tepat.
“Terima kasih.”
***
Minggu malam.
Astra muncul di rumah Kikan sesuai janjinya. Namun pria itu tidak masuk. Dia hanya berdiri di luar menunggu Kikan selesai bersiap. Karena itu Kikan bergegas keluar setelah selesai.
“Kenapa enggak masuk?” tanya Kikan heran.
“Iya. Lagipula kamu dandannya cepat, jadi aku tidak capek saat nunggu. Kita berangkat?” tanya Astra.
“Ya. Sebentar, kamu enggak pamit ibu dulu?”
“Oh, ya.”
“Aku panggilin ibu dulu ya ... Bu! Kita mau pergi,” ujar Kikan seraya masuk ke dalam rumah. Namun ibu tidak muncul. Di dalam juga ternyata kosong.
“Sepertinya ibu juga keluar. Sudah, ayo pergi. Ibu tahukan aku datang menjemput kamu,” kata Astra. Kikan mengangguk.
"Ya. Aku juga tadi sudah bilang mau pergi dengan kamu."
***
Karena kemarin sudah makan malam meski gagal. Kali ini Kikan hanya ingin berjalan-jalan berdua. Karena takut ketahuan orang lain, mereka jalannya agak jauh dari pusat keramaian orang-orang berkumpul biasanya.
Susah memang menjalin hubungan saat ada pasal-pasal yang melarang pacaran satu kantor.
“Kita jajan buah, yuk," ajak Kikan.
Perempuan ini sangat suka buah. Apalagi buah yang banyak airnya. Menurutnya itu sangat segar. Buah itu di pilih dan di potong langsung di tempat. Lalu di masukkan ke dalam cup medium. Di beri garpu kecil untuk memudahkan memakannya.
"Adik kamu gimana?" tanya Kikan ingat.
"Sudah lumayan."
“Gimana kalau sebentar lagi kita jenguk adik kamu?” usul Kikan.
“Tidak perlu. Dia sebentar sudah sembuh,” tolak Astra.
“Kenapa dingin begitu? Meskipun adikmu itu bawel, tapi dia tetap adikmu.” Kikan tahu, gadis yang masih duduk di bangku SMA itu sangat bawel.
“Dia sudah sembuh,” pungkas Astra yang sepertinya tidak suka Kikan memaksa untuk menjenguk adiknya. Dan Kikan mengerti itu. Akhirnya ia berhenti meminta menjenguk.
“Oke. Tapi nanti pulangnya aku titip oleh-oleh untuk dia, ya?” Tetap saja Kikan tidak ingin mengabaikan begitu saja.
“Baiklah.” Astra setuju.
“Nanti pulangnya, antar aku ke J.co. Ada donat kesukaannya,” kata Kikan seraya memeluk lengan Astra dengan senyuman.
"Oke."
Di tempat yang sama, ada pasangan lain yang sedang kencan dengan bersembunyi. Tentu saja itu Arin dan Rangga.
"Eh, itu bukannya Kikan?" tunjuk Rangga. Arin ikut melihat ke arah yang di tunjuk Rangga.
"Iya. Aku mau menyapanya dulu," kata Arin senang. Namun saat baru beberapa langkah, Rangga menarik tangannya. "Kenapa tarik-tarik tangan Arin?" tegur Arin tidak setuju.
"Jangan ke sana," kata Rangga horor.
"Kenapa?" tanya Arin yang langsung mendekat ke kekasihnya. Ia jadi ikut berwajah horor.
"Itu," tunjuk Rangga pada orang yang ada di sebelah Kikan.
"Pak Astra?" tanya Arin terkejut. "Mereka sepasang kekasih?" Arin butuh jawaban.
"Kalau menurutmu?" tanya Rangga balik.
"Sepertinya sih memang mereka sepasang kekasih," jawab Arin.
"Benar. Lagipula pemikiran mereka sama dengan kita. Kencannya agak jauh agar tidak ketahuan yang lain," jelas Rangga. Arin menjentikkan jari setuju.
"Hihihi ..." Tiba-tiba Arin cekikikan.
"Kenapa?" tanya Rangga heran.
"Arin merasa senang," sahut Arin sambil menggandeng lengan Rangga. Raut wajah Rangga masih menunjukkan ketidakmengertian. "Itu berarti tidak hanya kita saja yang punya kisah seperti ini. Kak Kikan juga punya cerita yang sama denganku. Hmmm ... Arin dan Kak Kikan memang sehati."
Rangga menipiskan bibir.
"Jadi soulmate kamu itu Kikan? Bukan aku?" tanya Rangga kesal.
"Ih, Kak Rangga. Ya jelas Kak Rangga dong ... Hanya saja melihat Kak Kikan yang Arin kagumi juga sama denganku, punya kekasih di dalam kantor, Arin sangat senang." Arin memamerkan deretan gigi putihnya. Manis. Rangga jadi gemas.
“Ayo sembunyi. Mereka lewat sini,” ajak Rangga menarik tangan Arin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Arik Kristinawati
pasti istrinya ato pcarnya astralah
2023-01-08
0
Iga Wahyusari
kug agak gimna hatiku ya...
ada sesuatu yg blm bisa diungkapkan...
awas lho ya... 🧐😁
2022-12-29
1
Sriza Juniarti
astra ...bener nih adeknya yg sakit🤣🤣
2022-12-06
0