Sore itu, setelah akad nikah dan beberapa prosesi lainnya. Kami semua berkumpul disalah satu kamar hotel yang dilihat dari dekorasinya adalah kamar pengantin untuk Arjuna dan Dafina, tadinya.
Kami dan keluarga berkumpul untuk berdiskusi, mengenai kelanjutan pernikahan ini. Akan kah diteruskan atau berhenti saat ini juga. Sebelum semua terlalu jauh.
" Nak, Hana benar serius dengan pernikahan ini.?" tanya om Aryo papanya Arjuna melihatku.
" Pa, mana ada pernikahan main - main. Pernikahan mereka sah dan halal menurut syariat islam." sanggah tante Shinta.
Hening beberapa saat, hanya helaan nafas panjang yang terdengar. Orang tuaku hanya diam. Entah apa yang mereka pikirkan.
" Kita Daftarkan saja pernikahan mereka, pak. Kami sebagai orang tua Hana, tidak mau putri kami menyandang status janda karena menggantikan pengantin wanita nak Arjuna. " tutur Bapak penuh harap.
" Iya, kita daftarkan pernikahan mereka agar sah dimata hukum negara." timpal tante Shinta kemudian.
" Kalau mereka serius, Aku pasti akan mendaftarkan pernikahan mereka. Tapi, takutnya mereka tidak cocok dan tidak bisa saling menerima. Taukan akan seperti apa persahabatan jika sudah melibatkan hati. Pasti akan ada yang terluka nantinya."
" Jadi apa gunanya mereka dinikahkan, jika untuk dipisahkan. Beri kesempatan dulu pada mereka untuk menjalani pernikahan ini. Jangan asal bilang mereka tidak cocok.!" Ucap bapakku tegas untuk melindungi harga diriku.
Aku mengerti sekarang, om Aryo sebenarnya tidak menyetujui pernikahan yang tak terduga ini. Beliau hanya terpaksa menerima untuk menutupi aib keluarga mereka. Lalu apa gunanya aku berkorban sebanyak ini.
Masih terus berdiskusi, memikirkan nasib pernikahan ini kedepannya. Hingga kesimpulannya pernikahan kami akan didaftarkan. Untuk memperkuat tali silaturahmi.
Lagi pula benar kata ibu, kami menikah karena sebuah takdir. Jadi seandainya kami harus berpisah pun harus karena takdir juga. Bukan karena perdebatan ini.
Nggak kebayang gimana menjalani biduk rumah tangga bersama dia. Bagaimana jika aku yang jatuh cinta sama dia. Sedangkan dia tidak, mengapa aku tadi menerima. Ahhh
Aku menghela nafas, kudongakkan pandanganku melihat kearah Arjuna yang juga menatapku. Namun, dengan cepet dia mengalihkan pandanganya. Tampak jelas dari gelagatnya dia sangat terpaksa dengan pernikahan ini. Sedikit kecewa dalam hati. Dia tak berbicara barang sepatah kata pun sedari tadi.
Nasib macam apa yang Engkau takdirkan padaku ini, yaa Allah ?
Malam pertama berada dikamar pengantin, dengan taburan bunga mawar diatas ranjang pengantin. Harum bunga mawar menguar, memanjakan indra penciuman. Bercumbu mesrah, saling mencurahkan cinta dan kasih. Romantisme dan impian setiap pasang pengantin baru. Sayangnya hanya sebatas angan ku.
Kenyataannya, aku tidur sendirian dikamar ku. Yaa, aku memilih untuk pulang bersama kedua orang tua ku. Bukan tanpa alasan, karena aku tak melihat upaya sedikitpun dari Arjuna untuk menerima ku.
Setelah membersihkan diri, aku duduk dipinggiran ranjang. Memandangi cincin yang kini menghiasi dan melingkar dijari manisku, kekecilan pula. Ngenes banget.
Sejatinya pernikahan ini tidak diinginkan oleh kami. Terlebih Arjuna tentunya, makanya aku menolak untuk menempati kamar pengantin dihotel itu. Aku lebih memilih pulang saja, dengan alasan ingin memahami keadaan, bahwa aku memang tidak diinginkan suamiku.
Ckleek,
Aku menoleh kearah pintu yang baru dibuka. Terngagah melihat Arjuna masuk dan memghempaskan tubuhnya dikasur. Namun, seakan menjaga jarak denganku.
Dia tidak canggung sama sekali, berbeda denganku yang langsung berdebar - debar. Rasa yang sungguh aneh.
" Ngapain, Elo kesini ? Jangan bilang mau tidur disini ?" tanyaku bersikap sewajar mungkin seolah kami tetap sahabat seperti kemaren.
" Iya, keberatan ?"
Aku mengerutkan kening, menatapnya. Mencoba menelisik apa yang dipikirkannya. Tapi, nihil aku tak mendapat apa - apa.
" Yakin banget, mau tidur disini? Dikamar ini gak ada Ac, apalagi kamar mandi. Cuma ada tuu." Aku monyong cantik kearah kipas angin bututku.
" Tapi, diluar mulai hujan. Pasti dingin sih. Ehh, selimutnya cuma ada satu."
Arjuna berdecak, " minta dulu sama ibu, sana."
" Yaa, gak enak lah Jun. Apa nggak mikir gimana perasaan orang tua Gw ? Pengantin baru pakai selimut satu - satu. Yaa, setidaknya kita terlihat baik - baik saja didepan mereka."
Arjuna mengerutkan keningnya, " Harus yaa, seperti itu.?"
" Yaa, kali Jun. Orang tua mana sih yang tega melihat putrinya menikah dengan cara seperti ini. Orang tua Gw, dah ngorbanin keinginan mereka menikahkan Gw dengan cara normal dan dengan orang yang Gw cintai. Setidaknya Elo hargailah pengorbanan mereka.!"
" Terutama pengorbanan Gw, !"
" Iya, maafin Gw yaa.!" ucapnya santai, dasar kalau bukan sahabat dah aku unyeng - unyeng.
Aku mengamatinya lekat. Saat ini dia tengah bersandar diheadboard tempat tidur sambil memainkan ponsel ditangannya. Tampak santai, seolah baik - baik saja. Sekuat mungkin lelaki ini menyembunyikan kerapuhannya, semata untuk melindungi harga dirinya. Harga diri yang telah dikoyak oleh orang terkasih. Ehmm, kasihan.
" Aku tahu ini berat buat Elo, Jun. Tapi, apa pernikahan kita ini akan serius kedepannya."
Arjuna hanya memejamkan matanya, enggan menjawab. Mungkin sama sepertiku, bingung.
" Apa untuk menghargai keluarga saja, kita harus bertahan.?"
" Anggap saja begitu.!"
Hidup memang sebuah pilihan. Kadang kala kita lebih memilih mengorbankan diri, demi perasaan banyak orang. Seperti aku dan Arjuna yang harus rela mengabaikan perasaan sendiri demi menjaga perasaan orang tua kami. Juga demi martabat dan nama baik.
Yang masih membuatku penasaran mengapa bapak dan ibu mengijinkan aku menikahi Arjuna dengan cara seperti ini.
" Haahh, gara - gara drama pernikahan Elo, mimpi pernikahan dan rumah tangga Gw seketika hancur. Sebagai perempuan Gw juga pingin rasanya dilamar, menikah karena saling memcintai. Menjalani romantisme pengantin baru. Hingga mengarungi bahtera rumah tangga sampai maut memisahkan."
Hening, Arjuna menoleh padaku.
" Sayangnya, Gw malah mendadak nikah sama Elo kaya gini. Sama sekali nggak pernah Gw bayangin dan Gw duga sebelumnya. Heehh, Terpaksa menikahi sahabat sendiri. Lucu bukan.!" Aku tersenyum kecut.
" Gw nggak yakin, seandainya kita mampu bertahan, apakah pernukahan ini akan seindah harapan.!"
Arjuna tetap bungkam, entah apa yang sedang dipikirkannya saat ini. Aku tak mengerti.
Aku memandangi cincin dijari manisku, dengan cepat Arjuna menarik tanganku, memutar cincin itu.
" Kekecilan, yaa?"
" Hu'um, agak sempit sih!"
Wajar saja. Mahar pernikahan yang sekarang melingkar dijari manisku memang bukan disiapkan untukku. Arjuna masih berusaha melepas cincin itu.
" Jangan dilepas!" seruku seraya menarik tanganku.
" Nanti darahnya nggak bisa ngalir lancar. Mana? siniin cincinya. !"
Arjuna masih menarik tanganku. Namun aku kembali menariknya.
" Apapun yang terjadi jangan dilepas.!" sungutku menyembunyikan tanganku kebelakang.
Arjuna memutar bola matanya malas. " Besok aku cari yang pas. Sekarang lepas dulu, mana cincinya.?"
" Nggak."
" Farhana.!" tegurnya lirih.
Aku menggeleng sambil menjahuinya. Dia terkekeh melihat ku. Sampai akhirnya suasana pun mencair seperti duli. Kami mengobrol dan bercanda layaknya sahabat seperti biasanya. Tanpa membahas ataupun menyinggung status kami sekarang ini.
Tapi, tetap saja sedikit aneh. Arjuna sahabat baik ku berubah status menjadi suami halalku. OMG, mimpikah.?
Terima kasih, semoga suka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Bundanya Naz
banyak koq.. sahabat jd pasangan hidup dan langgeng.. mereka hanya perlu menyesuaikan diri dengan perubahan status mereka
2020-11-01
0
Muhammadibnufadillah
memang berat lo thor, sahabat jadi laki kita
2020-08-24
4
Sesi Astuti
semangat thor dalam berkarya,ceritamu sangat menarik ,membuat kami para kaum rebahan ini jadi senyum"sendiri😊😊😊
2020-07-27
6