Salma beranjak dari duduknya, ia berjalan masuk ke dalam kamar. Dari luar sudah terdengar rengekan salah satu anaknya.
"Candra kenapa, Bu?" Salma melihat Ibu Armand kewalahan menenangkan cucunya yang menangis.
"Tiba-tiba kaget bangun, Ibu juga ga tahu kenapa," ujar Ibu Armand. Salma mengambil alih putranya dari gendongan mantan Ibu mertuanya. Dalam hati ada sedikit rasa curiga, karena anak-anaknya bukan tipe yang mudah terbangun saat tidur. Apalagi tangisannya bukan seperti kaget tapi marah karena merasa terganggu tidurnya.
Salma menggendong Candra berkeliling kamar, sembari bibirnya membujuk agar putranya sedikit lebih tenang. Dilihatnya Cakra masih tidur dengan pulas tidak terganggu oleh suara saudara kembarnya.
"Salma, Ibu ke toilet dulu ya." Ibu Armand segera keluar dari dalam kamar meninggalkan dirinya berdua dengan mantan suaminya. Sadar akan status mereka yang bukan lagi sebagai pasangan dan ada Tania sebagai istri sah Armand di luar kamar, membuat Salma mengatur jarak aman dari mantan suaminya.
"Mas, sebaiknya kamu temani istrimu di luar," ujar Salma. Ia berkata sambil memunggungi Armand. Terdengar langkah kaki, tapi tak ada suara pintu terbuka. Salma terkesiap saat tangan Armand melingkar di pinggangnya dan dagu pria itu diletakan di bahunya.
"Apa-apaan kamu, Mas!" Salma berusaha menghindar. Ia berusaha menekan suaranya agar tidak terdengar sampai keluar kamar dan tidak membangunkan kedua anaknya.
"Biarkan begini dulu, Salma. Mas kangen." Armand bukannya melepaskan, ia malah mempererat pelukannya.
"Lepaskan atau aku teriak," ancam Salma. Armand semakin berani, ia menghirup aroma tubuh Salma yang ada di ceruk lehernya.
"Awww!" Armand merintih saat Salma menyikut perutnya dengan sebelah tangannya, "Sakit, Salma," keluh Armand. Ia terduduk di ranjang sembari memegang perutnya.
"Jangan seperti ini, Mas. Apa yang kamu lakukan tadi bisa kuadukan sebagai perbuatan pelecehan."
"Kamu mau mengadukan aku?" tanya Armand tak percaya.
"Kita bukan suami istri lagi, tak pantas kamu berlaku seperti tadi."
"Persetan dengan segala aturan. Aku masih menginginkanmu, Salma." Armand kembali mendekati mantan istrinya.
"Salma, ponselmu bunyi terus." Kepala Bimo menyembul dari balik pintu. Matanya menatap garang pada mantan adik iparnya.
"Pegang Candra dulu." Salma menyerahkan Candra yang sudah mulai tertidur pada ayahnya.
Salma mengambil ponsel dari tangan kakaknya. Ponselnya terus bergetar menampilkan sederet nomer yang tidak dikenalnya. Armand megikuti langkahnya keluar dari kamar sambil menggendong Candra.
"Halo," sapa Salma menjawab panggilan ponselnya.
"Ini benar dengan Salma, Anggrek Bulan?" Salma memiringkan kepalanya, mencoba mengingat-ingat kembali dengan suara yang menjawab di seberang sana, "Maaf malam-malam mengganggu, mungkin kamu juga baru sampai," lanjut penelepon itu.
"Maaf, ini dengan siapa?" Salma berjalan ke arah dapur menghindari Armand yang terus mengekorinya.
"Saya, Angkasa Wiryawan. Kita bertemu di acara penghargaan kemarin."
Deg!
Salma tidak menyangka orang terhormat macam Pak Angkasa menghubunginya langsung secepat ini.
"Maaf, Saya belum menyimpan nomer Bapak jadi ga tahu." Jantung Salma berdetak kencang, entah karena ia sedang berbicara dengan orang penting ataukah ada sebab lain.
"Tidak apa-apa, memang nomer pribadi saya ini tidak banyak orang yang tahu." Salma semakin salah tingkah saat ia merasa menjadi salah satu dari sedikit orang yang mengetahui nomer Pak Angkasa.
"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya Salma pelan sembari beringsut ke halaman dan menutup pintu yang menghubungkan rumah dengan taman belakang. Ia merasa terganggu dengan kehadiran Armand yang menempel seakan ingin ikut mendengar isi pembicaraannya.
"Iya, Salma saya membutuhkan bantuanmu. Minggu depan saya ada kunjungan ke kotamu, bisakah kamu temani saya selama di sana?"
"Bapak mau datang kemari?"
"Iya, saya ada program acara lintas daerah dengan stasiun televisi lokal. Apa kamu keberatan?"
"Tidak, dengan senang hati," sahut Salma cepat tanpa berpikir terlebih dulu.
"Terima kasih banyak, Salma. Tolong disimpan ya nomer saya biar kamu tidak bingung lagi." Suara Pak Angkasa terdengar lebih santai.
"Baik, Pak."
Keduanya terdiam beberapa saat, tidak ada yang berinisiatif mengakhiri pembicaraan.
"Baik, Salma. Terima kasih," ucap Pak Angkasa akhirnya.
"Sama-sama, Pak." Salma memutus pembicaraan dan menutup ponselnya terlebih dulu.
"Siapa?" Salma terjingkat saat mendapati Armand sudah berdiri di belakangnya.
"Pak Angkasa," sahut Salma tak acuh. Ia hendak berjalan masuk ke dalam rumah.
"Siapa dia?" Armand menghalangi langkah Salma dengan tangannya.
"Siapapun dia, Mas Armand tidak perlu tahu," sahut Salma kesal.
"Aku berhak tahu kalau ada pria yang mendekati kamu."
"Ini urusan kerja," sergah Salma. Tak sabar Ia mendorong badan Armand ke samping.
"Alaah, alasan itu." Armand masih terus mengikuti langkah Salma masuk ke dalam rumah, tak mempedulikan tatapan ingin tahu Tania. Salma tidak lagi menanggapi perkataan Armand, ia mengambil Candra yang sudah pulas dalam pelukan Tia, lalu masuk ke dalam kamar.
"Mas Armand mau ngapain?" Salma terkejut saat Armand terus mengikuti dirinya masuk ke dalam kamar.
"Kita belum selesai bicara."
"Kalau mau bicara di luar, bukan di dalam kamar," ucap Salma tegas.
"Kenapa sih, aku 'kan mau dekat sama anakku juga." Bukannya keluar, Armand malah berbaring di samping Cakra.
Salma semakin geram melihat tingkah mantan suaminya yang tidak tahu diri. Ia membaringkan Candra, lalu keluar dari dalam kamar.
"Tania, ajak pulang suamimu," seru Salma dari depan pintu kamar.
"Ada apa toh Salma, Armand cuman mau ketemu anak-anaknya kok kamu persulit." Ibu Armand mulai memberikan suaranya.
"Saya tidak mempersulit, bukannya tadi Mas Armand sudah menggendong Candra. Lagi pula mereka tidur, ngapain Mas Armand ikut saya ke dalam kamar?" cetus Salma kesal. Tubuhnya yang masih lelah sehabis perjalanan jauh dari luar kota, sudah harus menghadapi drama tiga orang sumber masalah di hidupnya.
"Mas, kita pulang." Tania menghampiri Armand yang baru saja keluar dari kamar. Armand masih berdiri di samping Salma, matanya menatap sendu pada mantan istrinya itu. Tersirat kerinduan yang besar untuk memeluk Salma kembali.
"Salma, jangan mentang-mentang kamu sudah masuk TV lalu lupa sama jasa-jasa Armand," tambah Ibu Armand. Salma mengerutkan keningnya tak mengerti apa kiranya maksud mantan ibu mertuanya itu, "Ibu sangat senang sekali kalau kamu sama Armand bisa rujuk kembali demi anak-anak. Kasihan mereka masih kecil," lanjut Ibu Armand. Terlihat senyum kecil terbit dari sudut bibir Armand, ia tentu sependapat dengan Ibunya.
"Justru karena anak-anak masih kecil, saya harus menyelamatkan masa depan mereka, Bu," sahut Salma tegas.
"Apa maksudmu, Salma. Kamu kira aku membahayakan anak-anak?" Armand menarik tangan Salma menghadap dirinya.
"Secara fisik mungkin tidak, tapi mental mereka akan terganggu jika hidup dalam lingkungan keluarga yang tidak sehat." Salma mengangkat wajahnya menantang tatapan tajam Armand.
...❤️🤍...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Sandisalbiah
ini org pada putus kali urat malunya.. tambah lagi ngeyelnya minta ampun.. lagian Arkan, ibunya dan Tania ini udah pd gak waras... dikira itu Salma manusia gak punya hati apa, sesuka mereka ngerecokin hidupnya... padahal uda gak ada hak sama sekali... dasar wong edan.. 😏😏
2023-11-02
1
YuWie
gemes banget scene ini...bimo mana bimo
2023-10-28
0
Kamiem sag
🙂
2023-09-26
0