Hanya Salma yang dapat melihat senyum masam dari bibir Tania. Tidak ada rasa sayang sebagai sahabat lagi pada Tania. Di mata Salma, sahabatnya itu tak lebih rayap yang menggerogoti hubungannya dengan Armand. Bagaimana tidak, Tania sudah sangat tahu luar dalam dan kebiasaan Salma dengan Armand. Kelemahan dan isi hati Salma ia juga tahu, dan itu semua dijadikan senjata untuk menikam Salma secara perlahan.
Salma masuk ke dalam rumah, tak mempedulikan panggilan suaminya. Hatinya sakit menerima kenyataan bahwa sahabat dan suaminya sudah bermain api sejak lama. Tania masuk ke dalam kamar merebahkan Candra yang tertidur sejak dari rumah sakit. Sedangkan Cakra yang tadinya digendong Bu Laili, ia biarkan bermain sebentar di depan televisi.
"SALMA!" Dari halaman Armand sudah memanggil istrinya dengan suara keras.
"Paaa ... Papaaaa." Cakra yang lebih dari seminggu tidak bertemu dan mendengar suara Papanya, berlari keluar menghampiri.
"Minggir dulu." Tubuh kecil yang baru belajar berjalan itu jatuh terduduk saat Armand menepis tangan mungil yang ingin menggapainya. Rasa sakit di pan tat dan terabaikan membuat Cakra menangis keras, "Berisik! laki-laki itu ga boleh cengeng!" hardik Armand. Bukannya mereda, tangis Cakra semakin nyaring mengundang saudara kembarnya terbangun dan ikut menangis kencang.
"Kamu apakan Cakra?" Salma keluar dari kamar dengan menggendong Candra yang ikut menangis karena kaget.
"Maaa ...." Cakra dengan tertatih menghampiri Salma sambil menangis.
"Aku ga apa-apakan dia kok. Kamu aja yang ga bisa ajarin anak laki, jadinya cengeng," sembur Armand, "Aku kesini mau bilang sama kamu. Tania sedang hamil, kandungannya sedikit lemah jadi kamu harus lebih sering bantu dia di dapur," ujar Armand.
"Lalu apa fungsinya kamu?" tantang Salma.
"Aku cari pelanggan baru biar usaha kita berkembang."
"Usaha kita? aku sama sekali tidak merasa memiliki usaha kateringmu bersama Tania. Di sana aku bekerja dan hanya digaji seikhlas hati istri keduamu itu!"
"Aahhh! kamu itu selalu uaaannngg aja yang dibicarakan. Namanya juga merintis, kamu harus sabar pengeluaran kita ini jauh lebih besar dari pemasukan. Kamu itu harusnya bersyukur, sudah ga punya kemampuan apa-apa masih bawel!" Armand sama sekali tidak melihat kerepotan istrinya yang sibuk menenangkan Candra dan Cakra yang terus menangis.
"Haruskah aku percaya kalau pengeluaran usaha lebih besar dari pada pemasukan, sedangkan ada mobil baru di rumah Tania?"
"Mobil itu untuk operasional, Salma! mobil itu juga masih menyicil, jauhkan rasa irimu pada Tania dia sahabatmu dan sekarang dia istriku juga," sergah Armand. Suami Salma itu menghindari beradu tatap dengan istrinya karena apa yang diutarakannya tentang mobil merupakan kebohongan.
"Omong kosong! aku sudah tidak bisa mempercayaimu, Mas." Semakin sakit hati Salma, di saat ia banting tulang bekerja di rumah Tania untuk membayar tagihan listrik, air serta untuk makan dan kebutuhan sehari-harinya bersama kedua anaknya, Armand dan Tania malah hidup bergelimang harta.
"Terserah kau sajalah!" Armand mengibaskan tangannya dan keluar dari rumah.
Salma memandang Cakra yang menangis sembari memeluk kakinya. Tatapan Cakra yang merindukan pelukan Papanya, mengiris hatinya.
Kamu boleh menyakitiku sampai aku tak sanggup berdiri lagi, tapi jika anak-anak yang kau lukai aku yang berdiri paling depan membela mereka, Mas.
"Cakra, kita pergi?" Seakan mengerti perkataan Mamanya, Cakra menganggukan kepala dengan wajah sedih.
Salma membawa kedua anaknya ke dalam kamar. Ia tidurkan Candra yang masih lemas di atas ranjang. Tekadnya sudah bulat untuk pergi dan mengajukan cerai pada suaminya.
Salma meringkas semua barang yang sekiranya penting baginya dan kedua putra kembarnya. Ia tidak membawa satupun barang dari hasil kerja suaminya.
Setelah gelap dan yakin di luar sudah sepi, Salma segera memesan taxi online. Kunci rumah ia titipkan pada Bu Laili tetangganya.
"Kamu mau kemana?"
"Saya ga kemana-mana, Bu. Tempat saya selain di sini hanya di rumah kakak saya."
"Kalau Armand dan ibu mertuamu mencarimu, saya harus bilang apa?"
"Saya yakin dia tahu saya di mana. Ibu bilang aja ga tahu," ujar Salma sembari tersenyum.
"Baiklah, saya ikut senang kalau kamu dan anak-anak bisa lepas dari suamimu. Mungkin saya terdengar jahat, tapi saya yang lihat tiap hari kamu diperlakukan semena-mena sungguh ga tega." Bu Laili mengusap-usap punggung Salma.
"Iya, Bu jika saya saja yang tersiksa tidak apa-apa. Saya masih tahan, tapi kalau anak-anak yang disakiti saya tidak bisa diam," ujar Salma geram.
"Pergilah, Nak. Ibu doakan kamu dan anak-anak sehat selalu." Bu Laili ikut membantu Salma menaikan barang ke dalam mobil.
Cakra yang tubuhnya lebih sehat, berdiri di atas kursi sembari melambaikan tangan pada semua benda yang mereka lewati. Senyum bahagia pada wajah bocah polos itu, membuat hati Salma terhibur. Putranya itu tentu tidak tahu mengapa mereka keluar dari rumah meninggalkan Papanya.
Maafkan Mama, bukan inginnya Mama menjauhkan kalian dari Papa. Kalau kalian sudah besar, Mama harap kalian mengerti mengapa Mama melakukan ini. Salma mengusap dan mengecup kepala Cakra dan Candra penuh kasih.
Hampir satu jam perjalanan, Salma dan kedua putra kembarnya sampai di ujung kota. Taxi online yang mereka tumpangi berhenti di depan rumah sederhana dengan halaman yang luas.
Salma meminta sopir taxi online agar menunggu sebentar. Ia menarik nafasnya perlahan. Sejak Salma memutuskan menikah dengan Armand, hubungan antara kakak kandungnya itu meregang.
Bimo kakak kandung satu-satunya, dengan tegas menolak pernikahannya dengan Armand tanpa alasan yang jelas. Kakaknya itu hanya mengatakan, dia sebagai sesama pria dapat melihat ketidaktulusan dari Armand.
Armand dan Bimo sempat bersitegang sebelum mereka menikah. Bukannya berusaha mengambil hati calon kakak iparnya, Armand malah menertawakan Bimo yang belum dikarunai anak di pernikahannya yang menginjak lima tahun dan juga pekerjaannya sebagai mandor pekerja bangunan yang di mata Armand rendah.
Rasa sayangnya pada adik satu-satunya, membuat Bimo mengalah dan hadir di acara pernikahan keduanya. Setelah itu Salma baru bertemu lagi dengan Bimo di pemakaman Ayahnya, itupun mereka tidak saling menyapa.
Wajar sekarang ia merasa berat dan malu berdiri di depan rumah kakaknya dengan hati hancur karena perbuatan suaminya.
Tanpa mengetuk pagar, Tia istri Bimo ternyata sudah mengetahui ada seseorang di depan rumahnya dari suara kendaraan yang belum dimatikan.
"Salma?" Tia yang berprofesi sebagai bidan, tergopoh-gopoh membuka pagar dan mengambil alih Cakra dari gendongan Salma, "Kamu hanya bertiga?" Mata Tia mencari-cari sosok di dalam mobil.
"Iya, Mba," sahut Salma dengan kepala tertunduk.
"Masuk dulu, kasihan anak-anakmu kedinginan di luar." Tia dengan sigap membawa Cakra dan mendudukkannya di atas sofa lalu kembali lagi mengambil barang milik Salma dari dalam mobil.
"Ada apa, Salma?" Tia memperhatikan barang bawaan adik iparnya yang tidak seperti orang sekedar berkunjung.
...❤️🤍...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Aiur Skies
pelajaran untuk kita semua, jangannpernah curhat pada manusia, curhat lah pada si Pemilik Jasad dan Ruh kita yaitu Alloh azza wa jala🙏🏻❤❤❤
2023-10-30
1
Kamiem sag
Alhamdulillah puji Tuhan semesta alam yg menggerakkan hati Salma keluar dari rumahnya
semangat Sal
2023-09-26
0
Arin
setan tuh si Armand sm mamnya,tunggu aja karmamu😡
2023-09-11
0