"Ga apa-apa, Mas. Namanya lagi ga enak badan, ya semua makanan rasanya jadi ga enak," bela Tania.
"Emang ga bersyukur aja dia," sungut Armand sembari berjalan ke ruang tamu.
"Kamu yang sabar ya, suamimu itu lagi pusing di kerjaannya," tutur Tania.
"Emang ada apa?" Salma menoleh terkejut. Bagaimana bisa orang lain lebih tahu ketimbang ia sebagai istri.
"Tunggu aja dia yang cerita, aku ga berhak," ujar Tania setelah beberapa saat berpikir.
Ucapan Tania tak serta merta membuat hati Salma dingin, justru membuat rasa cemburu karena ada wanita lain yang lebih dipercaya suaminya untuk berbagi.
"Aku pulang dulu ya." Tepukan ringan di bahu menyadarkan lamunannya. Salma hanya tersenyum tipis dan menggumamkan kata terima kasih.
...❤️...
"Sal, tanah yang di jalan sasetan sudah laku belum?" Salma menghentikan kegiatannya di depan cermin saat Armand tiba-tiba masuk ke dalam kamar.
"Tanah itu 'kan ga jadi dijual, Mas."
"Loh, terus?" Armand mulai mendekati istrinya yang masih duduk di depan meja rias.
"Kan Mas yang bilang dulu kalau tidak mau menerima warisan orang tua aku."
"Sekarang tanah itu gimana statusnya??" Nada suara Armand mulai semakin meninggi. Salma menoleh ke arah pintu mencoba memasang telinga kalau-kalau kedua putranya terbangun.
"Ya masih atas namaku, Mas Bimo yang urus, dia mau bangun rumah untuk dikontrakkan katanya," ucap Salma pelan. Ia berharap suaminya juga ikut berkata dengan nada pelan seperti dirinya.
"Enak aja, kok bodoh banget sih kamu! Itu harta kita, punya keluarga kita. Kok kamu malah kasih ke kakak kamu." Mata Armand nyalang menatap istrinya. Dada Salma berdenyut mendengar kata bodoh yang ditujukan untuk dirinya.
"Itu masih punya aku, Mas Bimo cuman mau bantu bangun aja." Salma sengaja menegaskan kata kepemilikan aku untuk tanah warisan orang tuanya, karena ia masih belum rela jika harta milik orang tuanya diakui oleh Armand yang dulu dengan angkuh menolak pemberian almarhum ayahnya.
"Ambil kembali!" cetus Armand seraya melemparkan handuk basah ke atas ranjang.
Salma tidak membalas perkataan Armand, ia memilih keluar dari kamar untuk menjemur handuk bekas suaminya. Ia bingung apa yang harus ia katakan pada suaminya, karena tanah miliknya itu, secara kekeluargaan sudah ia percayakan pada Bimo. Kakaknya itu akan membangun beberapa rumah yang akan dikontrakkan di tanah miliknya yang berdampingan dengan tanah milik kakaknya juga.
Salma mengintip ke dalam kamar putra kembarnya, ingin rasanya ikut berbaring bersama mereka di saat suaminya sedang tinggi emosinya seperti ini. Namun dari pada memancing kemarahan yang lebih besar, Salma memutuskan kembali ke dalam kamar.
Saat masuk ke dalam kamar, Salma melihat suaminya duduk di tepi ranjang sedang membaca selembar kertas dengan wajah berkerut masam.
"Ada apa, Mas?" tanya Salma sembari mengusap punggung suaminya.
"Bulan ini aku terakhir kerja," ucap Armand sembari menyerahkan selembar kertas yang ia baca tadi.
"Maksudnya?" Salma balik bertanya sebelum membaca dengan benar tulisan yang ada di kertas itu.
"Baca dulu! Duh, susah banget punya istri lambat mikir macam kamu!" sembur Armand kesal. Suaminya itu langsung naik ke atas ranjang dan memeluk guling memunggunginya.
Salma membuka lipatan kertas di tangannya. Di kepala surat itu tertulis nama perusahaan tempat suaminya bekerja, dan di bagian bawah pemimpin perusahaannya menandatangani. Salma memegang dadanya saat membaca kalimat pemutusan hubungan kerja, karena pengurangan karyawan akibat dampak pandemi. Di sana tertulis dua minggu lagi masa kerja suaminya akan berakhir.
Salma melipat kertas itu kembali, lalu menaruhnya di atas nakas. Rupanya ini yang dimaksudkan Tania tadi. Walaupun ada sebersit rasa kecewa mengapa harus orang lain yang tahu terlebih dulu, Salma mencoba memahami situasi suaminya yang dalam poisi sulit.
Ia ikut berbaring di samping suaminya dan mengusap pundak pria yang sudah menjadi imam keluarga kecilnya selama tiga tahun ini.
"Mas mau cari kerja di mana?" tanya Salma pelan.
"Aku masih bingung, Salma," ucap Armand masih dengan posisi yang sama.
"Apa aku cari kerja dulu sementara?" tanya Salma hati-hati sekali.
Armand langsung membalikan badan dan menyemburnya dengan kalimat panjang, "Terus yang jaga anak-anak di rumah siapa? Aku? Apa kata orang, Salma?? Kamu mau mempermalukan aku?"
"Maksudku bukan begitu, Mas. Tolong jangan marah-marah dulu." Salma masih berusaha bersabar menahan emosinya.
Suara Armand jika marah terdengar menggelegar dan ini sudah hampir tengah malam. Kamar mereka pun berada di pinggir jalan, bisa dipastikan jika ada orang lewat mereka akan tahu ada pertengkaran yang terjadi di dalam rumah tangganya.
"Kamu ga tahu rasanya jadi kepala rumah tangga yang harus bekerja keras mencari nafkah untuk keluarga." Salma hanya diam mendengarkan keluh kesah suaminya, meskipun kenyataan yang ia rasakan sebaliknya.
Pekerjaan Armand menuntutnya untuk sering berhubungan dengan para wanita muda dan cantik, yang berprofesi sebagai sales promotion girl. Armand juga sering masuk ke tempat hiburan malam, untuk menawarkan produk mereka. Bonus yang di dapat tentu sangatlah besar saat team mereka mencapai target.
Namun Armand selalu mengeluh padanya, jika ia selalu gagal mencapai target yang akhirnya menyebabkan suaminya itu harus mengurangi jatah bulanan untuk keluarga mereka. Sampah pasti akan berbau meski di sembunyikan rapat. Ia tahu kemana larinya uang Armand dari postingan sosial media milik rekan kerja suaminya.
Salma masih bisa menahan semuanya. Ia tidak pernah menuntut atau bahkan bertanya tentang foto dan video, yang di pasang temannya di media sosial. Di mana dengan jelas terlihat suaminya mabuk bersama dengan wanita berpakaian minim. Baginya hal semacam itu masih dapat ditolerir, demi keutuhan rumah tangga kecilnya.
"Sudahlah, Salma. Aku pusing, capek mau tidur. Bicara sama kamu bikin kepala tambah sakit." Armand kembali memunggunginya.
Salma mundur lalu berbaring lurus menatap langit-langit. Mengapa semakin hari komunikasinya dengan suaminya bertambah buruk. Selalu tidak bisa bertukar pikiran dengan santai. Apa yang Armand lihat pada dirinya seolah semua kurang bagi pria itu.
...❤️...
Hubungan Armand dan Salma dari hari ke hari semakin buruk, tidak ada kalimat ramah yang terucap dari mulut suaminya. Hanya ada caci maki dengan nada tinggi di lontarkan meski di sekitar mereka ada Cakra dan Candra.
Apapun yang Salma buat dan katakan, selalu salah di mata Armand. Apalagi hari-hari menjelang berakhirnya masa kerja Armand sebagai Supervisor marketing perusahaan rokok, akan segera berakhir.
Tak jarang Armand mengatakan bahwa menyesal menikah dengannya, karena ia merasa Salma membawa sial ke dalam hidupnya.
Hari ini adalah hari terakhir Armand bekerja di kantor. Beberapa hari terakhir juga, Salma memanfaatkan namanya yang masih bersinar saat menjadi penyiar radio dan pembawa acara televisi lokal, untuk menerima endorse (menawarkan produk milik orang lain).
Semua pekerjaannya itu dilakukan tanpa sepengetahuan suaminya, karena Armand tidak suka jika istri lebih bersinar dibanding suami. Bagi Armand, istri harus selalu di belakang suami dalam hal apapun.
Salma tersentak saat bunyi mobil Armand masuk ke dalam pekarangan rumah mereka. Jam di dinding menunjukkan jam tiga sore, masih terlalu dini untuk suaminya pulang dari kantor.
Salma mengedarkan pandangannya, ruang tamu hingga keluarga sangat berantakan dengan mainan dan sebaran biskuit si kembar. Sedangkan di kamar dari ranjang hingga lantai, bertebaran baju dan tas yang sedang di promokan Salma. Dengan gerak cepat Salma membereskan perlengkapan videonya, lalu meraup baju serta tas dari atas ranjang dan lantai kamar.
Namun baru saja ia akan membuka lemari, pintu kamar sudah terbuka. Wajah Armand yang kusut ada di sana memandangnya seakan ingin menelannya hidup-hidup.
...❤️🤍...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Aiur Skies
astaghfirullah
2023-10-30
0
mawar berduri
syangyny sikap armn adalah cerminan 90% suami di Indonesia
2023-10-20
3
Anonymous
huuu laki gaada ahlak nya mah buang kelaut😡😡
2023-05-21
0