"Seberapa banyak sih makanmu sampai uang yang kuberi tak pernah cukup?" Salma meraup wajahnya dengan kasar. Sungguh berdebat dengan suaminya harus membutuhkan kewarasan yang penuh. Kalau saja ia tak ingat ada dua malaikat kecil yang menjadikan ia sebagai sandaran, Salma mungkin sudah pergi jauh dari sisi suaminya.
"Kamu orang yang cerdas, Mas seharusnya kamu tahu," ucap Salma lirih, "Aku berharap kamu mengerti," lanjutnya dengan menahan tangis.
"Aku ga ngerti. Kamu itu sekarang terlalu lebay dan banyak drama. Itulah kenapa aku ga suka perempuan nganggur di rumah, jadinya dibodohi sama drama-drama di televisi!" Salma menggelengkan kepalanya, ia malas menanggapi celotehan suaminya yang selalu menyudutkannya.
"Kalau begitu, ijinkan aku bekerja," ujar Salma tegas.
"Kamu mau kerja?" tanya Armand setelah sesaat berpikir. Salma mengangguk samar, ada sedikit rasa khawatir saat suaminya tiba-tiba merubah keputusannya, "Kamu bisa bantu-bantu Tania, kita punya saham di usaha katering Tania walau sedikit, kenapa kamu tidak bekerja di perusahaan kita sendiri?"
"Bekerja membantu Tania bagaimana maksudmu?" Bukan jawaban seperti ini yang diharapkan Salma, ia ingin suaminya mengijinkan ia kembali berkarir di dunia entertainment selagi ada kesempatan, karena itu sesuai dengan bakat dan minatnya.
"Tania membutuhkan partner, karena setelah kami melebarkan usaha, nantinya dia pasti akan jauh lebih repot. Dari pada membayar orang luar, lebih baik menggunakan orang yang ada 'kan?" Salma tidak menjawab sepatah katapun. Ia mencoba berpikiran positif, ucapan Armand menurutnya ada benarnya. Sebaiknya ia menunjukan bahwa ia juga bisa diandalkan.
Besok paginya, Armand mengajak istrinya ke rumah Tania yang berada di seberang rumah mereka.
"Tan, kamu ga usah cari karyawan baru nih, ada Salma yang bisa bantu-bantu kamu."
"Kamu beneran mau bantu aku, Sal?"
"Ya harus maulah, Tan. Masak bisanya cuman minta duit aja, tapi ga mau kerja." Lagi-lagi Armand mengeluarkan kalimat pedasnya tanpa berpikir jika hati istrinya akan sakit bila mendengarnya.
"Baguslah kalau begitu. Aku dapat orderan acara syukuran di rumah Pak Camat 100 nasi kotak, sore nanti di kirim. Tolong bantu lipatkan kotak-kotak ini ya, Sal," ujar Tania sembari menggeser tumpukan kotak yang masih berupa lembaran, "Aku ke dapur dulu, ya."
"Ada yang sudah jadi ga, Tan? laper nih, biasa di rumah ga pernah ada aroma masakan seperti di sini," sungut Armand sembari mengikuti langkah Tania masuk ke dalam dapur. Dari ruang tamu, Salma bisa mendengar canda tawa lepas keduanya di dalam dapur. Berulang-ulang Salma mengatakan pada dirinya sendiri, jika suaminya tidak akan mengkhianati janji pernikahan mereka.
Hampir setengah hari Salma berada di rumah Tania, melakukan apapun yang diminta sahabatnya itu dengan dalih minta tolong. Mulai dari melipat karton kotak makan, mengupas bawang, menanak nasi sampai mencuci peralatan masak.
Salma pulang ke rumah dengan peluh dan aroma tubuh yang campur aduk. Mertuanya tampak duduk bersantai dengan kedua putranya. Ingin rasanya ia bertanya pada suaminya, mengapa mertuanya boleh membantu mereka menjaga anak-anak jika ia bekerja di rumah Tania, tapi tidak kalau itu pekerjaan yang ia pilih sendiri.
"Cepat mandi, Sal. Ibu mau pulang sekarang. Pegal semua badan Ibu," cetus Ibu mertuanya saat ia baru saja memegang ponselnya setelah sepanjang hari ia tinggalkan di rumah.
"Iya, Bu." Salma urung menjawab pesan masuk dari salah satu pemakai jasanya. Ia segera masuk ke dalam kamar mandi sebelum Ibu mertuanya melontarkan kalimat tajamnya.
"Sal, uang listrik dan air rumah Ibu." Ibu Armand menengadahkan telapak tangannya begitu Salma keluar dari kamar mandi.
"Loh, Mas Armand belum kasih uang Bu?"
"Gimana sih kamu, suamimu 'kan sudah ga kerja lagi. Dia suruh Ibu minta sama kamu, sisa uang gajinya bulan lalu dan pesangon 'kan masih ada toh, Sal." Salma sudah membuka mulutnya ingin menjawab, tapi ia mengatupkan kembali. Berdebat dengan Ibu mertuanya ini sama dengan berdebat dengan suaminya, tidak ada kata salah di pihak mereka.
Tanpa banyak bertanya, Salma mengambil uang simpanannya lalu ia berikan kepada Ibu mertuanya. Sepulang Ibu Armand ke rumahnya, Salma kembali menghitung uang simpanan hasil dari menjual jasa promosi dan menjadi pemandu acara seminar secara online. Barang yang ia promokan pun ia jual agar dapat untung yang lebih banyak.
Salma menarik nafasnya yang terasa berat, uang simpanannya semakin menipis dan ia sudah tidak punya waktu lagi untuk bekerja sesuai dengan bakatnya, karena seluruh waktu dan tenaganya habis untuk membantu Tania.
"Sabar ya, Nak kalau usaha Papa lancar pasti Papa belikan banyak jajan." Diusapnya kepala Cakra dan Candra. Hatinya kadang ikut menangis saat kedua anak kembarnya merengek di warung hanya karena ingin membeli sebuah roti yang harganya tak lebih dari 2000 rupiah. Namun mau tidak mau ia harus mengabaikan tangisan mereka, agar kebutuhan pokok di rumah dapat tercukupi.
"Saaal ... Salmaaa!" Dengan gerakan cepat, Salma menyimpan kembali uang dan catatan penjualan miliknya di tempat rahasianya.
"Kenapa, Mas. Bisa ga panggilnya jangan teriak-teriak. Rumah kita ga besar, pastilah aku dengar."
"Makanya kalau di panggil langsung menyahut!" Tanpa permisi Armand langsung membongkar tas istrinya dan mengambil KTP dari dalam dompet, "Pegang." Armand mengarahkan Salma agar memegang KTP di depan dadanya.
"Mau ngapain sih?"
"Aku mau ajukan pinjaman," ujar Armand sembari berkonsentrasi memasukan data Salma pada aplikasi pinjaman di ponselnya.
"Pakai dataku? Aku ga mau!" Salma berusaha merebut ponsel dari tangan suaminya.
"Aaahh, cerewet!" Armand menghalau Salma dengan sikunya, sehingga istrinya itu jatuh terjembab di atas kasur, "Aku masih butuh dana untuk beli alat-alat katering."
"Bukannya uang pesangonmu sudah kamu berikan semua?"
"Masih kurang," ujar Armand tak acuh.
"Kenapa harus pakai data aku? kenapa bukan datanya Tania?"
"Tahu diri sedikitlah kamu, dia yang punya usaha, dia yang kerja, dia juga yang masak, aku sumber dananya, lalu kamu ngapain?" Mata Armand melotot memandang istrinya tajam.
"Aku juga kerja." Salma membela dirinya. Bukankah ia ikut membantu Tania di bagian dapur.
"Alaah! kerja gitu aja pakai disombongin."
"Tadi Ibu minta uang bayar air dan listrik," ucap Salma pelan.
"Ya kamu kasihlah," sahut Armand sembari tersenyum lebar melihat pengajuan pinjaman dananya sudah dalam proses.
"Kamu 'kan bulan ini ga kasih aku uang, Mas."
"Uang bulan lalu 'kan masih ada."
"Astaga, Mas berapa sih yang kamu kasih, beli beras untuk di rumah saja kurang. Listrik dan air di rumah ini sudah dua bulan kita belum bayar, Mas!" Salma ikut menjerit, ia sudah tidak tahan dengan situasi ini.
...❤️🤍...
Bawa karya keren untukmu
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Diajeng Ayu
ni orang bego nya diluar nurul, jangan bego" kali lah heran gw
2024-03-28
0
Samsia Chia Bahir
Yg jdi istri disini yg bego2 amat, kok G mo melawan digituin ma suami N mertua, cumn ingt kata2 ortu jgn buka aib kel. 😫😫😫😫😫
2023-12-20
1
Citra Itak Ituk
astaghfirullah sumpah aku baca novel ini aku gedek banget
2023-11-02
0