"Kamu yakin?" Bimo, abang satu-satunya menatap Salma dengan ragu.
"Menurut Abang, aku harus bertahan?" Salma balik bertanya.
"Bukan begitu maksud Abang. Apa kamu sudah memikirkannya dengan matang? Pria itu yang kamu pilih sendiri. Dia yang kamu cintai sepenuh hati, hingga dulu kamu rela melepas semua apa yang sudah kamu punya," papar Bimo.
Salma tertunduk diingatkan bagaimana kukuhnya dia berdiri di depan keluarganya mengatakan, kalau Armand adalah pria yang baik dan akan menjadi kepala rumah tangga yang bertanggungjawab.
"Aku yakin, tolong jangan goyahkan keputusanku."
"Baiklah, kalau kamu sudah memantapkan hati untuk berpisah. Abang dan Mbakmu hanya bisa mendoakan semoga lancar segala urusan dan proses persidanganmu."
"Aku titip anak-anak ya, Mba." Salma mengecup kepala dua putranya, lalu pergi untuk mendaftarkan berkas gugatan cerainya ke kantor Pengadilan Agama di kotanya.
Keluar dari gedung kantor Pengadilan Agama, ia merasa ada batu besar yang terangkat dari dadanya. Tanpa disadari sepanjang perjalanan pulang, ia terus menebarkan senyum pada semua orang yang ia lewati.
"Sepertinya lancar. Kelihatan dari senyummu, " goda Tia, Kakak Iparnya yang belum mempunyai anak dari pernikahannya dengan kakaknya tampak senang bermain dengan kedua anaknya.
"Demi anak-anak, Mba. Aku ga mau mereka tumbuh besar dalam lingkungan yang tidak sehat."
"Separah itu?"
"Entalah, Mba. Sekarang Mas Armand sangat jauh berbeda. Kalau dulu dia bermain-main dengan wanita penghibur, aku masih bisa berusaha tutup mata walau ada resiko penyakit yang bisa dia tularkan padaku. Tapi setelah dia menikah dengan sahabat baikku, Mas Armand seolah lupa aku masih istrinya. Mas Armand juga lupa kalau Candra dan Cakra juga anaknya. Keberadaanku di sana tidak lebih dari pekerja rumah tangga untuk Tania."
"Keterlaluan sekali. Dia tidak bersyukur punya istri cantik dan dua anak yang ganteng-ganteng ini." Tia mencium gemas pipi si kembar.
"Cerminan manusia yang tidak ada puasnya," timpal Bimo yang tiba-tiba masuk ke dalam rumah membawa amplop coklat berukuran sedang, "Punyamu." Bimo menaruh amplop itu di atas meja.
"Punyaku?" Salma mengambil dan membuka amplop yang kakaknya berikan, "Uang apa ini, Bang?" Salma terkejut saat melihat lembaran uang berwarna merah dan biru di dalam amplop.
"Uangmu."
"Abang bercanda, dari mana aku punya uang sebanyak ini." Salma menaruh kembali amplop coklat itu keatas meja.
"Itu benar uangmu. Pembayaran kontrak enam rumah yang dibangun di atas tanah milikmu," jelas Bimo.
Salma menutup mulutnya yang terbuka. Ia sungguh tidak menyangka di saat sedang pusing memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan dua putranya, ternyata ia masih mempunyai sumber pemasukan yang lain.
"Aku sempat lupa kalau masih punya tanah dari Ayah," ujar Salma terharu. Ia mengambil kembali amplop dari atas meja.
"Itu rejeki untuk anak-anakmu, pergunakan dengan baik. Kamu bisa mulai kerja atau usaha kecil-kecilan. Jangan pikirkan Cakra dan Candra, ada Mba yang menjaga mereka."
Di benak Salma sudah terancang sempurna akan apa yang akan dilakukan selanjutnya. Ia akan kembali menjadi Salma 'Anggrek Bulan', nama panggungnya yang sudah dikenal banyak orang.
Salma mulai mengaktifkan sosial medianya. Tawaran menjadi influencer produk semakin deras berdatangan. Penampilan yang menarik di dukung kemampuannya berkomunikasi, membuat nama Salma kembali melejit di dunia sosial media.
Dering ponsel Salma memanggil saat ia sedang menyiapkan sebuah konten produk jualan milik pelanggan. Ia menarik nafas panjang sebelum mengangkat panggilan dari Armand.
"Apa maksudmu, Salma? berani-beraninya kamu mengguggat cerai?" Suara penuh amarah dari pria yang masih menjadi suaminya terdengar sangat keras di telinganya. Rupanya Armand baru menerima surat panggilan sidang cerai yang pertama.
"Bukannya aku sudah pernah bilang, kalau aku meminta pisah dari kamu," sahut Salma tenang. Ia sudah mempersiapkan menghadapi hari ini.
"Aku tidak pernah mengijinkan kamu melakukan ini, Salma. Sekarang cabut gugatanmu!" titah Armand. Salma terkekeh pelan, perintah Armand terdengar sangat lucu menurutnya.
"Atas dasar apa kamu minta aku mencabut gugatanku, sedangkan aku punya hak untuk mengajukan cerai."
"Aku suamimu dan kamu harus menuruti perintahku!"
"Ya benar, Mas Armand masih suamiku, tapi setelah menjalani persidangan status itu akan hilang jadi tak perlu khawatir," ucap Salma. Ia berusaha agar suaranya terdengar tegar dan tidak bergetar.
"Salmaaa!" Suara Armand di seberang sana lebih terdengar seperti orang yang frustasi dari pada marah, "Kita harus bicara." Armand langsung menutup ponselnya tanpa memberikan kesempatan istrinya mengucapkan kata penolakan.
Tidak butuh waktu lama untuk Armand sampai di rumah Bimo. Pria itu tampak kusut dan kacau. Salma menerima suaminya dengan baik. Sebelum kedatangan suaminya, ia sudah mempersiapkan hati serta fisiknya agar mampu menghadapi dan tetap tegar dengan pendiriannya. Salma sadar dalam proses perceraiannya, situasi seperti ini tidak mungkin ia hindari. Akan banyak air mata dan emosi yang tertumpah selama perjuangannya.
"Silahkan diminum, Mas." Salma menaruh dua cangkir teh hangat di atas meja.
"Aku kesini untuk bicara dan mengajak kamu pulang, Salma bukan untuk berkunjung."
"Kamu tidak menanyakan kabar Cakra dan Candra, Mas? Satu bulan tidak bertemu, sekalipun kamu tidak menanyakan kabar mereka dan aku. Jika tidak ada surat panggilan sidang, mungkin kamu lupa kalau aku masih istri sahmu," ucap Salma dengan suara bergetar.
Armand nampak tersadar dengan ucapan Salma. Setelah kedatangannya ke rumah kakak Salma saat tahu istrinya itu pergi dari rumah, ia sama sekali tidak sempat berkirim pesan apalagi datang kembali hanya untuk sekedar menengok dua putranya. Kehamilan Tania yang lemah, membuat waktu, tenaga serta perhatiannya terkuras habis.
"Gimana kabar Cakra dan Candra, mereka sehat?" tanya Armand dengan suara merendah.
"Sehat," sahut Salma singkat karena ia tahu pertanyaan itu hanya sekedar basa-basi.
"Kita tidak boleh berpisah, Salma. Ada Cakra dan Candra, kamu ga kasihan sama mereka?" Armand mulai kembali ke tujuan awal ia datang.
"Kenapa tidak boleh? Justru aku sayang dengan anak-anakku, makanya aku minta kita berpisah," ucap Salma.
Ia semakin yakin dan mantap dengan keputusannya, setelah melihat Armand sepertinya tidak merindukan kedua anaknya. Armand menanyakan kabar Cakra dan Candra, karena di sindir olehnya. Bahkan meminta bertemu pun tidak, padahal suaminya itu pasti mendengar gelak tawa anak-anak dari dalam kamar.
"Apa maksudmu, Salma? kau anggap aku bukan orang tua yang baik untuk mereka?"
"Jadi Mas merasa sudah menjadi orang tua yang baik untuk Cakra dan Candra? Aku tidak mau menilai, cukup Mas saja yang menilai bagaimana selama ini sikap dan kepedulian Mas pada mereka."
"Aku tahu kamu hanya cemburu pada Tania, kenapa kamu tidak bisa menerima dia sebagai istriku juga?" suara Armand mulai meninggi lagi.
"Aku memang tidak bisa dan tidak mau menerima dia atau siapapun wanita lain di dalam rumah tangga kita. Kalau Mas bilang aku cemburu, aku katakan YA! aku memang cemburu, karena aku masih punya hati." Salma menatap lurus ke arah bola mata Armand. Ia ingin menyampaikan, kalau selama ini ia menahan rasa sakit yang sangat.
...❤️🤍...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Aiur Skies
👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
2023-10-30
0
YuWie
cinta memang buta ya Sal..ternyata armand jg suka jajan pantesan digoda Tania langsung klepek2... Nasibmu Sal kurang ajar mbek mas mu Bimo, kamu sia2kan wakil bapakmu yo akhirnya kamu disia2kan suamimu..untunge saiki wis sadarŕ
2023-10-28
1
Kamiem sag
🤭🙂😃🤣
2023-09-26
0