...***...
Setelah mempersiapkan barang-barang yang mereka butuhkan, Bima, Aria, dan Pak Sudiarto pun membuat sebuah rencana.
"Jadi... Mau kemana kita sekarang?" Tanya Bima sambil melihat ke arah peta yang telah mereka temukan sebelumnya.
"Sepertinya kita harus ketempat yang tinggi agar helikopter bisa menjemput kita bila ada regu penyelamat nanti." Jawab Pak Sudiarto sambil memegang dagunya dan mengerutkan dahinya.
Saat suara sunyi mendatangi mereka, Aria pun memberikan usulan yang tidak sempat terpikirkan oleh Bima dan Pak Sudiarto.
"Bagaimana kalau kita pergi ke Stasiun Televisi TvB? Disana mereka memiliki gedung yang tinggi, yang dapat digunakan tim penyelamat menempatkan helikopter disana."
"Yah... Mungkin kita bisa kesana tapi bagaimana caranya kita bisa masuk?" Tanya Pak Sudiarto.
"Tenang saja, karena ibuku merupakan seorang aktris jadi aku memiliki akses masuk kesana jadi tak usah khawatir." Jawab Aria dengan nada membanggakan diri.
Setelah perbincangan yang singkat, satu-persatu dari mereka keluar dengan perlahan, dimulai dari Pak Sudiarto yang keluar lebih awal sembari melihat ke sekeliling untuk memastikan keadaan diluar aman.
Dengan melewati gang-gang kecil, secara sembunyi-sembunyi mereka berhasil berjalan sampai ke ujung gang yang mengarah ke jalan utama.
"Baiklah, sekarang pantangan yang harus kita lakukan adalah menyebrangi jalan ini, Bima dan Aria tetaplah bersiaga kita harus melumpuhkan monster yang ada di ujung jalan sana."
"Tunggu Pak, kau ingin langsung melumpuhkan monster itu?" Tanya Bima.
"Yah kita harus melakukannya karena jalan yang menuju kantor polisi telah di hadang oleh monster itu, setidaknya kita bisa menemukan senjata api di dalam sana jadi kita tak punya pilihan lain selain membunuh monster itu."
Setelah memantau dan membuat strategi, Pak Sudiarto dengan kapaknya mulai berlari ke arah monster tersebut, lantas monster itu pun menyadari keberadaan Pak Sudiarto dan menyerangnya hingga membuat Pak Sudiarto tersungkur.
Dengan susah payah Pak Sudiarto menahan mulut monster tersebut dengan kapak besarnya, karena keributan yang terjadi monster lain yang mendengarnya pun berlarian menghampiri Pak Sudiarto yang sedang kewalahan.
Aria dengan busurnya pun mulai memanahi monster tersebut satu-persatu, dan Bima mulai menusukkan tombaknya ke monster yang menyerang Pak Sudiarto
"Rasakan ini monster jelek!"
Seketika tombak tersebut menancap tepat di kepala monster itu, melihat kesempatan itu Pak Sudiarto pun sontak menendang dan mendorong tubuh monsternya.
Setelah keadaan mulai tenang, mereka yang mulai kehabisan tenaga terkejut dikarenakan monster yang telah mereka kalahkan melakukan pergerakan yang aneh, dan bukan hanya itu saja luka-luka yang telah mereka terima mulai mengeluarkan asap dan secara perlahan mulai meregenerasi kembali.
"Sial, ini tidak mungkin kan? Bima, Aria cepat kalian lari dari sini! Dan bersembunyilah ke tempat tertutup!"
Dengan sekuat tenaga, Bima dan Aria lari mati-matian kedalam gang kecil yang hanya muat untuk dua orang, disisi lain Pak Sudiarto berlari ke dalam kantor polisi dan mengambil senjata api yang disimpan dalam ruang penyimpanan, dan dengan sigap mulai menembaki monster-monster yang mengejarnya tadi.
Beberapa kilometer dari tempat sebelumnya Bima dan Aria segera bergegas masuk ke dalam rumah, dan berlari menuju lantai dua dari rumah tersebut, sesampainya di atas mereka dengan cepat menutup pintu yang menuju ke atas dengan rapat.
"Hah... Sial sekarang kita terjebak di atas sini, apa kau punya rencana lain Bima?"
Dengan nafas yang terengah-engah, Bima yang sedang duduk sambil menyenderkan punggungnya ke tembok mulai berpikir sembari melihat ke langit-langit.
"... Sepertinya tidak ada cara lain, kita harus pergi dari sini secepat mungkin sebelum para monster itu mendobrak pintunya."
"Tapi bagaimana caranya, kita sekarang berada di lantai dua dan dibawah sana banyak sekali monster yang sedang menunggu kita."
"Satu-satunya cara untuk kita lari yaitu melalui atap-atap rumah."
"Apa kau yakin Bima, tapi cara itu terlalu beresiko."
"Aku tahu apa yang kau pikirkan Aria, tapi itu adalah satu-satunya pilihan kita untuk selamat, ditempat ini kita tidak punya banyak pilihan lain."
"Baiklah kita akan melakukan apa yang kau katakan, karena aku tidak sudi mati secepat ini."
Setelah selesai berargumen Bima dan Aria berjalan di atap rumah dengan hati-hati agar tidak tergelincir, dengan perlahan mereka berdua telah berjalan melewati beberapa rumah dan situasi disana pun menjadi sunyi.
Dirasa situasi sudah aman Bima dan Aria berencana untuk istirahat sebentar diatas sana, tak lama kemudian terdengar suara "krak" tepat dibawah tempat Bima duduk, karena terkejut Bima sontak membuat sebuah gerakan yang mengakibatkan dirinya jatuh kedalam rumah.
"Bima! Apa kau tidak apa-apa?!"
"Ya, aku tidak apa-apa, hanya saja kakiku sepertinya terkilir, kau tunggu saja disana aku akan memastikan kalau didalam sini aman."
"Hei kau itu sedang terluka, kau seharusnya jangan dulu banyak bergerak."
"Tunggu disana saja Aria, ini hanya luka kecil jadi jangan terlalu khawatir aku masih bisa berjalan kok."
"Kalau ada bahaya berteriaklah, aku akan segera menyusulmu."
Bima pun menyusuri setiap ruangan yang ada didalam rumah tersebut sembari berjalan kecil akibat kakinya yang terkilir, sesampainya di ruangan dapur Bima mengeledah kulkas dan lemari dengan harapan dapat menemukan makanan yang dapat ia ambil untuk persediaan.
Pada saat Bima sedang mengeledah terdengar suara di dalam kamar mandi tepat di samping Bima, ia pun sontak bersiaga memegang tombaknya untuk berjaga-jaga ada monster yang menyergapnya, pada saat Bima membuka pintu, hanya ada gelas yang menggelinding di lantai kamar mandi.
"Siapa sih yang menyimpan gelas ini disini."
Bima pun menghela nafasnya dan menutup kembali pintunya, pada saat Bima memutar balikkan tubuhnya, ia pun melihat sesosok monster yang sedang berdiri membelakangi Bima tepat di ruang tamu yang berada dekat dengan dapur, syok dengan monster yang tiba-tiba muncul di sana, Bima pun berjalan dengan pelan dan bersembunyi di balik meja dapur.
Bima yang sedang bersembunyi mengalami serangan panik, yang membuat nafasnya tidak beraturan dan tangan yang gemetaran, suara erangan monster pun mulai mendekat dan Bima pun menutup mulutnya agar tidak mengeluarkan suara.
Setelah situasi yang menegangkan tersebut, suana berubah menjadi sunyi dan Bima yang sudah lama bersembunyi pun menengok di samping meja tempat ia bersembunyi, ia pun melihat ke segala arah tetapi monster tersebut tidak terlihat, saat Bima menduga bahwa ia sudah aman, ia pun merasakan nafas yang hangat diatas kepalanya dan ternyata itu monster yang dia lihat tadi.
Bima berlari pincang dengan sekuat tenaga, tetapi monster tersebut menyergap bima dari belakang yang membuat mereka berdua tersungkur di tengah-tengah ruang tamu.
Bima sekuat tenaga menahan gigi monster tersebut yang ingin menggigitnya dengan tombaknya, pada saat Bima mulai melemah, tiba tiba ada sebuah anak panah yang menancap tepat di mata monsternya.
Tak ingin melepaskan kesempatan itu, Bima pun menusuk monster tersebut berkali-kali degan wajah yang kesal, tak lama kemudian tubuh monster tersebut mulai kaku dan berubah warna keabu-abuan.
"Tadi itu hampir saja, aku benar-benar tidak mengerti bagaimana sistem mereka beregenerasi, dan terimakasih Aria jika kau terlambat sedikit saja mungkin aku akan menjadi segumpal daging."
"Kau tidak apa-apa Bima?"
"Aku baik-baik saja, tadi itu hampir membuatku menjadi gila, sebaiknya kita segera menyusul Pak Sudiarto untuk membantunya."
"Setelah kejadian yang kita alami tadi, aku melupakan Pak Sudiarto." Jawab Aria.
"Kau benar Aria, kita harus ketempatnya segera sebelum keadaan bertambah buruk."
"Kemarilah Bima, biar aku membantumu berjalan."
Bima dan Aria pun berhasil selamat dari keadaan yang mencekam tersebut, dan mulai menyusul ketempat Pak Sudiarto berada.
>Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments