...***...
Suara pistol yang menggelegar terdengar di jalan raya yang sangat luas, menyebabkan para monster-monster disekitar menghampiri asal dari suara itu seperti halnya sebuah ombak yang ganas.
Menembak, berlindung dan berlari sekencang mungkin sampai-sampai membuat Pak Sudiarto muak dengan apa yang telah ia lakukan selama 20 menit tersebut.
"Sial, kapan hal ini akan segera berakhir, peluru yang kubawa hanya tersisa 20 biji saja dan yang lebih menyebalkannya lagi sebanyak apapun aku menembak tetap saja mereka masih bisa berdiri dan beregenerasi."
Karena terbatasnya peluru yang ia bawa, Pak Sudiarto berlari sambil berfikir cara lain untuk mengalahkan para monster yang sedang mengejarnya itu.
Setelah 3 peluru telah ia lepaskan, Pak Sudiarto melihat banyak sekali mobil menutupi jalan tepat didepan matanya. Entah karena apa tiba-tiba saja Pak Sudiarto pun terbesit sebuah ide untuk memanfaatkan mobil-mobil tersebut menjadi bom yang setidaknya dapat menghancurkan monster-monster yang mengejarnya itu.
Dalam jarak beberapa meter dari mobil-mobil itu, Pak Sudiarto berlari mengambil ancang-ancang dan loncat dengan sangat atletis layaknya sebuah adegan dalam film aksi.
Karena banyaknya halangan yang ada di depannya, monster-monster yang dibelakangnya pun mulai ada yang menyusulnya dan ingin menyerang Pak Sudiarto, dengan instingnya ia pun sontak membuka pintu mobil didekatnya yang membuat salah satu monster tersebut terbentur sampai-sampai membuatnya terjungkir.
Setelah menjauh beberapa meter, Pak Sudiarto mulai menyiapkan pistolnya dan menembak tepat di lubang bahan bakar mobil yang membuatnya meledak hingga merembet ke mobil-mobil didekatnya.
Monster yang berada di tempat tersebut mulai terbakar dan ambruk seketika, dan tak lama kemudian para monster itu menggeliat dan berdiri secara perlahan.
"Hah... Sial mereka seperti kecoak saja, tunggu yang ada di tubuh mereka itu apa?"
Pak Sudiarto melihat sebuah benda yang berwarna kemerahan dan berdetak layaknya sebuah jantung.
"Apakah itu inti nya? Untuk memastikannya lebih baik coba ku tembak saja deh."
Monster yang telah ia tembak mulai menunjukkan gerakan yang aneh, dan tak lama kemudian monster tersebut mulai berubah warna menjadi abu-abu dan ambruk seketika.
"Hahaha ternyata benar itu intinya ya, baiklah kalau begitu sekarang saatnya pembalasan."
Dengan membabi buta Pak Sudiarto menembaki monster-monster itu tanpa melewatinya satupun. Dia pun menghentikan tembakannya karena peluru yang ia bawa habis.
"Argh sial, kenapa harus sekarang sih."
Para monster yang baru datang pun mengejar Pak Sudiarto hingga kedalam sebuah gedung.
Ketika ia masuk kedalam sebuah ruangan, ia melihat suatu yang membuatnya teralihkan. Terlihat mayat wanita paruh baya yang terbujur kaku di tengah ruangan, dan ditangannya sedang memegang sepucuk surat yang telah ternodai oleh bercak darah.
" Untuk siapa saja yang membaca surat ini tolong selamatkanlah anakku yang berada di dalam kamar disebelah kanan, tolong bawa dia ke rumah sakit, tiba-tiba saja ia bertingkah aneh setelah sesuatu menempel ditubuhnya, dan maafkan Ibu yang tidak bisa menolongmu." Isi surat tersebut.
Setelah membacanya Pak Sudiarto termenung untuk sesaat dan mengetuk pintu tempat anak itu berada, lantas di dalam kamar itu terdengar suara erangan yang semakin mendekati pintu. Pak Sudiarto yang sudah mengerti situasinya, ia pun memegang gagang pintu kamar tersebut dan menghela napas.
" Maafkan aku, anakmu sudah tidak bisa ditolong lagi, jadi hanya ini yang bisa aku lakukan."
Dengan tangan yang mengepal memegang kapak yang berat, Pak Sudiarto mempersiapkan batinnya dan membuka pintu kamar tersebut.
Setelah terbuka anak yang disebutkan didalam surat itu terlihat bukan lagi seorang manusia, kuku yang terlihat panjang yang dapat merobek apapun, gigi tajam yang dapat mencabik-cabik mangsanya, kulit yang berwarna coklat kemerahan, serta mata merah yang berbentuk seperti reptil.
Mendengar pintunya terbuka anak yang sudah berubah menjadi monster pun menerjang Pak Sudiarto, Pak Sudiarto pun menebasnya dengan kapak hingga membuat kepalanya terputus, walaupun kepalanya terputus monster itu masih bisa bergerak dan menyerang Pak Sudiarto.
Ketika monster itu mendekat, lantas Pak Sudiarto menjatuhkannya dan menebasnya berulang kali sambil berlinang air mata. Setelah beberapa tebasan inti yang selalu ada di dalam tubuh monster mulai terlihat, dengan wajah yang merasa bersalah Pak Sudiarto mengangkat kapaknya keatas dan menghantam intinya dengan sangat kuat.
Setelah ia menghancurkan intinya, monster tersebut mulai kaku dan berubah warna menjadi abu. Air mata yang sedari tadi membanjiri matanya, sekarang sudah tidak terbendung lagi, dan ia pun duduk sambil menundukkan kepalanya.
" Maafkan aku nak..."
Disisi lain Bima yang sedang dituntun oleh Aria, mendapati dirinya berada ditempat yang tidak asing. Setelah beberapa rumah terlewati, Bima melihat rumah yang takkan pernah ia lupakan.
" Bima, apakah kau tau rumah ini?"
" Ya, itu karena rumah ini adalah tempat Rael tinggal."
Setelah beberapa saat, Bima melihat kalau pintu rumahnya terbuka seperti telah dibobol oleh seseorang. Bima dan Aria masuk secara perlahan dan hati-hati, dan mereka hanya melihat barang-barangnya berantakan dan lemari tempat penyimpanan makanan juga terbuka.
" Seperti nya ada seseorang yang telah menjarah ketempat ini, aku akan mengecek keadaan dilantai atas kau tunggu saja disini Aria."
" Tidak aku ikut denganmu Bima, bagaimana kalau sesuatu yang genting terjadi padamu lagi dan juga dengan kakimu yang terluka kau akan kesulitan untuk bergerak."
Setelah mendengar perkataan Aria, mereka pun memutuskan pergi bersama-sama. Mereka pun sampai dikamar Rael yang dipenuhi dengan action figur, alat perkakas, dan komik-komik.
" Melihat barang-barang masih tertata rapi, sepertinya orang yang membobol tempat ini cuman mengambil senjata tajam dan makanan saja."
" Sepertinya kau benar Bima, omong-omong dilihat dari perabotan dan barang barangnya, sepertinya Rael cuma hidup berdua di rumah ini."
" Ya kau benar, Rael tinggal bersama kakak perempuannya di rumah ini."
" Memangnya kedua orangtuanya kemana?" Tanya Aria.
" Entahlah, ia tidak pernah sekalipun menceritakan masa lalunya kepadaku."
" Terus, bagaimana dengan kakak perempuannya?" Tanya Aria.
" Rael bilang kalau kakaknya sedang pergi KKN bersama teman sekampusnya ke Desa Ciptaharja." Jawab Bima.
" Begitu ya."
Setelah mengobrol dan bernostalgia sebentar, mereka pun melanjutkan perjalanannya bertemu dengan Pak Sudiarto.
Beberapa menit telah berlalu, mereka pun telah sampai ketempat terakhir mereka berpisah dengan Pak Sudiarto. Dari jalan arah yang jauh Bima dan Aria melihat seseorang yang tengah berjalan, setelah orang itu mulai mendekat, Aria pun melihatnya dan memberi tahu kalau itu adalah Pak Sudiarto.
" Pak! Kami disini!" Teriak Bima sambil melambaikan tangan setinggi-tingginya."
Pak Sudiarto pun membalas lambaiannya sambil mendekat ketempat Bima dan Aria.
" Apakah kalian baik-baik saja?" Tanya Pak Sudiarto.
" Kami baik-baik saja, hanya kakiku saja yang terkilir." Jawab Bima.
" Baguslah kalau begitu."
Melihat wajah Pak Sudiarto yang agak pucat, Aria pun bertanya.
" Pak, apakah sudah terjadi sesuatu?"
" Tidak, tidak ada masalah, hanya saja tadi terjadi sesuatu yang tidak terduga."
" Begitu ya."
" Kalau terjadi sesuatu bilang saja padaku dan Aria, walaupun mungkin saja kami tidak bisa membantu tapi setidaknya itu bisa meringankan beban mu pak."
" Baiklah kalau begitu, tapi kita harus mencari tempat berlindung terlebih dahulu, karena matahari mulai terbenam."
Setelah perbincangan yang singkat, mereka bertiga pun mulai mencari tempat berlindung untuk mereka beristirahat.
>Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments