Hay teman-teman onlineku❤️🔥
Disini aku cuma mau ngingetin ke kalian semua yang baca karya-karya aku. Aku tegasin ke kalian! Kalo semua cerita yang aku buat itu hanya karangan fiksi, hanya imajinasi aku yang di jadikan sebuah cerita. Jadi, kalian harus memaklumi jika banyak adegan atau hal-hal yang sekiranya gak masuk akal. SEKALI LAGI AKU TEKANIN! KALO SEMUA KARYA AKU HANYA CERITA FIKSI!
Aku juga cuma penulis amatir yang masih banyak kekurangan dalam merangkai sebuah cerita. Jadi harap di maafkan jika alur atau jalan ceritanya tidak memuaskan, dan tidak sesuai ekspetasi kalian.
Jika kalian suka dengan karya-karya saya, silahkan lanjutkan baca. Tetapi! Jika kalian tidak suka, kalian bisa meninggalkan lapak saya! Jangan malah ngehujat karya-karya saya dengan komentar-komentar buruk, karena itu bisa bikin rasa kepercayaan diri yang udah saya bangun susah payah menjadi hancur.
Mohon kerja samanya teman-teman, untuk saling menghargai sesama manusia. Hargai saya sebagai penulis, jangan kasih komen yang bikin saya gak semangat buat lanjutin nulis cerita🙏🏻
🌼🌼🌼🌼🌼
Dengan wajah lesunya Nadira berjalan melewati lorong-lorong kampusnya. Begitu memasuki kelasnya, dia langsung duduk dikursi miliknya.
“Lemes amat, Neng.”Goda Dinda, sahabat Nadira.
“Hm.”Hanya gumaman malas yang keluar dari mulut Nadira. Nanti sore Ayah dan Ibunya akan berangkat, yang artinya dirinya juga akan dibawa ke rumah Tantenya. Hal itu jelas saja membuat Nadira tak bersemangat melakukan kegiatan apapun hari ini.
Dosen yang mengajar mulai memasuki kelasnya. Nadira terus menatap seorang laki-laki dengan wajah datar namun tampan, yang dikenal dengan sikap dingin dan tak berperikemahasiswian, tubuh tegap tinggi. Sejauh ini itulah yang dia tau tentang sosok Artha, namun apakah dirinya akan benar-benar aman saat berada dalam satu atap dengan laki-laki itu?
“Karenina Nadira Perlita.”
Suara berat yang terkesan dingin dan tegas milik seorang Artha Dirgantara itu mampu membuyarkan lamunan Nadira. Begitu membawa pandangannya kedepan, Nadira langsung disambut tatapan tajam milik Artha.
“Ha-hadir, Pak.”
“Kamu gak dengerin saya daritadi?”
Semua mahasiswa dan mahasiswi menatap Nadira dengan iba. Dosen yang satu ini terkenal dengan sikap dingin dan kejamnya. Dan kini Nadira untuk yang pertama kalinya mendapat masalah, dengan mengabaikan panggilan Artha sejak tadi.
“Oke, setelah selesai jam saya. Kamu ke ruangan saya.”
Artha langsung memulai tugasnya untuk mengajar dikelasnya. Meskipun sesekali pandangannya jatuh pada Nadira yang terlihat tak fokus hari ini.
Hampir tiga jam Nadira menghabiskan waktunya di dalam kelas. Begitu jam belajarnya habis, dia memutuskan untuk langsung pulang.
“Dir! Bukannya lo disuruh ke ruangan Pak Arta, ya?”Tanya Dinda.
Nadira menepuk keningnya pelan.”Oh iya, gue sampe lupa.”
Dinda memutar bola matanya malas.”Kebiasaan lo.”
“Hehe. Gue ke ruangan Pak Artha dulu, bay!”Akhirnya Nadira memilih pergi menuju ruangan dosennya.
Begitu sampai didepan ruangan dosennya, dia langsung mengetuk pintu berkali-kali. Hingga suara dari dalam yang menyuruhnya masuk membuat Nadira segera masuk.
“Duduk.”Titah Artha yang kini sedang duduk di kursi kebesarannya, dia menatap gadis di depannya datar.
“Baik, Pak.”Tanpa berlama-lama Nadira langsung duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan Artha.
Artha hanya diam menatap wajah gadis di hadapannya, gadis yang sedang menunduk. Lalu detik selanjutnya dia membereskan barang-barang miliknya yang akan di bawa pulang.
Nadira mendongak, menatap Artha yang sedang memainkan ponsel dengan mata membulat.”Ada urusan apa ya Bapak nyuruh saya kesini?”
“Gak ada.”Artha beranjak dari kursinya lalu berjalan mendahului Nadira.”Kamu pulang bareng saya,”lanjutnya final tanpa mau di bantah.
Baru saja Nadira membuka mulut hendak protes, namun sebelum suaranya keluar Artha sudah mendahuluinya.
“Saya gak butuh protesan maupun penolakan.”
“Buruan Nadira!”Geram Artha saat sudah sampai di depan pintu, tetapi Nadira masih duduk di kursinya.
Dengan perasaan kesal, Nadira beranjak dari kursinya lalu berjalan keluar ruangan Artha. Dia menatap laki-laki itu sinis. Karena enggan berdekatan dengan manusia paling menyebalkan didalam hidupnya itu, akhirnya Nadira memilih untuk mendahului Artha.
Artha yang berjalan di belakang Nadira menyunggingkan sudut bibirnya, tingkah gadis itu sangat menggemaskan dimatanya.
Sesampainya di mobil Artha langsung duduk di kursi kemudi, namun matanya menajam saat melihat Nadira duduk di kursi belakang.
“Siapa yang nyuruh kamu duduk disitu?”
“Bapak diem aja, deh! Saya lagi kesel, loh. Mau, saya gulingin mobil ini?!”Sarkas Nadira dengan wajah semakin kesal.
“Pindah depan.”
“Gak mau!”
“Nadira,”geram Artha dengan tatapan semakin tajam.”Kamu pindah ke depan atau saya ak—“
“Oke!”Sela Nadira sebelum Artha menyelesaikan ancamannya. Nadira sudah sangat hapal dengan ancaman keramat Artha yang selalu di berikan kepadanya, jika dirinya tak menuruti perintah laki-laki itu.
Artha tersenyum melihat Nadira sudah duduk di sampingnya. Dia mencondongkan tubuhnya kepada gadis itu, lalu memasangkan sealt-beat Nadira.
“Good girl,”pujinya sembari mengacak-acak rambut Nadira.
Nadira hanya diam, memutar bola matanya malas. Hingga akhirnya mobil yang dia tumpangi berjalan meninggalkan parkiran kampus.
“Kamu tau, selama kamu tinggal di rumah saya. Saya yang akan menentukkan apa saja yang kamu lakukan.”
“Hah?! Pak Artha gila, ya?! Siapa Bapak, sampai berani-berani mau ngatur saya?!”Protes Nadira tak terima dengan ucapan Artha.
Artha menghela nafas kasar.”Artha, Sayang. Berapa kali saya harus bilang ke kamu? Kamu cuma boleh panggil saya bapak kalo lagi di area kampus.”Ujar Artha menegaskan kepada Nadira.
“Sayang sayang, enak aja main panggil sayang sayang. Tipe-tipe buaya darat gini, ni.”Gerutu Nadira.
“Saya jadi buaya kalo lagi sama kamu doang.”
Nadira memperagakan mukanya seolah ingin mutah.”Siyi jidi biiyi cimi kili ligi simi kimi diing.”Nyinyir Nadira mengejek ucapan Artha barusan.
Artha hanya geleng-geleng kepala, gadis di sampingnya memang sangat-sangat tak tau diri dan menyebalkan. Dari kecil Artha sudah tau jika Nadira adalah gadis bar-bar yang hiperaktif, dan tak punya rasa takut pada siapapun.
“Kamu mau makan?”Tawar Artha, saat melihat ada restoran didepan sana.
“Gak!”Tolak Nadira galak.
Namun Artha justru menghentikan mobilnya di depan restoran yang terlihat ramai itu membuat Nadira langsung menatap laki-laki itu penuh protes.
“Saya gak mau makan loh, Pak!”
Artha yang sedang melepaskan sealth-beatnya langsung menoleh.”Siapa yang bilang kalo kamu yang mau makan? Saya yang mau makan, karena saya lapar.”
“Dan kamu, terserah mau makan atau tidak.”Setelah mengatakan itu Artha langsung turun dari mobilnya.
Nadira membuka mulutnya tak percaya.”Terus apa faedahnya dia nanya gitu tadi ke gue?”
🌼🌼🌼
“Sayang, Jangan cemberut gitu, dong. Ibu sama Ayah gak bakal lama kok disana.”Ujar Zelia sembari mengusap puncak kepala anaknya dengan lembut.
Marvel menghela nafas pelan, anaknya itu tak pernah sadar umur. Sudah berkepala dua pun tingkahnya masih kaya anak-anak.”Jangan banyak drama Nadira. Kalo kamu kaya gitu bisa-bisa Ayah sama Ibu ketinggalan pesawat.”
Nadira menatap Ayahnya dengan bibir di tekuk meskipun matanya berkaca-kaca.”Yauda iya iya! Tapi janji ya kalo pulang jangan bawa adek buat Dira.”
Dara yang mendengar penuturan keponakannya itu hanya mampu tertawa pelan. Sedangkan Artha masih dengan ekpresi datarnya, menatap Nadira jengah.
Zelia tertawa pelan lalu memeluk tubuh putrinya itu.”Ibu gak bisa janji, Sayang. Ayah kamu suka khilaf kalau udah di atas ranjang.”Bisiknya dengan frontal membuat mata Nadira membulat sempurna.
“Ibu….”Rengek Nadira semakin kesal.
“Udahlah. Baik-baik kamu di rumah Tante Dara, jangan banyak tingkah, jangan berulah. Nurut sama Artha, dia yang bakal ngawasin kamu selama Ayah pergi.”Ujar Marvel sembari memeluk tubuh Nadira.
Nadira hanya bergumam malas. Dia menatap Ayah dan Ibunya yang sudah memasuki mobil dengan hidung kembang-kempis bersiap untuk menangis.
“Bay, Sayang. Ibu sama Ayah berangkat dulu.”Pamit Zelia sembari melambaikan tangannya bersamaan dengan mobil yang mulai berjalan.
Huft!
Nadira membalikkan tubuhnya, dan hanya ada Artha yang masih berdiri di belakangnya dengan tatapan mengerikan dimata Nadira.
“Selamat bersenang-senang, Sayang.”Ucap Artha dengan tatapan mencurigakan.
Bulu kuduk Nadira langsung berdiri. Dia merasa dirinya sedang di ancam bahaya. Karena mendengar ucapan Artha barusan. Hanya Nadira yang tau bagaimana sifat asli seorang Artha, hanya Nadira yang tau sebusuk dan semesum apa seorang Artha Dirgantara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
septi 💎
sepertinya ada banyak rencana Artha untuk Nadira..
penasaran semesum apa sih Artha. 😁
2022-07-25
1