"Apa yang kamu lakukan di kamar? Anak-anak kamu tinggalkan di luar sendiri!" hardik Armand, "Apa ini?" Belum sempat Salma menjawab, Armand sudah merampas produk milik orang yang akan ia promokan.
"Jangan, Mas." Salma berusaha menahan semua barang itu dalam dekapannya.
"Kamu pakai uangku untuk belanja dan foya-foya?" tuduh Armand.
"Bukan, Mas ini ... Mas, mau dibawa kemana?" Belum sempat Salma berhasil menjelaskan, semua barang itu dibawa Armand ke halaman depan rumah mereka, "Jangan, Mas!" Salma berusaha mengambil barangnya yang dilempar ke dalam tong sampah.
"Kamu beli ini pakai uangku, terserah mau kuapakan semua barang ini." Armand mendorong badan Salma hingga jatuh terjengkang. Di ambang pintu kedua putra kembarnya mulai menangis mendengar suara keras ayah mereka.
"Itu semua aku ga beli. Aku kerja Mas." Salma berusaha memelankan suaranya. Para tetangga beberapa sudah mulai keluar dari rumah dan sebagian mengintip dari balik jendela.
"Kerja apa kamu dibayar pakai barang mahal seperti itu? kamu jual diri?" Bukannya pelan, suara Armand semakin menggelegar.
"Mas!"
"Kenapa? kamu malu jual diri atau kamu malu, disaat suamimu banting tulang di luar sana kamu malah enak-enakan habiskan uangku!"
Salma menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Sungguh ia tak sanggup lagi menahan rasa malu di bawah tatapan sinis tetangganya. Jika ia menyangkal, Mas Armand akan semakin memojokkannya dengan tuduhan yang tidak berdasar tanpa mau mendengar penjelasannya. Salma memilih diam dan berharap emosi suaminya mereda dan segera masuk ke dalam rumah.
"Ada apa, Mand?" Ibu mertua Salma tergopoh-gopoh mendekati anak kesayangannya yang masih menatap tajam istrinya.
"Tanya sama dia," tunjuk Armand pada istrinya yang berusaha berdiri.
"Ada apa toh, Sal? kamu ga malu dilihatin sama tetangga?" Sama-sama nada tanya yang dilontarkan oleh Ibu mertuanya, tapi kepada Salma pertanyaan itu seolah menuduh Salma lah yang membuat keributan di dalam rumah.
"Salah paham aja, Bu," ucap Salma lirih.
"Salah paham katamu? jelas-jelas kamu menghambur-hamburkan uang hasil kerjaku!" Lagi-lagi nada keras dan tajam Armand, ditujukan pada istrinya.
Perih rasanya hati Salma, di depan banyak pasang mata yang mengintip dan menonton terang-terangan, suaminya menuduhnya sebagai istri yang tidak tahu diri. Padahal kenyataan yang ada sebaliknya, Armand sudah tiga bulan terakhir memberikan nafkah hanya sekedarnya saja. Lalu bagaimana ia bisa bertahan hidup bersama anak-anaknya, jika ia tidak berusaha mencari jalan sendiri.
Ingin rasanya berteriak bahwa apa yang di katakan suaminya itu bohong, tapi pesan terakhir yang dibisikan oleh almarhum ayahnya untuk menyimpan rapat-rapat aib rumah tangga membuat Salma kembali mengatupkan mulutnya.
Salma tidak ingin membalas maupun menjawab tuduhan suaminya, karena baginya akan percuma saja. Malahan kemarahan Armand akan semakin menjadi-jadi. Ia beringsut masuk ke dalam rumah, menghindari tatapan menyelidik dari mata tetangga.
Kedua tangannya menggandeng Cakra dan Candra masuk ke dalam rumah. Telinganya masih dapat mendengar suara Tania yang ikut datang dan bertanya pada suaminya, apa sebenarnya yang sudah terjadi.
Setelah berhasil menenangkan kedua anaknya, Salma ikut duduk bergabung bersama suami, ibu mertua dan Tania di ruang makan.
"Sal, tadi kami sedang membicarakan usaha suamimu kedepannya. Kamu tahu 'kan kalau hari ini terakhir Armand bekerja kantoran?" Salma hanya menganggukan kepala menanggapi pertanyaan ibu mertuanya.
"Uang pesangon mau aku investasikan ke usaha katering punya Tania," ucap Armand cepat.
"Maksudnya gimana?" Salma berganti-ganti memandang ke arah ketiga orang yang duduk bersamanya.
"Mas Armand mau jalankan usaha katering juga, Sal," ujar Tania dengan wajah sumringah.
Salma menatap wajah suaminya meminta penjelasan lebih lanjut, bagaimana bisa keputusan diambil tanpa meminta pendapatnya sebagai seorang istri. Namun, Armand yang duduk di sebelah Ibunya pura-pura tidak peduli dan membuang wajahnya ke arah yang lain.
"Aku dan Mas Armand mau perluas usaha katering, Sal. Jadi ga cuman di area perumahan ini saja, tapi kita bisa masukan ke kantor dengan skala besar. Bahkan, kita bisa kerja sama dengan wedding organizer." Wajah Tania tampak berbinar dan bersemangat saat menyampaikan ide dan keputusan yang diambil tanpa kehadiran dirinya tadi.
Salma memaksakan senyumnya, ia berusaha terlihat mendukung keputusan yang ada walaupun ada rasa tersisih terlebih tatapan kagum suaminya tertuju pada Tania yang duduk di sebelahnya.
"Gimana kamu setuju 'kan, Sal?" tanya Tania.
"Setuju ga setuju, bagi dia yang penting uang mengalir, Tan," potong Armand sinis.
"Kamu bisa bantu-bantu juga, Sal," ujar Tania masih bersemangat.
"Lebih baik begitu, Sal. Ibu setuju, kamu juga harus belajar sama temanmu ini. Jangan selalu jadi beban suami." Ucapan Ibu dari Mas Armand, membuat dada Salma semakin sesak. Ia berusaha menahan tiap sanggahan yang akan terlontar dari mulutnya. Diliriknya Armand yang tak merasa bersalah sama sekali.
...❤️...
"Mas, berapa modal yang mau kamu setor usaha sama Tania?" tanya Salma pada malam hari.
"Semua pesangon aku."
"Semua?" Nada tinggi dari Salma memancing lirikan tajam suaminya, "Maksud aku, kamu ga simpan sebagian untuk anak-anak?" Salma merendahkan nada suaranya.
"Sal, rencana aku dan Tania itu jauh kedepan. Kamu tadi dengar sendiri 'kan, dia mau perluas usaha kateringny ke kantor, hotel dan acara-acara pernikahan dan itu butuh modal yamg ga sedikit."
"Aku tahu, tapi apa ga bisa mulai pelan-pelan dulu sampai terkumpul keuntungan."
"Duuh! susah kalau bicara sama orang yang ga ngerti bisnis. Ga usah ikut-ikutan sok mikir kamu," ucap Armand ketus sembari mengibaskan tangannya di depan wajah Salma.
"Maaf, aku hanya mikir kebutuhan anak-anak sehari-hari."
"Makanya, nabung! belanja tas, sepatu, make up terus, anak ga diperhatikan. Aku kerja untuk anak-anakku bukan untuk kamu senang-senang!"
"Mas, kamu sadar ga sih uang yang kamu kasihkan tiap bulan ga cukup hanya untuk sekedar makan." Salma sudah tak tahan lagi menahan himpitan sesak di dadanya.
Suaminya ini harus tahu kebutuhan di dalam rumah. Meskipun ia yakin kalau Armand sebenarnya mengerti, bahwa nafkah yang ia berikan tiap akhir bulan, tidak dapat mencukupi kebutuhan untuknya dan anak-anak, tapi suaminya itu selalu berpura-pura tidak tahu.
"Jangan banyak alasan kamu." Armand naik keatas ranjang dan langsung memunggunginya. Selalu seperti itu jika ingin menghindari pembicaraan.
"Aku mau kerja," ucap Salma.
"Jangan memancing kemarahanku, Salma. Sekali kamu keluar dari rumah untuk bekerja, jangan harap bisa kembali masuk ke dalam sebagai istriku," ancam Armand.
"Jadi aku harus bagaimana? aku ga mau anak-anak kurang gizi karena hanya minum air tajin!" Salma sudah tak peduli dengan kemarahan suaminya. Ia harus berani demi kedua buah hatinya, "Aku yakin kamu tahu, Mas. Aku tidak akan membeli semua barang yang kamu buang tadi menggunakan uangmu, karena hanya untuk membeli beras selama sebulan pun tak cukup!"
...❤️🤍...
Air tajin merupakan cairan berwarna putih yang muncul ketika beras mendidih. Karena mengandung partikel beras, air tajin mengandung karbohidrat. Biasanya diberikan kepada bayi sebagai pengganti susu. Namun, kandungan gizinya jauh di bawah susu hewani, susu nabati ataupun air susu ibu.
sumber : wikipedia
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Tetty Permata Mawiney
astaga air tajin jaman sekarang... sungguh miris...klo jaman aku kecil sih biasa aja😂😂😂
2023-11-07
0
Kamiem sag
ada ya perempuan macam Salma
kalo laki2 macam Armand yg paok pekok longor tolol apalagi sudah tersentuh lonteacam Tania itu ya memang banyak
tapi ya... sbg perempuan mbok ya pibter dikit gitu lo
2023-09-25
2
Zuraida Zuraida
suami sableng
2023-08-07
0