Suara dari atas panggung, meminta semua undangan agar segera menempati kursi yang tersedia. Sebanyak 50 pegiat sosial media yang menginspirasi, diundang dan sebagian dari mereka akan mendapat penghargaan.
"Siaran langsung loh." Bian menunjuk sekelompok kru berseragam salah satu televisi swasta.
Beragam acara hiburan diisi oleh penyanyi terkenal ibukota, membuat Salma ingin menangis terharu. Dia dulu juga sering membawakan acara yang disiarkan televisi di daerahnya, dan ia sedang membayangkan dirinya sedang berdiri dan memegang mikrofon di atas panggung yang megah di depan sana.
"Salma, Salma!" Bian dan Jeni menggoyangkan badannya, tapi ia masih tenggelam dalam lamunannya. Namun saat lampu sorot mengarah ke wajahnya, Salma mulai tersadar.
"Kenapa?" Ia semakin terkejut saat melihat wajahnya yang kebingungan tampil di layar besar yang ada di atas panggung.
"Maju." Bian menarik dan mendorongnya tidak sabar.
"Selamat ya, kamu salah satu dari tiga yang terbaik." Jeni memeluknya dengan erat.
Suara gemuruh tepuk tangan mengiringi langkahnya naik ke atas panggung. Matanya terus tertuju ke arah layar yang menampilkan video miliknya yang ia bagikan di sosial media. Dua orang lainnya sudah berdiri menunggunya di atas panggung.
"Dipersilahkan Bapak Angkasa Wiryawan, untuk menyerahkan penghargaan bagi tiga konten kreator berbakat yang sangat menginspirasi." Pembawa acara wanita cantik mengarahkan seorang pria gagah yang duduk di kursi utama.
Dari tempatnya berdiri di atas panggung, Salma bisa melihat kedua teman barunya melambai-lambaikan tangan dengan semangat. Kilatan lampu kamera dan lampu sorot yang mengarah ke atas panggung membuatnya sedikit kesulitan melihat apa yang terjadi di bawah panggung.
Pak Angkasa Wiryawan atau Pak Asa, menaiki panggung diiringi oleh dua wanita yang membawa nampan. Salma hampir tidak mengenali pria yang berdiri di hadapannya itu. Pak Asa tampak berwibawa dan sangat matang dalam balutan jas berwarna hitam. Penampilannya sangat jauh berbeda saat mereka bertemu di restoran hotel tadi pagi.
"Salma 'Anggrek Bulan,' selamat ya." Pak Asa tersenyum saat membaca nama panggungnya di piala penghargaan sebelum diserahkan ke tangannya.
"Terima kasih." Saat Pak Asa mengulurkan tangan, Salma menolak dengan mengatupkan kedua tangannya di depan dada.
Tatapan Pak Asa terus mengiringi Salma sampai kembali ke tempat duduknya. Pak Asa sebagai salah satu pemrakarsa acara ini, menyampaikan beberapa ucapan di atas panggung. Matanya tetap lurus mengarah ke deretan bangku di mana Salma duduk.
"Jen, kamu ngerasa ga sih kalau Pak Asa lihatin kita terus?" Bian menyenggol lengan Jeni.
"Perasaan kamu aja, Pak Asa itu berdiri jauh di depan jadi kelihatannya aja lihat kemari terus."
Tapi tidak dengan Salma, ia tahu betul Pak Asa sedang menatapnya dengan tajam. Bangku yang ia duduki seketika terasa panas dan banyak jarum. Rasanya ingin segera berdiri dan pergi dari sana.
Empat jam lamanya acara mewah itu berakhir. Satu jam setelahnya diisi dengan sesi foto wartawan dan para artis. Tentunya para undangan tidak akan melewatkan hal ini untuk dipamerkan di media sosial. Begitu juga dengan kedua teman baru Salma, mereka menarik tangan Salma kesana kemari untuk berfoto dengan orang ternama ibu kota.
"Iiih, itu Rasya Ahmad sama Gaby Slavina." Bian menggeret Salma dan Jeni untuk kesekian kalinya.
"Pelan-pelan, Bian," keluh Salma, "Aduh!" Salma jatuh dengan lutut lebih dulu menyentuh lantai. Tangannya yang penuh dengan piala, hadiah serta tas tangannya, membuatnya tidak sempat meraih tangan Jeni yang ada di sampingnya.
"Kamu tidak apa-apa?"
Mata Salma tertuju pada sepatu hitam mengkilat di depannya. Perlahan kepalanya tengadah menatap pemilik sepatu dan suara berat nan seksi. Pak Asa menatapnya khawatir dengan tangan terulur.
"Maaf, Salma." Bian tampak malu dan merasa tidak enak pada Salma.
Salma membiarkan tangan Pak Asa tergantung, ia memilih meraih tangan Bian dan Jeni yang juga terulur padanya. Merasa diacuhkan, Pak Asa membantu mengambil barang milik Salma yang tercecer di lantai.
"Terima kasih, Pak. Maaf sudah membuat malu." Salma tertunduk karena saat itu kamera wartawan kembali mengarah ke wajahnya. Ia sudah bisa membayangkan moment memalukan itu akan tersebar di media sosial.
"Tidak apa-apa, anggrek bulan. Hati-hati, gaunmu panjang nanti bisa tersandung lagi." Salma menyengir mendengar sebutan Pak Asa untuknya.
"Mba Salma waktunya wawancara." Seorang panitia mengarahkan Salma ke sudut khusus di mana dua peraih penghargaan lainnya sudah duduk di sana bersama dengan Vincent, pembawa acara terkenal televisi swasta.
Vincent sebagai pembawa acara kondang, melontarkan pertanyaan-pertanyaan pada Salma dan kedua pemenang lainnya dengan luwes dan akrab.
"Salma, dari mana ide menggunakan nama Anggrek Bulan?"
"Yang memberikan nama sebetulnya dari pengikut saya di media sosial, awalnya saya suka bersenandung lagu lawas yang berjudul Setangkai Anggrek Bulan. Itu lagu favorite Mama saya," jelas Salma tersipu.
"Saya sudah lihat loh, suara Mba Salma ini kalau cover lagu merdu sekali. Gawat nih yang punya lagu bisa minder kalau dengar," seloroh Vincent menggoda.
"Bisa aja, saya menyanyi hanya sekedar hobi." Salma tertawa malu.
"Suami Mba Salma pasti senang nih dinyanyikan terus," tambah Vincent. Sontak senyum ceria Salma hilang dari wajahnya, "Suami sama anak-anak ikut menemani ke Jakarta?" tanya Vincent yang belum menyadari perubahan raut wajah Salma.
"Tidak. Anak-anak di rumah," jawab Salma datar.
"Suami?" lanjut Vincent. Wajah Salma mulai tegang, semua mata dan kamera mengarah ke satu titik menanti jawabannya.
Angkasa yang lebih dulu sadar akan perubahan Salma, memberi kode pada Vincent agar mangganti topik selanjutnya.
"Eemm ... rencana Mba Salma ke depan apa nih? apa ada rencana pindah ke ibu kota?"
"Masih belum." Salma menggeleng lalu menunduk. Ia sudah kehilangan selera menjawab pertanyaan pembawa acara. Vincent memahami nara sumbernya sudah tidak ingin ditanya lagi, ia mengalihkan pertanyaannya ke pemenang selanjutnya.
Sementara itu di tempat asal Salma, Tania dan Armand tengah bertengkar hebat. Armand marah besar pada istrinya karena dengan lancangnya mematikan televisi di saat ia sedang menonton mantan istrinya menerima penghargaan.
"Sekali lagi kamu usik kesenanganku, aku tidak akan segan meninggalkanmu," ancam Armand.
"Tinggalkan saja. Aku tidak pernah takut dengan ancamanmu. Justru kamu yang harusnya khawatir kutinggal. Makan aja masih numpang!" sembur Tania tak kalah garang.
"Kurang ajar!" Armand sudah bersiap akan menampar istrinya, tapi melihat perut Tania yang sudah besar ia kembali menurunkan tangannya.
"Kalau mau nonton gratis, nonton aja di rumahmu sendiri," usir Tania. Dengan memendam rasa jengkel, Armand keluar dari rumah dan menyebrang ke rumah lamanya.
Di pagar rumah tempat ia dan Salma tinggal dulu, tergantung spanduk bertuliskan rumah dalam sitaan bank. Armand membuka pagar dan menghempaskannya dengan kesal. Ia mengedarkan pandangannya ke setiap sudut rumah lamanya. Semuanya masih sama seperti saat Salma dan kedua anaknya pergi dari rumah.
Salma ....
...❤️🤍...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
𝐵💞𝓇𝒶𝒽𝒶𝑒🎀
help cosplay jadi sultan Andara Raffi Ahmad dan Nagita Slavina 😭😭😭😭
2023-11-12
1
YuWie
helehhh..baru kerasa kan nasibmu
2023-10-28
3
Kamiem sag
selamat menikmati hidup dgn mantan lontemu Armand
2023-09-26
1