Salma bergerak maju mundur di dalam kamar sambil menggendong Candra yang sedang panas tinggi. Salah satu anak kembarnya ini tiba-tiba mengalami demam dan tidak mau lepas dari pelukannya. Semakin malam semakin tinggi hawa tubuhnya, membuat Salma semakin panik. Sekali lagi ia menekan nomer ponsel suaminya dan Tania, tapi tidak satupun yang menjawab.
Diintipnya rumah Tania dari jendela kamar. Letak kamar Tania yang berada di depan, membuat Salma dapat melihat lampu kamar yang masih menyala. Dengan Candra yang masih di pelukannya, Salma segera pergi ke rumah sahabat yang sekarang menjadi madunya itu.
"Maaass ... Taniaaa." Salma menggoyangkan pagar yang terkunci berharap penghuni rumah segera keluar. Malah lampu kamar yang semula menyala, terlihat sudah padam. Tangis Candra yang semakin kencang, membuat Salma tambah kalut.
"Kenapa Candra, Mba?" Kakinya sudah melangkah ke rumah ibu mertuanya saat tetangga sebelah rumahnya keluar.
"Panas, Mba."
"Ga dibawa ke dokter?"
"Maunya, tapi ...." Salma melirik ke arah rumah Tania yang sudah gelap.
"Saya antar." Wanita paruh baya itu sangat mengerti kondisi rumah tangga Salma. Posisi rumah yang dekat, membuatnya sering melihat Salma diperlakukan tidak adil oleh suaminya.
"Saya ambil Cakra dulu, Bu." Ibu Laila segera mengambil Candra yang terus bergerak gelisah dalam gendongan ibunya. Sementara Salma mengambil Cakra dari kamar, Bu Laila memanggil anaknya untuk mengantar mereka ke rumah sakit.
Sampai di rumah sakit, kondisi Candra mengharuskan balita usia satu tahun itu menjalani rawat inap. Salma terpaksa menjaga Candra dengan membawa Cakra sekaligus.
"Kamu ga apa-apa bawa Cakra tidur di rumah sakit?" Bu Laila memandang trenyuh.
"Ga apa-apa, Bu. Bagaimana lagi, Cakra terkadang masih butuh ASI."
"Ibu pulang ya, kalau butuh bantuan jangan segan telepon Ibu." Sejenak Bu Laila terdiam sembari menggenggam tangan Salma, "Kamu dan anak-anak berhak bahagia, Ibu ga tega lihat kamu seperti ini," lanjut Bu Laila
Paginya, Salma kembali pulang ke rumah menemui suaminya untuk meminta uang biaya pengobatan Candra.
"Mas ...." Salma menghampiri Armand yang duduk di teras sembari menikmati kopinya.
"Jam berapa ini kamu baru datang?" Bukannya menanyakan keadaan Candra, Armand malah memarahinya karena terlambat bekerja.
"Candra di rawat di rumah sakit. Aku minta uang buat bayar biaya rumah sakit sama mau beli obat," ujar Salma sembari menggendong Cakra.
"Minta sama Tania," ujar Armand tak acuh. Matanya sulit beralih dari layar ponselnya.
"Kok Tania? aku 'kan mintanya sama kamu, Mas? Ini untuk Candra, bukan untuk aku." Salma yang lelah badan dan hatinya sudah tidak bisa menahan laju air matanya.
"Aku 'kan sekarang usaha sama Tania, jadi keuangan semua dia yang pegang. Yaaang, sayaang ... sudah siap belum?" Armand berteriak memanggil Tania. Panggilan mesra yang dulu untuknya, sekarang beralih pemilik.
"Sudah, yuk jalan." Tania muncul dari dalam rumah dengan pakaian siap jalan.
"Kamu kasih dulu Salma uang gajinya bulan ini."
"Uang gaji? ini untuk Candra, Mas!"
"Ini belum akhir bulan, dua hari berturut-turut juga kamu hanya setengah hari kerjanya." Tania mengeluarkan empat lembar uang berwarna biru dari dalam dompetnya.
Salma merasa terhina, selama ini ternyata suami dan madu yang berkedok sahabatnya itu menganggapnya tak lebih dari seorang pembantu. Ia masih membiarkan tangan Tania melayang dengan memegang lembaran uang.
"Mau terima ga? kalau ga mau tinggalkan aja, Yang!" seru Armand dari dalam mobil. Tangan Salma bergetar saat menerima lembaran uang dari tangan Tania.
"Aku mau ke dokter kandungan dulu, tolong kamu cuci piring ya," ucap Tania sebelum masuk ke dalam mobil. Walaupun ada senyum di wajah sahabatnya itu, Salma bisa melihat sisi iblis dari wanita itu. Tangannya mengepal meremas lembaran uang yang diberikan Tania.
Salma mengabaikan permintaan Tania untuk mencuci piring, ia kembali pulang ke rumahnya untuk mengambil baju bersih Candra. Ditaruhnya Cakra yang sedang tertidur di atas ranjang.
Saat mengambil baju milik Candra, mata Salma terpaku pada tas hitam berisi surat-surat penting miliknya dan Armand. Dibukanya dan diambilnya sertifikat rumah yang ia tinggali sekarang.
Ingatannya melayang saat awal pernikahan mereka. Sifat Armand yang tak mau dipandang rendah oleh orang lain, membuat suaminya itu menolak pemberian tanah dari Ayahnya dengan angkuh. Armand saat itu mengatakan kepada Ayahnya, bisa menghidupi Salma bahkan memberikan tempat tinggal yang layak tanpa harus dibantu oleh orangtua.
Saat itu sikap Armand di mata Ayah, Ibu dan dirinya juga bagaikan pria idaman yang bertanggungjawab. Ternyata semua itu hanyalah kedok untuk menutupi kesombongannya.
Salma mengusap sertifikat rumah bertuliskan namanya sebagai pemilik. Teringat lagi pesan berantai yang masuk bagaikan air bah ke ponselnya dari penagih hutang pinjaman online. Armand yang berhutang ia yang harus menanggung bebannya.
Salma segera pergi dengan membawa sertifikat rumah di dalam tasnya. Situasi genting dan ekonomi yang sulit, membuatnya gelap mata. Salma membawa sertifikat itu untuk digadaikan berapapun dapatnya, untuk ia bayarkan biaya rumah sakit dan membayar pinjaman tagihan suaminya.
Seminggu Cakra di rumah sakit, tak sekalipun suaminya datang menjenguk putranya. Bahkan ketika pulang dari rumah sakit, Salma mendapati rumah Tania penuh dengan tamu.
"Ada acara apa, Bu?" tanyanya pada Ibu mertuanya yang baru keluar dari rumah Tania.
"Kamu itu kemana aja? kita repot di rumah, kamu malah keluyuran." Bukannya menjawab, Ibu mertuanya malah menyemburnya di depan para tamu.
"Salma jaga Candra di rumah sakit, Bu. Cucunya sakit, neneknya kok malah ga tahu." Bu Laila yang menjemput Salma dan kedua anaknya, menjawab pertanyaan ibunya Armand dengan ketus.
"Eh, lancang! dia ini yang ga kasih tahu saya. Mana saya tahu kalo Candra sakit," balas Ibu mertuanya tak kalah ketus.
Salma menahan mulutnya untuk berdebat. Selain badannya yang lelah karena seminggu menjaga Candra di rumah sakit, banyak mata tetangga yang sedang memperhatikan mereka.
"Salma, kamu dari mana aja. Rumahmu kosong seminggu, aku sempat khawatir." Tania menyapa dengan senyum ramah.
Salma ingin tertawa kencang mendengar Tania khawatir padanya. Mungkin ia percaya dan terharu jika Tania mengatakan itu sebelum punya hubungan dengan suaminya. Khawatir yang bagaimana, jika tidak ada pesan masuk dari Tania maupun dari suaminya selama ia di rumah sakit menjaga Candra.
"Kamu 'kan tahu Candra di rumah sakit," sahutnya datar.
"Ow, kasihan anak Ibu." Tania mengusap kepala Candra. Ingin rasanya menepis tangan Tania yang jelas sedang bersandiwara, tapi banyaknya mata yang sedang menyaksikan membuat Salma mengurungkan niatnya.
"Salma, aku minta tolong cucikan piring ya. Aku capek, baru selesai acara empat bulanan," ucap Tania sembari mengusap perutnya. Kening Salma mengkerut, bagaimana bisa pernikahan yang belum menginjak dua bulan, tapi usia kandungan sudah berusia empat bulan. Berarti selama ini mereka berdua sudah berselingkuh lama di belakangnya.
"Aku juga capek," Dengan ketus dan gerakan kasar, Salma menjauhkan tangan Tania dari kepala Candra.
...❤️🤍...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Kezia Verena
bodoh boleh tp klo terlalu bodoh hanya di dunia fantasi
2023-10-28
0
Kamiem sag
oh... bu Laila tetangga yg baik tolong dong bantu Salma yg lambat itu utk bercerai dari suami durjananya
2023-09-26
0
Red Velvet
Asal Salma jgn terlalu lemah, cerita ini pasti menjadi sangat menarik😀
2023-03-31
0