Armand berjalan dengan lunglai ke arah ruang keluarga. Ia menyalakan televisi lalu duduk di sofa. Samar-samar ia seakan mendengar suara tangisan Candra, lalu diiringi tawa Cakra dari dalam kamar. Sementara dari arah dapur hidungnya seperti mencium aroma ayam goreng dan sayur bayam, jenis masakan yang paling dikuasai oleh Salma. Suara denting alat masak dipadu dengan senandung lagu dari bibir Salma, terdengar sangat nyata di telinga Armand.
"Salmaaaa aku rinduuuuu, pulaaang, Salmaaa!" Armand sudah tak bisa menahan lagi kesedihan di hatinya. Ia meraung pilu di depan televisi yang menampilkan wajah istrinya. Tangannya mengusap layar kaca, seakan Salma bisa merasakan sentuhannya.
Armand terus menangis hingga hampir menjelang tengah malam. Ia sadar Salma sekarang sudah jauh dari jangkauannya. Benar kata Tania, sekarang ia hanya sekedar menumpang hidup pada istrinya itu. Dengan kesal Armand mematikan semua lampu dan televisi, lalu kembali ke rumah Tania.
Pagi harinya, Salma dan undangan lainnya sudah siap di lobby hotel, lengkap dengan barang bawan mereka. Pagi ini, mereka akan kembali ke kota asalnya masing-masing.
"Salma, kapan kamu main ke sini?" Bian merajuk.
"Kalau ke Jakarta lagi, jangan lupa ajak dua bocah gemesin punyamu itu, nanti aku masakin yang paling enak," ujar Jeni tidak mau kalah. Mereka berdua memang berasal dari kota yang sama, hanya Salma yang sedikit jauh.
"Doain aja ya. Aku tuh susah beradaptasi, lihat gedung tinggi aja pusing, gimana mau tinggal di Jakarta."
"Kamu kalau mau sukses di dunia hiburan, sebaiknya pindah ke Jakarta, Salma. Sayang loh, kamu sudah punya modal." Bian menunjuk penghargaan yang ia raih semalam.
"Modal ini yang belum punya." Salma memberikan menggesekan ibu jari dan telunjuknya, "Hidup di kota besar bersama dua anak dengan pendapatan yang belum pasti itu berat dan beresiko. Impianku juga ga terlalu muluk, asal anak-anakku sehat dan bisa kubesarkan dengan baik, itu sudah cukup," tutur Salma.
"Permisi." Seorang panitia menyela pembicaraan mereka, ia menarik Salma menjauh dari dua temannya, "Pak Asa minta nomer ponsel Mba Salma semalam, saya langsung kasih. Maaf ya, jangan marah saya belum sempat minta ijin takut ganggu istirahatnya Mba Salma tadi malam," bisik panitia itu.
"Ga apa-apa, mungkin masih ada urusan dari acara ini," ucap Salma santai.
Panitia itu sempat ingin menyahut tapi urung, karena semua urusan terkait konten kreator yang diundang dalam acara semalam, hanya melalui satu pintu dengan agency yang ditunjuk, tapi untuk Salma Eksekutif Director itu meminta akses secara langsung.
Salma sampai dirumah kakaknya menjelang sore hari. Kedatangannya disambut gembira Bimo serta istrinya.
"Selamat ya, Salma. Aku nontonnya kemarin jantung kayak mau copot." Tia mencium pipinya dan memeluknya erat.
"Mbakyu mu itu ribut sekali waktu kamu terima penghargaan," ucap Bimo saat adiknya mencium tangannya.
"Terima kasih. Aku ga betah di sana. Wajah Cakra sama Candra kebayang terus, ga rewel 'kan mereka, Mba?"
"Pinter semua anakmu. Mereka lagi tidur, sebentar lagi bangun mau makan," ujar Tia sembari mengamati piala dan berbagai hadiah yang di dapat oleh Salma, "Kamu mandi dulu, habis itu lihat anak-anak di kamar," titah Tia.
Salma mempercepat ritual membersihkan dirinya, setelah itu ia langsung masuk ke dalam kamar dan melepas rindu dengan memeluk dan mencium kedua anaknya.
"Besok kalau uang Mama sudah terkumpul, kita jalan-jalan ke Monas ya, Nak," ucap Salma pelan takut anaknya terbangun.
"Salma, makan dulu." Tia berbisik dari celah pintu yang terbuka.
Selagi mereka sedang menikmati makan malamnya, suara salam dari depan pintu rumah terdengar. Salma mendesah malas, ia sangat mengenali suara di balik pintu itu.
"Biar Abang yang buka." Bimo berdiri dan berjalan ke arah ruang tamu.
"Selesaikan aja makanmu, ada Abangmu sama Mba di sini. Kamu ga usah khawatir." Tia menahan tangan Salma yang sudah hendak berdiri dari kursi.
Salma tetap melanjutkan makannya walau sudah kehilangan selera. Keningnya berkerut saat tidak hanya suara Armand yang terdengar, tapi Tania dan mantan ibu mertuanya pun juga datang.
Terdengar sedikit ada perdebatan di ruang tamu. Sepertinya Bimo melarang mereka untuk terus masuk ke dalam rumah. Salma menghentikan makannya, dan memilih ikut bergabung di ruang tamu sebelum terjadi keonaran di sana.
"Salmaaa, anakku." Mantan Ibu mertuanya langsung menghambur dan memeluk Salma begitu ia muncul dari dalam rumah, "Ibu kangen, Nak. Gimana kabarmu?" Salma meringis mendengar nada halus dari suara Ibunya Armand.
"Baik, Bu," sahut Salma singkat.
"Kamu baru sampai dari Jakarta, ya. Pasti capek, ini Ibu bawakan makanan kesukaanmu." Ibu Armand menyerahkan satu susun rantang ke tangan Salma.
"Maaf, saya ga sempat beli oleh-oleh karena acaranya padat."
"Oww, ga apa-apa. Kamu sehat saja, kami sudah senang ya." Ibu Armand menepuk kaki putranya memberi kode. Armand mengangguk sembari tersenyum, sementara Tania seperti tersiksa ada di sana.
"Iya, Salma. Aku semalam lihat kamu di televisi. Kamu hebat, aku ikut bangga." Armand memandangnya penuh kerinduan.
"Terima kasih," ucap Salma.
"Cucu-cucuku di mana, Salma?"
"Lagi tidur." Salma menunjuk sebuah pintu.
"Ibu boleh lihat?" Salma mengagguk menanggapi, "Armand, kamu ga sekalian lihat anak-anakmu?" Ibu Armand menyenggol lengan putranya.
"Aku boleh lihat anak-anak, Salma?" pinta Armand.
"Boleh, silahkan Mas." Salma membiarkan Ibu dan mantan suaminya berjalan masuk ke arah kamar. Mereka membiarkan Salma hanya berdua dengan Tania di ruang tamu.
"Kapan waktu persalinan?" tanya Salma basa-basi.
"Dua bulan lagi," sahut Tania lirih.
"Salma," panggil Tania setelah mereka berdua terdiam agak lama, "Sekali lagi aku minta maaf. Tidak bisakah kita seperti dulu lagi? Kita bisa mulai lagi dari awal, kamu bisa rujuk dengan Mas Armand lalu kita sama-sama bangun rumah tangga yang bahagia. Aku yakin kita bisa, Salma. Kita sudah saling mengenal baik sejak dulu." Tania memaparkan dengan begitu semangat.
Salma menatap miris pada sahabatnya yang rela membagi suaminya. Namun ia bukan Tania, ia tidak bisa dan tidak akan mau jika pasangan hidupnya membagi kasih dengan wanita lain.
"Cukup, Tania. Nikmatilah pencapaianmu. Aku tahu kamu sudah berjuang keras selama ini untuk memikat hati ayah anak-anakku. Bagaimana rasanya? nikmat? semoga sebanding dengan jerih payahmu dan segala pengorbananmu," sindir Salma.
Belakangan ia baru mengerti, Tania begitu baik padanya karena ada sesuatu yang ia inginkan. Hampir setiap hari mengirimkan makanan, berbincang hingga larut malam, menawarkan bantuan menjaga kedua anaknya sampai memberi modal usaha di saat Armand di PHK.
"Aku tahu kamu kesepian, Salma. Kamu masih mencintai Armand 'kan?" desak Tania. Salma sedikit terkekeh mendengar pertanyaan sahabatnya itu.
"Aku tidak pernah kesepian, Tania. Aku punya empat malaikat tak bersayap di hidupku sekarang. Mereka selalu tulus tanpa mengharapkan sesuatu."
"Salma, sini dulu, Nak." Ibu Armand memanggilnya dari celah pintu kamar si kembar.
...❤️🤍...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Maya lim
drama ikan terbang
2023-11-07
0
Sandisalbiah
manusia² munafik kek mereka bagus di jauhi saja Sama.. biar gak ketularan dan kecipratan buruknya... 🙄🙄
2023-11-02
3
Kamiem sag
mertua pecundang
labil
jangan percaya dgn apapun yg keluar dari mulut induknya Armand binatang itu Sal
2023-09-26
1